Kembali ke konten utama
Hilir Mudik MRT Menyulam Legenda Kota
2018-02-12

Sisipkan Seni Publik yang Berwujud

 

Berbeda dengan alat transportasi jenis kereta THSR atau Kereta Api umum yang terbentang dari Utara hingga Selatan Taiwan, sistim angkutan massal dan cepat berupa kereta MRT mampu untuk hilir mudik di tengah hiruk pikuk transportasi dalam kota. Tanpa terasa, penumpang yang awalnya berada di kota tua Tamshui, dapat segera tiba di kawasan perbelanjaan Distrik Timur dan Gedung Taipei 101. Mulai dari desa teh di Maokong hingga muara sungai Tamshui ke laut, kereta MRT menjelajahi setiap sudut kota, menjalin yang lama dengan yang baru.

 

Kereta MRT yang menawarkan kecepatan dan efisiensi, terlihat bagaikan menerobos di dalam hutan belantara kesibukan kota.Kereta MRT yang menawarkan kecepatan dan efisiensi, terlihat bagaikan menerobos di dalam hutan belantara kesibukan kota.

“Setiap kota pasti memiliki cerita legendanya, dan latar belakang cerita selalu berawal dari kereta api”, ujar Deputi Kementrian Kebudayaan (MOC) Yang Tzu-pao. Dalam berbagai aktivitas kesibukan, kereta api yang menjadi tempat berkumpulnya manusia selalu menjadi awal sebuah cerita.

Yang Tzu-pao yang sempat bertugas sebagai salah satu teknisi di Jawatan Transportasi Umum Paris (RATP) mengingat kembali kegiatan tradisional yang dilakukan setiap 1 tahun sekali. Setiap memasuki tanggal 31 Maret menjelang malam dan penghentian pengoperasian pelayanan, dirinya bersama dengan para teknisi yang lebih muda, akan merubah situasi stasiun kereta api laksana arena permainan yang luas, dengan sengaja merubah semua nama stasiun yang ada, sambil kemudian menunggu fajar tiba. Saat jam operasional dimulai, maka akan terlihat beberapa teknisi berjalan di sepanjang peron, guna mengamati raut wajah penumpang yang terlihat kebingungan atau terlihat histeris karena mengira dirinya turun di stasiun yang salah, kemudian para teknisi akan memberitahukan kepada penumpang “Selamat menerima hadiah kejutan April Mop dari kami”.

Hari sibuk yang berakhir dengan penutupan pelayanan MRT, membuat kota kembali menata perlahan semua denyut irama kehidupan.Hari sibuk yang berakhir dengan penutupan pelayanan MRT, membuat kota kembali menata perlahan semua denyut irama kehidupan.

Lelucon April Mop disambut gembira oleh para teknisi muda, namun bagi para teknisi senior lelucon tersebut tidak patut untuk diungkit kembali. Dimana selanjutnya sejak tahun 1996, RATP menetapkan Hari Seni Publik, dan nama stasiun yang tertera di atas tiket tidak lagi menjadi satu-satunya petunjuk stasiun yang dituju.

Sisipkan Seni Publik yang Berwujud

ke Dalam Hati yang Tak Berwujud

Seni Publik yang memiliki perbedaan dalam penampilannya dan pemandangan di luar jendela, telah menjadi tanda khusus berbudaya bagi penumpang saat mengidentifikasi masing-masing stasiun. Sejak sarana transportasi kereta MRT dibuka hingga saat ini, Perusahaan Taipei Rapit Transit (TRTC) telah beroperasi selama 20 tahun, membagi masing-masing jalur kereta dengan warna yang berbeda, yakni coklat, merah, hijau, kuning dan biru, dengan memiliki keunikan tersendiri.

Jalur kereta MRT yang berada di bawah tanah, tersirat ruang dan bayangan yang ada, sehingga kerap menjadi asal usul sebuah legenda terjadi.Jalur kereta MRT yang berada di bawah tanah, tersirat ruang dan bayangan yang ada, sehingga kerap menjadi asal usul sebuah legenda terjadi.

Adapun hasil karya seni publik dari TRTC yang menarik jumlah perhatian masyarakat terbanyak adalah “Waktu Bertemu” di stasiun MRT Taipei 101.

Adalah hasil karya seni dari seniman baru piawai Huang Hsin-chien, dengan menata setiap mesin penunjuk waktu yang bersistim membalik halaman waktu secara otomatis, ke dalam rangkaian berukuran 10x10, sehingga menjadi sebuah kotak besar yang terdiri dari 100 kotak mesin pembalik halaman waktu. Bentuk Seni Publik yang ingin ditampilkan adalah saat setiap kali masing-masing mesin membalikkan halaman, maka pengunjung dapat menikmati berbagai macam bentuk rauh wajah, usia, genre, ras dan hingga salah satu bagian wajah manusia. Demikian selanjutnya, saat mesin membalikkan halamannya, pengunjung dapat melihat sebuah rangkaian besar hasil paduan 100 mesin penunjuk waktu. Saat menampilkan wajah manusia secara utuh, memberikan pesan kepada manusia akan waktu bertemu. Dalam keterangan di samping tertulis “Perjalanan para penumpang, membalikkan halaman buku, sebenarnya dalam hati manusia telah terlahir kisah pertemuan di Taiwan yang tak berbatas”.

Semua penumpang di dalam stasiun MRT terlihat mengejar waktu. Denyut irama yang cepat membuat manusia tak mampu untuk berhenti sejenak dan berkhayal.Semua penumpang di dalam stasiun MRT terlihat mengejar waktu. Denyut irama yang cepat membuat manusia tak mampu untuk berhenti sejenak dan berkhayal.

Takkala halaman dibalik, selalu ada penumpang yang berhenti sejenak sambil menanti halaman berikutnya dan berharap ada raut wajah baru, ingatkan diri dan orang lain tentang waktu untuk pertemuan.

Masih berada di jalur yang sama, tidak sampai 10 menit, telah tiba di Taman Da An, yang mendapat julukan “Paru-paru kota”. Seni Publik yang ditampilan di stasiun Da An Park bertajuk “Da An, Kehidupan Belantara Berlimpah”, termasuk penyajian tatanan unsur kehidupan yang natural, misalnya Bunga Da An, Daun Gugur si Pengembara, Menyapa Semi, 4 musim dan lainnya. Adapun seni publik tersebut berhasil masuk dalam nominasi Hasil Seni Publik Terbaik Kementrian Kebudaayaan 2016, yang diselenggarakan untuk tahun yang ke 5.

Hasil desain untuk arsitektur stasiun Jiantan terlihat menyerupai peragu naga bergaya minimalis, sempat mendapatkan penghargaan khusus dari Majalah Taiwan Architect. Dari sudut pandang berbeda, akan terlihat seperti jembatang gantung, seakan mengingatkan setiap manusia akan sejarah kuno keberadaan jembatan gantung Hsihlin. Dengan tampilan bentuk yang unik, berhasil masuk dalam kategori “10 Stasiun Terkeren di Dunia tahun 2016” yang diumumkan oleh media internet Thrillist Amerika.

Jarak Pendek Antar Stasiun

Metamorfosis Sejarah yang Panjang

Menunggu dan naik berangkat, kereta MRT mengantarkan penumpang hingga ke tempat tujuan.Menunggu dan naik berangkat, kereta MRT mengantarkan penumpang hingga ke tempat tujuan.

Menelusuri Seni Publik kereta MRT laksana menemukan hal baru dalam kehidupan, dimana kita dapat berwisata di antara satu stasiun dengan stasiunnya lainnya. Penulis beraliran bebas, Aska yang sempat mendapatkan Penghargaan Urban, menyebut dirinya suka naik kereta MRT, karena tanpa dia adalah ‘hal yang mudah’.

Aska yang banyak berkecimpung dalam tugas panduan wisata, kerap menggunakan sajian pilihan program perjalanan bertema khusus yang disediakan oleh TRTC. Dengan membandingkan gambar yang tertera pada peta baru dengan yang lama, banyak yang masih terlihat berdiri kokoh sedari awalnya.

Aska kerap mengenang memori dahulu, saat masa kanak-kanak yang bebas bermain di kawasan Hsinyi, usai hujan berhenti suka menggoda kucing untuk melompat ke dalam genangan air dan menangkap ikan. Namun semua potret kini tergantikan oleh gedung bangunan bergaya modern. Dan kini saat ingin menceritakan tentang hal-hal yang tua, hanya dapat menunjukkan catatan sejarah bangunan tua, toko kuno dan cemilan tradisional.

Metamorfosis Sejarah yang Panjang

Kereta MRT mampu mengkoneksikan satu tempat ke tempat lainnya dalam kota, dan tidak hanya sekedar menyambungkan 2 titik yang berbeda semata, namun termasuk sejarah dan kebudayaannya. Aska telah berkunjung ke banyak tempat, sering berjalan di dalam kota tanpa tujuan jelas untuk mencari kembali rasa “Asing” yang dulu akrab terasa. Sama halnya dengan kota Taipei, setelah tiba di satu tempat, maka ia akan mulai menelusuri jalan dan gang yang ada, mencari petunjuk identifikasi setempat untuk membuka tabir metamorphosis yang ada.

Aska mengambil contoh stasiun MRT Minquan West Road, yang kini terkoneksikan dengan Chung Shan North Road. Di masa pendudukan Jepang beralih ke penerima kucuran bantuan dari Amerika, hingga akhir perang dunia ke 2 jalan tersebut kerap dilalui oleh banyak tamu asing, sehingga mendapat julukan “Jalan Diplomasi Asing”. Seiring dengan putusnya hubungan antara Taiwan dan Amerika, kini jalanan tersebut menjadi lokasi berkumpulnya para pekerja asal Asia Tenggara di setiap akhir pekan. Jalan yang mendapat julukan “Jalan Pernikahan”, karena banyaknya toko jasa pelayanan pesta pernikahan yang dibuka di sepanjang Chung Shan North Road, dimana pada ke dua sisi jalan ditanami pohon Champora dan Formosana yang tumbuh menjulang tinggi. Semua adalah bagian dari masuknya peradaban luar negeri, menjadi pewarna hidup yang bahagia

Sarana Transportasi Bak Lorong Waktu

Bersama Aska naik kereta MRT, bagaikan memasuki lorong waktu, dengan pelengkap informasi perjalanan dari pihak TRTC, serasa tengah berpetualang ke masa sejarah. Jalur Tamshui-Hsinyi adalah jalur favorit pilihan Aska, terlebih takkala duduk di dalam kereta, otak kita terasa mengapung di udara dan terlihat bayangan sejalan dengan jalur kereta api menuju Tamshui di jaman lampau.

Sarana Transportasi Bak Lorong Waktu

Sebegitu beranjak keluar dari pintu stasiun, dapat terlihat Fu Shun Street Lane 41, tempat dimana Universitas Ta Tung berada di atasnya, dan tak lupa melantunkan lagu masa kanak-kanak “Gatchman” versi Mandarin.

Aska selalu membawa buku panduan perjalanan wisata MRT jalur Merah dan siap berbagi rute khusus yang dirancangnya. Selain jalur Merah, Aska juga menyukai jalur MRT Wen-Hu.

Berbeda dengan rancangan kereta MRT lainnya yang menyembunyikan badan jalan di bawah permukaan, jalur MRT Wen-Hu justru memadukan sistim jalan layang, dan hanya akan kembali masuk ke bawah tanah saat berada di stasiun Dazhih dan stasiun Songshan Airport. Jalur Wen-Hu selain dapat membawa penumpang ke Kebun Binatang, juga dipadukan dengan kereta gantung Gondola. Penumpang bisa melihat pesawat yang terbang dan mendarat dari dalam gerbong, saat kereta MRT masih bersiap-siap masuk ke bawah tanah sebelum stasiun Songshan Airport tiba. Penumpang juga bisa menikmati keindahan Jembatan Kintai yang terletak di kawasan Taman Da Hu.

5 jalur utama dan 2 jalur cabang menjadi struktur jaringan sarana transportasi kereta MRT di Taipei, sesuai dengan pesan Yang Tzu-pao bagi para tamu asing yang berkunjung agar menggunakan sarana MRT untuk mengenal Taipei secara cepat, dan  sepanjang perjalanan juga dapat menikmati pemandangan kehidupan kota yang dinamis. Ia juga memilih jalur Tamshui-Hsinyi sebagai jalur favoritnya yang membentang sepanjang 23,2 km dari Taipei Utara ke Taipei Selatan.

Berangkat dari Stasiun Kereta Api Taipei (TMS), kereta MRT masih berada di bawah tanah.

Berangkat dari Stasiun Kereta Api Taipei (TMS), kereta MRT masih berada di bawah tanah. Setelah melewati stasiun Minquan West Road, penumpang dapat menikmati seakan terbang dari bawah tanah langsung menuju ke jembatan layang. Menelusuri sepanjang laut Keelung, menikmati pemandangan sungai Tamshui. Stasiun Guandu adalah tempat dimana sungai Tamshui bermuara menuju laut. Dari kejauhan dapat terlihat Gunung Kuanyin yang terlihat ada di bawah garis mata manusia, sehingga kerap berikan rasa damai di hati. Jika ada waktu libut, Yang Tzu-pao juga menyarankan mencoba berpetualang dengan jalur MRT Wen-Hu, karena menawarkan pemandangan berjalan di antara gedung bangunan tinggi, misalnya Bianglala Raksasa di Dazhih, Shongshan Airport dan gedung Taipei 101.

Jika membuka lembaran sejarah kereta MRT, awalnya justru berasal dari gambar kartunis semata. Kota di Inggris dulu sering dipadati dengan nuansa kemacetan mobil di jalan, dan kartunis yang awalnya bermaksud menyindir kondisi kemacetan, menggambar sebuah lukisan kartun yang berupa langkah mengatasi kemacetan, dan ada satu orang yang didudukkan di atas pesawat jet, dengan cukup menekan tombol, maka pesawat jet sekalipun terbang melampaui jalan, akan tetap tiba di tempat tujuan.

Ada yang tertawa ada pula yang meras si kartunis memiliki daya imajinasi yang terlampau tinggi.

Ada yang tertawa ada pula yang meras si kartunis memiliki daya imajinasi yang terlampau tinggi. Namun para teknisi yang mewujudkan impian menjadi kenyataan, membuat jalur khusus yang dapat terbang di udara atau masuk ke dalam bawah tanah, dan impian itu kini hadir sebagai sarana tranportasi kereta MRT. Kartun yang bertajuk “Melompat ” masih tercatat dalam benak Yang Tzu-pao, dan ia masukkan ke dalam kata kunci pencarian data terkait kereta MRT.

“Jika kereta THSR membuat manusia mampu berkhayal, maka kereta MRT justru mampu mengembalikan manusia ke kenyataan hidup”, dimana jarak antar stasiun hanya sekitar 3 menit perjalanan, sehingga waktu ini tetap menjadikan yang sibuk dan yang suka melamun, berada dalam irama denyut kehidupan yang senada.

TRTC Sajikan “Pesta Bergerak”

Yang menjelaskan bahwa kereta MRT adalah sarana tranportasi yang dipenuhi dengan sasaran target nan jelas, semua dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam mencapai satu tempat.

Yang Tzu-pao sempat meluncurkan beberapa buku karya tulisannya, antara lain “Arsitektur Bangunan Kereta MRT Klasik Dunia”, “Tatanan Seni Publik MRT” dan “Seni Masuk ke Stasiun: Seni Publik MRT”. Membahas tentang MRT, seperti mengaitkan kembali jiwa pacu seorang teknisi yang terpendam dalam hati, namun jika kembali masuk ke perbincangan umum, ia kembali berikan kesan seorang sastrawan yang humanis.

Yang menjelaskan bahwa kereta MRT adalah sarana tranportasi yang dipenuhi dengan sasaran target nan jelas, semua dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam mencapai satu tempat. Para penumpang yang memang ingin cepat tiba, tidak perlu berpura-pura berhenti dan merasakan keadaan di sekitarnya. “Di mulai dari buku panduan petunjuk penggunaan sarana transportasi, kita langsung segera memasuki tahap menikmati sarana transportasi, di antara jedah percepatan dan perlambatan kereta, penumpang dapat merasakan detak irama yang berbeda”, jelas  Yang Tzu-pao.

Mengutip dari sastrawan Perancis, Charles Baudelaire yang menyebutkan bahwa “Perubahan wujud rupa kota lebih cepat dari detak jantung manusia”, Yang Tzu-pao menyarankan untuk membuka setiap sel tubuh dalam tubuh untuk menikmatinya.

Stasiun MRT selalu sibuk, senantiasa lahirkan cerita pertemuan, dengan tambahan perangkat pedoman yang baru, penumpang dipersilahkan hilir mudik di dalam arus kota, sejukkan kembali hati dan jiwa dengan Seni Publik yang tersaji, berlalu lalang di tengah perubahan gunung dan laut, menyulam sebuah pesta yang bergerak, sehingga setiap manusia dapat menulis legenda kota miliknya sendiri dalam waktu yang singkat.