Kembali ke konten utama
Jalur Pendakian Walami
2018-01-25

Rumah hutan bintang lima bagi para pendaki Walami.

Rumah hutan bintang lima bagi para pendaki Walami.

 

Kereta ekspres Puyuma berjalan menerobos tebing daerah Hualien-Taitung. Di Yuli, Hualien, kami turun dari kereta dan melanjutkan perjalanan hingga ke ujung jalur kabupaten nomor 30, yang merupakan awal dari jalan bebatuan dan tanah liat, jalur pendakian Walami.
Area ini merupakan bagian dari Taman Nasional Yushan, yang juga merupakan kawasan aktivitas dan berburu suku Bunung. Pada jaman pendudukan Jepang, di sini merupakan lokasi perang sengit antara suku adat asli melawan tentara Jepang. Di tempat ini pula, ìIbu para beruang hitam Formosaî, Hwang Mei-hsiu memulai penelitiannya tentang beruang hitam Formosa. Tak terhitung ada berapa banyak peneliti yang mempelajari riwayat ekologi dan sejarah Yushan. Sekarang, area ini telah menjadi hutan lindung, dan kami juga datang bertamu di ekologi Yushan ini.

 

Gao Zhonyi menjelaskan bagaimana guratan di pohon Nanmu ini terbentuk akibat lebah Vespa vivax yang mengeruk kulit kayu dan dijadikan sarangnya.Gao Zhonyi menjelaskan bagaimana guratan di pohon Nanmu ini terbentuk akibat lebah Vespa vivax yang mengeruk kulit kayu dan dijadikan sarangnya.

Jalur Militer Menjadi Jalur Ekologi

Kata Walami berasal dari bahasa Jepang warabi (Arti: pakis), yang mempunyai kemiripan bunyi dengan bahasa suku Bunung marawi (Arti: mengikuti), dan penelitian menyimpulkan nama tempat ini berasal dari kemiripan pengucapan kata tersebut. Jalur pendakian Walami sekarang, merupakan bagian dari jalur militer Batong-guan tahun 1921 yang dibuat untuk melintasi gunung. Jalur ini dibuat Jepang untuk menghubungkan antara Taiwan Timur dan Barat dan mengontrol area mereka dari suku adat asli, oleh karenanya, sampai saat ini masih banyak terlihat peninggalan suku Bunung.

Gao Zhongyi, seorang petugas Taman Nasional Yushan yang telah mengabdi selama kurang lebih 28 tahun, juga ikut bersama kami. Dirinya yang dulu adalah seorang pemburu dari suku Bunung, sekarang telah menjadi petugas pelindung hutan. Setiap pemandangan dan kehidupan di gunung ini, telah tercatat sejak ia kecil. Bahkan segala cara bertahan hidup di alam liar, telah menjadi kamus yang tercatat di luar kepalanya. Meski naluri berburunya telah hilang, namun kesigapannya tidak pernah berkurang. Sambil menatap tajam bagaikan elang saat melihat jalan dan pepohonan, dia menunjuk tebing dan berkata “Ini adalah jejak kijang yang lewat di pagi hari.  Tanah yang terlihat seperti habis digali, adalah bekas babi hutan mencari cacing tanah”, dan masih terlihat bekas guratan beruang hitam Formosa di pohon yang mencari madu. Mengikuti Gao dan melihat dari sudut pandangnya, baru dapat kita rasakan apa itu “Mengingtai”, dan hutan ini terlihat lebih hidup melalui penjelasannya.

Setidaknya dapat bertemu dengan ular Macropisthodon yang bersedia difoto.Setidaknya dapat bertemu dengan ular Macropisthodon yang bersedia difoto.

Dari awal jalan hingga ke rumah hutan Walami, sepanjang jalan banyak dibangun bangunan tinggi. Total jarak tempuh sekitar 13,6 kilometer dan ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Saat jalur dibuat, jembatan dibangun di atas sungai deras yang terkadang menggunakan tangga besi sebagai penghubung. Jalan yang nyaman dan halus, dibangun untuk mempermudah pejalan kaki, namun tidak dilewati oleh hewan-hewan liar. Gao sambil menunjuk sebuah jalur kecil di sekitar tebing yang hampir tertutup lebatnya hutan dan berkata, “Itu adalah jalan tol yang dilewati oleh hampir seluruh hewan”, jalan kabupaten adalah jalannya kambing gunung, rusa dan kijang. Kemudian jalan yang harus dilihat teliti baru terlihat, di sekitar tebing yang menonjol, “Ini adalah jalan hewan jenis musang seperti musang bulan”. Jalan tol maupun kabupaten merupakan bahasa para pemburu, menggunakan jalan-jalan ini untuk dipasang jebakan. Para pemburu jaman sekarang sudah tidak memburu, namun sebutan ini masih bertahan untuk membantu kita mengerti kebiasaan hewan-hewan ini saat di gunung maupun hutan.

Batu hiu putih di jalur pendakian Walami.Batu hiu putih di jalur pendakian Walami.

 

Kenyamanan yang tak tersentuh

Taman Nasional Yushan diresmikan pada tahun 1985 dan jalur pendakian Walami dijadikan area lindung sejak tahun 2000. Namun sebelum semua itu, kawasan ini kaya akan hasil alam seperti marmer dan safir. Sejak digali menjadi kawasan tambang, dibukanya jalan ekspres sentral dengan alat-alat berat, membuat kawasan ini rusak. Sangat beruntung, pengaturan taman Nasional Yushan masih meninggalkan hutan alami. Meski harus melalui perjalanan berjam-jam untuk dapat menyaksikan keindahannya, namun perjalanan tersebut akan memberikan kita pemandangan yang sangat megah dan tak terduga.

Lereng gunung bagaikan kain yang setiap saat dapat hilang dan muncul di antara pegunungan. Melalui perjuangan berat, dengan air gunung yang alami, membuat beban itu pun hilang. Pohon-pohon yang dipatahkan oleh badai topan, rintang-rintang yang berjatuhan di tanah, berbagai tanaman parasit yang menempel di batang pohon, ditambah waktu yang panjang, membuat orang yang melihat pemandangan alam yang indah, ingin membungkus dan membawanya pulang.

Tidak hanya pemandangan yang dapat dinikmati, pohon dan taman di sini juga mempunyai fungsinya. Gao menjelaskan, kentang yang ditetes air dari salju dapat langsung dimakan. Hidup di alam liar, harus mengerti mencari sumber air, seperti air dari akar pepohonan.

Kepik kembali ke ladang.Kepik kembali ke ladang.

Pengetahuan suku asli tentang alam tidak hanya ini saja. Gao mengatakan, para pemburu sebelum ke gunung, akan menyalakan api untuk menentukan arah angin. Jika arah angin sejalan dengan tujuan kita, maka pemburuan ini layak dibatalkan, karena hewan-hewan telah bersembunyi akibat tercium kedatangan manusia. Di dalam buku Black Bear Notebook: The Story of Me and the Formosan Black Bear, karya Hwang Mei-hsiu tertulis banyak hal tabu suku Bunung saat berburu. Larangan-larangan ini terkadang membatasi ruang gerak para pemburu agar tidak terlalu berlebihan, yang juga merupakan dasar koeksistensi suku asli dengan alam.

Sambil berjalan dan menggendong ransel, Gao menggunakan parangnya untuk membuka jalan dari pepohonan maupun ranting-ranting, memastikan jalan tetap terbuka. Dia juga membawa sapu, membersihkan dedaunan yang jatuh di jembatan gantung. Saat menemukan jalanan yang runtuh, segera menggeser dan meratakan jalan berbatu. Mengurangi gangguan hingga terendah agar alam dapat tetap hidup, adalah prinsip konservasi saat ini.

Lai Jinde yang sedang menyemprotkan pupuk alami untuk memberi makan tanamannya.Lai Jinde yang sedang menyemprotkan pupuk alami untuk memberi makan tanamannya.

Langkah kami pun terhenti di rumah hutan Walami, merencanakan perjalanan kembali. Tebing di belakang rumah hutan adalah kampung halaman beruang hitam Formosa. Jalur yang lebih berbahaya serta membutuhkan perlatan yang lebih profesional, harus dilupakan dan membiarkan para beruang beristirahat dan bermain di sana. Perjalanan selama dua hari membuat kami merasakan, dengan tidak mengusik alam, adalah hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

 

Walami organik

Usai pendakian sepanjang 28 kilometer, kami mengunjungi ladang pertanian organik di perkampungan Nanan. Meski tidak termasuk kawasan taman nasional Yushan, namun merupakan ladang pertama yang dilewati aliran air bendungan Lakulaku. Jika dilihat dari ketinggian, ladang pertanian ini menyerupai selembar daun. Jalan setapak di tengahnya menyerupai tulang daun, memecah ladang menjadi berbagai bentuk yang berbeda. Sejalan bertumbuhnya padi, memberikan warna yang berbeda di setiap musim dan lapisan lahan.

Para petani perkampungan Nanan yang bersama mempromosikan beras organik Walami.Para petani perkampungan Nanan yang bersama mempromosikan beras organik Walami.

Ini merupakan lahan turun menurun dari pertanian suku Bunung. Selama bertahun-tahun mereka menggunakan cara bertani konvensional, di mana pada saat musim panen, seluruh udara penuh dengan aroma pestisida, yang sangat berbenturan dengan konsep lindung taman nasional. Terhadap hal ini, Biro Perhutanan Taman Nasional Yushan mengajak Bank E. Sun, peternakan Yinchuan berkelanjutan, yayasan pertanian Tse-Xin dan instansi penelitian dan perpanjangan pertanian daerah, membantu membimbing para petani dari segi teknis, sertifikasi, pembelian, proses dan pembungkusan, serta membuatnya menjadi lahan organik, yang sekarang dikenal dengan nama “Beras Walami Yushan.”

Lin Yonghong adalah yang pertama mendampingi para petani ini. Sebenarnya sebelum rencana tersebut di promosikan oleh Biro Perhutanan Taman Nasional Yushan, dia telah menggunakan air sungai Lakulaku dan bakteri mikroba untuk memelihara kepiting tradisional.

Walami organik

Terhadap tantangan yang harus dihadapi dalam ladang organik, Lin Yonhong mengatakan, “Ini tidak sama”. Jika caranya salah maka alam pun mengalami kesulitan. Dia menjelaskan, pertama saat menyiapkan lahan harus dipastikan bahwa lahan tersebut datar agar air dapat merata dan bibit tidak terbawa arus. Mengatur posisi pengairan adalah tugas yang sangat penting.

Hal yang ditakuti padi adalah siput. Lin Yonghong juga pada awalnya sangat membenci mereka, namun setelah 1 bulan, dia mulai hidup berdampingan dengannya. Sambil tertawa dia mengatakan, “Ketika selulosa padi meningkat, siput tidak akan memakan padi, beralih makan rerumputan, sekalian membersihkan rumput.”

Diharapkan menjaga jarak jika bertemu dengan beruang, karena di Walami adalah rumah beruang hitam Formosa.Diharapkan menjaga jarak jika bertemu dengan beruang, karena di Walami adalah rumah beruang hitam Formosa.

Petani lainnya, Lai Jinde mengatakan, “Angkatan orang tua kita dulu menggunakan cara tradisional, jadi berpindah ke organik tidak begitu sulit! Kesehatan lebih penting”. Dia bersama istrinya, Gao Chun-mei, pernah di tengah malam tidur di ladang padi untuk mencegah itik-itik memakan bibit yang baru ditanam. Saat memanen, menjemur dan menggiling padinya sendiri, padi organik yang dimasak sangatlah nikmat dan memiliki aroma matahari. Inilah padi hasil kerja keras petani.

Niat baik pada tanah, memberikan hasil yang luar biasa. Selain hasil padi organik terus meningkat setiap tahunnya, dosen Universitas Taitung, Peng Jen-jun dalam penelitiannya menemukan, cara penanaman organik mengembalikan kemampuan tanah. Dalam lahan organik, secara alami telah membangun sistem perlindungannya dan cukup banyak petugas alam yang membantu mengusir hama.

Lin Yonghong sambil menunjuk larva merah (Chironomidae) mengatakan, dia dapat mengolah tanah dan membuat tanah semakin kaya. Kumbang oranye (miskrapis discolor) dan laba-laba pemburu (heteropoda venatoria) akan mencari makanannya seperti wereng, yang dapat merusak bibit. Rantai makanan ini, membuat lahan sekitar sering terlihat kuntul kecil, capung dan berbagai jenis burung yang datang dan pergi.

Guratan dan kulit pohon yang terbuka, adalah bekas dari rusa, kata Gao Zhongyi.Guratan dan kulit pohon yang terbuka, adalah bekas dari rusa, kata Gao Zhongyi.

Para petani di ladang terkadang dapat menemukan jenis ikan air tawar yang hampir punah Aphyocypris kikuchii. Kepala Bidang Perencanaan Taman Nasional Yushan, Huang Chun-ming mengatakan, “Awalnya hanya berharap pertanian di kaki gunung Yushan dapat sesuai target perlindungan taman nasional, jadi tidak diduga dapat menjadi seperti ini. Penemuan Aphyocypris kikuchii membuat para petani yakin sistem organik sangat berarti.”

Selama dua tahun belakangan, semakin banyak orang tahu tentang Walami, perkampungan Nanan membuat perjalanan wisata ekologi, dan para petani pun ikut ambil bagian menceritakan cerita bibit organik. Pengalaman yang sangat menarik bagi masyarakat perkotaan untuk merasakan kehangatan air sungai Lakulaku, serta serangga cantik yang bertengger di dedaunan. Sebuah perasaan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata, ingin menyampaikan pada Anda untuk segera ke sana merasakannya sendiri.  

at memori tentang waktu, keluarga dan cita rasa.