Kembali ke konten utama
Dengarkan Kembali Re-Desain Soundscape MRT
2018-06-25

Mike Lin berharap masyarakat bisa belajar untuk mendengar suara berkualitas.

Mike Lin berharap masyarakat bisa belajar untuk mendengar suara berkualitas.

 

Sudahkah Anda "Dengar"? Suara peringatan di pintu masuk Mass Rapid Transit (MRT) Taipei telah diubah dari bunyi  mekanis yang monoton menjadi melodi  piano menyenangkan. Ketika kereta MRT memasuki stasiun interchange, suara  piano yang ringan menggema di gerbong, mengingatkan penumpang untuk berganti kereta. Pada saat kereta jalur Biru, Hijau, Merah dan Oranye mendekati stasiun, melodi khusus untuk jalur bersangkutan akan diputar di peron, mendampingi warga kota dalam memulai atau mengakhiri hari kerja. Musik  di stasiun MRT ini diharapkan bisa menjadi bagian dari memori indah tentang Taipei bagi masyarakat.

Diawali dengan perubahan satu nada tunggal, ini adalah langkah kecil dalam Program Soundscape Taipei, tapi suatu langkah besar dalam peningkatan dan penyempurnaan budaya perkotaan.

 

Dengarkan Kembali Re-Desain Soundscape MRT

Sejak tahun 2007, dosen ilmu sosiologi musik di Universitas Nasional Taiwan, Lee Ming-tsung, selalu memulai kelas hari pertama dengan mengajarkan kepada siswanya tentang konsep “Soundscape” dari bapak ekologi akustik R. Murray Schafer, dengan tujuan agar para siwa dapat menaruh perhatian pada konsep tersebut  dan berkesempatan mengubah lanskap suara dunia.

Ketika Ko Wen-je terpilih menjadi Walikota Taipei pada tahun 2014, Lee yang merangkap sebagai penasehat kebijakan administrasi pemerintah Taipei mengusulkan suatu proyek kepada Departemen Urusan Kebudayaan. Walaupun kecil, proyek desain soundscape sistem MRT Taipei tersebut patut dieksplorasi secara mendalam dan warga bisa turut berpartisipasi.

Emma Kao beranggapan, musik ambien bagaikan minyak atau dupa pewangi, tidak berwujud namun bisa diam-diam mempengaruhi suasana hati manusia.Emma Kao beranggapan, musik ambien bagaikan minyak atau dupa pewangi, tidak berwujud namun bisa diam-diam mempengaruhi suasana hati manusia.

Hentikan Pengabaian Terhadap Suara

Ahli sosiologi Amerika C. Wright Mills mengungkapkan ide “Imajinasi sosiologis,” yaitu proses dan upaya di mana setiap orang menghubungkan situasi pribadinya dengan isu publik. Deangan mengaplikasikan konsep ini pada soundscape MRT Taipei, Lee Ming-tsung berharap masyarakat bisa merenungkan apakah ada barang atau hal lazim yang selalu kita abaikan dalam lingkungan publik, misalnya suara peringatan MRT. Ketika setiap orang menganggap suara desibel tinggi hanya berfungsi sebagai peringatan bagi kalangan cacat mata, mereka mengabaikan kenyataan bahwa bagi kaum cacat mata yang lebih sensitif pada suara daripada kebanyakan orang, suara desibel tinggi lebih-lebih tidak dapat ditoleransi. Menghubungkan situasi pribadi kalangan cacat mata dengan desain lingkungan publik, adalah contoh “Imajinasi sosiologis.” Dengan merenungkan isu ini, kita bisa meninjau kembali apakah tempat umum kita cukup ramah, dan apakah kita telah memperhatikan kebutuhan serta perasaan kaum lemah.

Desain efek suara sistem MRT Taipei, meski masih banyak ruang perbaikan, adalah awal dari perubahan. “Ini adalah hal sepele, tapi ketika mencermati detail kecil segi budaya, kita pasti akan mempertimbangkan kembali hubungan antara individu dan lingkungan,” tutur Lee.

Untuk itu, Departemen Urusan Kebudayaan bekerja sama dengan Perusahaan MRT Taipei, mengambil langkah perubahan pertama dengan mengubah suara  mekanis di pintu masuk MRT menjadi suara  piano.

Dengarkan Kembali Re-Desain Soundscape MRT

Semuanya Bermula dari Detail

Tapi perubahan satu suara saja telah menyibukkan banyak orang. Menurut desain awal, bunyi chord piano diharapkan bisa berubah dan secara acak membentuk melodi, tapi desain tersebut tidak mampu terwujud karena pembatasan ukuran file audio. Akhirnya sistem nada tunggal diadopsi, dan inipun membutuhkan penyetelan frekuensi berulang kali dari tim desain, agar suara yang dihasilkan tidak terlalu tinggi atau rendah, dan bisa terdengar “Menyenangkan” dan “Nyaman.”

Tahap kedua dari Program Soundscape Taipei adalah mendesain musik yang akan diputar setiap kali  kereta MRT memasuki stasiun. Musik yang unik dirancang untuk empat jalur ramai penumpang, masing-masing Jalur Tamsui-Xinyi (Jalur Merah), Jalur Bannan (Biru), Jalur Songshan-Xindian (Hijau) dan Jalur Zhonghe-Xinlu (Oranye).

Pengarang musik Jalur Merah, Summer Lei menggunakan piano, gitar dan celesta untuk menciptakan musik yang membawa penumpang dari masa kuno Tamsui hingga era modern Taipei 101. Ken Chou, terinspirasi oleh temperamen artistik dan akademik Jalur Hijau, ia meminjam melodi dari nokturno Chopin dan menyuntikkan sedikit elemen jazz untuk menghasilkan melodi yang menenangkan dan memesona.

Cincin Lee menggabungkan tempo 5/4 yang jarang ditemukan dengan melodi piano diulang-ulang untuk meringankan kegelisahan penumpang Jalur Bannan, jalur MRT Taipei paling sibuk. Sementara itu George Chen, mengamati bahwa mayoritas penumpang Jalur Zhonghe-Xinlu adalah komuter, maka ia memutuskan mengadopsi melodi bersifat “Ringan” dan “Humoris,” memakai nada musik elektronik untuk menciptakan perasaan mekanis dan fantasi untuk mendampingi para komuter pulang dan pergi kerja.

Tahap ketiga adalah desain musik yang diputar di dalam gerbong MRT pada saat kereta mendekati stasiun interchange dan terminal. Melodi piano karya Ken Chou yang terdiri dari not seperenam belas, tidak hanya mengingatkan penumpang bahwa mereka bisa ganti kereta atau sudah tiba di stasiun terakhir, tetapi juga memberikan kesan menyegarkan bagi pengunjung pertama kali di Taipei.

Selanjutnya adalah pekerjaan paling sulit: Desain musik ambien di dalam stasiun, khususnya ruangan antara pintu masuk dan pintu keluar stasiun. Mengintegrasikan musik ke dalam stasiun MRT adalah perwujudan partisipasi musik untuk tempat umum, tapi tantangan yang dihadapi ternyata sangat tinggi, termasuk akustik ruang yang berlainan di setiap stasiun, jumlah komuter yang beragam, dan perbedaan perlengkapan sistem penyiaran publik. Suara tidak mampu dilihat, dan upaya membuatnya pas untuk terdengar nyaman di telinga bukan hal yang mudah. Tim desain telah mencoba dan mencoba lagi hingga ratusan kali untuk menyetel volume, tempo, pengaturan lagu, instrumentasi dan frekuensi. Dalam prosesnya, tidak hanya dihimpun opini dari ahli musik dan suara, juga dari masyarakat umum selaku pengguna. Semua ini adalah upaya yang tidak mampu dilihat, tujuannya juga tidak mampu dicapai dengan segera, tapi merupakan proses kumulatif yang membutuhkan komunikasi berkesinambungan.

Musik karya Chang Chun-tzu untuk Stasiun Bandara Songshan bernuansa futuristik, mempersiapkan keberangkatan setiap petualang.Musik karya Chang Chun-tzu untuk Stasiun Bandara Songshan bernuansa futuristik, mempersiapkan keberangkatan setiap petualang.

Mencari Faktor Umum Terbesar

Dalam proses komunikasi, tentu saja partisipasi publik sangat diperlukan.

Selain menggelar lokakarya, Pemerintah Kota Taipei juga mengundang partisipasi warga dengan mengirimkan masukan untuk musik ambien stasiun tahap kedua. Website resmi untuk pemilihan musik juga secara khusus merancang berbagai permainan DIY, di mana para peserta bisa memproduksi musik sendiri yang unik melalui pilihan kombinasi melodi, irama dan suara berlainan.

Lomba produksi musik tersebut meraih respon hangat. Secara keseluruhan, sejumlah 447 karya dari 12 negara atau daerah turut berkompetisi sebagai musik ambien stasiun Dongmen, Kuil Longshan, Bandara Songshan, Xiangshan dan Taipei Arena.

Pengarang musik yang terpilih untuk Stasiun Bandara Songshan, Chang Chun-tzu, baru saja tamat dari jurusan Desain Industri Universitas Nasional Cheng Kung. Chang yang belajar piano sejak kecil suka menggunakan cara rekaman lapangan sebagai catatan hidup. Karyanya “Penjelajahan Petualang” menggunakan dua garis sonik sederhana untuk menggambarkan ombak datang dan pergi, melambangkan dialog antara harapan petualangan dan memori masa lampau, dan mempersiapkan keberangkatan setiap petualang di tengah kabut halus.

Emma Kao pernah ambil bagian di banyak produksi soundtrack untuk film domestik, juga sering memenangkan berbagai lomba kreativitas musik. Menurutnya, musik ambien bagaikan minyak atau dupa pewangi, tidak berwujud namun bisa diam-diam mempengaruhi suasana hati manusia. Musik karyanya untuk Stasiun Xiangshan memakai alat musik petik seperti gitar dan mandolin untuk menciptakan nada suara renyah. Menggunakan skala yang diulang-ulang serta teknik penambahan dan pengurangan lapisan, Kao menghadirkan aroma menyegarkan melalui musiknya.

Chang Yung-chiao, yang menekuni komposisi musik film di San Francisco, menggunakan berbagai alat musik Tiongkok kemahirannya seperti suona, gong, drum, dan menambahkan suara bass elektrik untuk mengekspresikan keramaian dan keriuhan Kuil Longshan. Ketua Harvest Music Production Mike Lin, selaku penyelenggara proyek musik ambien MRT Taipei dan  juga sebagai salah satu juri, ia beranggapan bahwa musik ini sangat elegan, sedangkan instrumentasinya sangat cerdik dan global.

Melalui desain ulang soundscape MRT Taipei, Lee Ming-tsung mengharapkan telinga masyarakat menjadi terbuka untuk kembali mendengar.Melalui desain ulang soundscape MRT Taipei, Lee Ming-tsung mengharapkan telinga masyarakat menjadi terbuka untuk kembali mendengar.

Komponis Ma Yi-xian hendak mengekspresikan “Spirit urban” sibuk dan dinamis melalui musik kreasinya untuk Stasiun Taipei Arena. Materi yang dipergunakan adalah suara yang direkam olehnya sendiri di dalam stasiun, antara lain suara manusia, langkah kaki, buka dan tutup pintu serta tepuk tangan. Fokus karya ini adalah irama, dikelilingi oleh elemen lain bagaikan suatu kolase. Hasilnya adalah suatu kreasi paling luar biasa di antara lima seleksi top, dan yang paling mampu diidentikkan oleh komuter dengan keunikan lokal.

Musik untuk Stasiun Dongmen diciptakan bersama oleh Yin Chen dan Zero Hsu. Berdasarkan tema “Pasar yang ramai” dan “Sentimen manusia yang hangat,” mereka berusaha menciptakan suatu kondisi bagi “Permainan Dongmen” dengan menggunakan skala pentatonik dari musik tradisional Tiongkok. Tarian melodi erhu yang dimainkan oleh Yin didukung dengan  orkestra ala barat yang harmonis dari Hsu, menghasilkan suatu interaksi antara musik tradisional dan modern, menyimbolkan semangat transisional antara Taipei sebagai kota tua dan metropolitan yang modern.

Melalui penyelenggaraan lomba untuk memilih karya dari masukan rakyat, disadari bahwa makna paling penting dari partisipasi publik adalah mendengarkan opini berbagai kalangan dan menemukan suatu faktor umum terbesar. Sebagai contoh, ketika musik pertama dikumandangkan saat kereta mendekati stasiun-stasiun di Jalur Zhonghe-Xinlu, banyak warga menelepon hotline 1999 untuk memprotes, dan netizen mengeluh di media sosial bahwa musik itu aneh, tidak nyaman dan membuat orang berperasaan buruk. Pada saat meminta pendesain untuk mengadakan revisi, tim pendesain sebenarnya sudah siap-siap untuk mengganti musik. Tapi Lee Ming-tsung berargumen bahwa ini sebenarnya adalah hal baik. Ia merasa gembira mendengar suara berlainan dan melihat munculnya opini dan kritik, karena ini berarti “Rakyat mulai menaruh perhatian, setiap orang mulai membuka telinga untuk mendengar, dan inilah yang saya inginkan.” 

Suara apa yang menjadi memori Anda tentang Kuil Longshan?Suara apa yang menjadi memori Anda tentang Kuil Longshan?

Membuka Telinga untuk  Kembali “Mendengar”

Tujuan dalam mengatasi begitu banyak kendala untuk mendesain kembali soundscape MRT Taipei adalah membuat rakyat membuka telinga dan kembali “mendengar.” Tapi kita mungkin meragukan, bukankah sebelum mendengar kita harus diam? Mengapa pihak berwenang memilih untuk menambah lebih banyak suara lagi ke dalam lingkungan? “Menurut pandangan saya,” jelas Lee Ming-tsung, “Kita harus menambah dulu sebelum kebutuhan muncul bagi pengurangan untuk dilakukan.” Keefektifan slogan di atas papan petunjuk untuk mengurangi kebisingan sangat minim, maka sebaiknya massa dipancing untuk membuka kembali telinga dan mendengar suara di sekitarnya.

Atas alasan ini, Lee berkali-kali menegaskan bahwa fokus musik ambien adalah lingkungan. Musik tersebut harus berbaur dengan lingkungan, bukan menjadi soundtrack untuk lingkungan; Ia tidak boleh mengganggu lingkungan, tapi memiliki keunikan mudah diidentifikasi; Ia juga bisa merendahkan suara dan menenangkan hati massa. Hubungannya dengan lingkungan adalah “Di dalam objek dan di luar objek.” Dikatakan secara sederhana, musik ini seharusnya "Terdengar tapi juga tidak terdengar.” Inilah tantangan paling berat bagi pejabat pemerintah.

Dibandingkan lanskap visual, perubahan soundscape lebih jauh lebih kecil dan sering tak kentara. Lagipula, tujuan musik ambien adalah untuk “Mix” ke dalam lingkungan, bukan untuk ditonjolkan, maka Mike Lin mengaku bahwa “Program ini sebenarnya adalah suatu pelopor.” Biasanya prestasi suatu kebijaksanaan dinilai berdasarkan apa yang dilihat, maka Pemerintah Kota Taipei sebenarnya bisa meraih lebih banyak penghargaan dengan mempromosikan program yang dapat membuahkan hasil visual. “Tapi,” tutur Lin, “Kalau tidak melakukannya sekarang, kita tidak akan berkesempatan untuk tiba di “Sana.”

Tapi apa yang ada di “Sana”?

Suatu estetik kenyamanan yang sulit dilukiskan setelah pendesain memandang dan mempertimbangkan semua aspek dari segi pengguna; Juga suatu masa depan di mana perhatian penuh diberikan pada detail, di mana budaya telah ditingkatkan, dan di mana semuanya telah melangkah menuju pemurnian.

“Telinga kita tidak ada penutupnya, maka kita ditakdirkan harus mendengar terus, tapi ini tidak berarti kita mempunyai telinga yang terbuka,” demikian kata R. Murray Schafer.

Bukalah telinga, belajarlah untuk mendengar dan bangunkan indra kita. Berawal dari satu not tunggal, mari bersama-sama mengubah soundscape Taipei.