Kembali ke konten utama
Menguak Selembar Halaman Ruang Perpustakaan Taipei di Era Baru
2018-07-16

Ruangan dekat pintu masuk perpustakaan “Tidak Hanya 3x3”, tempat untuk memamerkan koleksi, karya konsep, sikap dan koleksi eksperimen yang menarik dari para desainer, seniman dan pengarang.

Ruangan dekat pintu masuk perpustakaan “Tidak Hanya 3x3”, tempat untuk memamerkan koleksi, karya konsep, sikap dan koleksi eksperimen yang menarik dari para desainer, seniman dan pengarang.

 

Di zaman dunia maya yang dominan, manusia tetap membutuhkan eksistensi  perpustakaan. Zaman digital yang sudah bergulir selama lima dasawarsa tidak mampu menggantikan wadah ilmu pengetahuan manusia yang sudah digalang selama lima ribu tahun lamanya. Di saat daya ingat manusia yang singkat  ini semakin rapuh dan hampir sirna, beruntung sekali di suatu sudut kota masih terselip beberapa tempat untuk menampung ingatan konkrit kehidupan manusia.

 

“Tidak Hanya Sebuah Perpustakaan Saja” mulai tahun ini akan tersedia majalah desain independen dalam dan luar negeri.“Tidak Hanya Sebuah Perpustakaan Saja” mulai tahun ini akan tersedia majalah desain independen dalam dan luar negeri.

Ketika tangan hendak menjepret pemandangan di hadapan mata, namun segera kusadari, apakah tidak berlebihan tindakan tadi jika dilakukan di hadapan dua ribuan jilid buku koleksi foto yang ada di atas rak-rak itu? Ruang seperti ini hanya bisa diwujudkan berkat upaya para pecinta fotografi, lihat saja, dari namanya Lightbox, sudah menceritakan semuanya.

Perpustakaan Foto: Lightbox

Begitu banyak nama khusus tentang fotografi, mengapa justru memilih nama Lightbox? Pendirinya, Tsao Liang-pin, menjelaskan “Lightbox adalah perangkat untuk memeriksa negatif film, sehingga saya berharap ruang ini adalah tempat yang beraura energi seperti lightbox yang memancarkan sinar terangnya. Melalui buku-buku fotografi yang ada, diharapkan para pecintanya bisa saling mendapatkan pengetahuan baru. Ini akan sangat menggembirakan.” Pemakaian nama Lightbox yang bernuansa seni juga merupakan suatu kebetulan agar bisa terpilah dari nama lain seperti Art museum “Whitebox,” atau “Blackbox” sebutan lain dari teater.

Ide pendirian Blackbox berkaitan erat dengan dua pengalaman Tsao Liang-pin. Akhir 2014, Buku Koleksi Foto pertamanya yang mendapatkan subsidi dari Yayasan Seni Budaya Nasional diterbitkan, tapi setelah ini, jalan baru saja separuh dilakoninya, lalu apa lagi untuk selanjutnya? Ia mulai memikirkan siapa saja yang masih bisa tertarik oleh bukunya itu. Kemudian, ia berpartisipasi dalam program riset sejarah fotografi Taiwan dari Museum Nasional Taiwan. Sebagai salah satu anggota penulis mereka, Tsao mengumpulkan data-data sejarah fotografi Taiwan tempo dulu yang ternyata sangat tercecer dan sulit diteliti. “Oleh sebab itu ketika saya membentuk Ruang Fotografi, mengingat Taipei tidak kekurangan tempat pameran, tetapi sangat sedikit ruang untuk membaca, belajar, berdiskusi hobi fotografi, maka mungkin kelak akan pindah lagi ke suatu tempat yang lebih luas ”.

Tsao Liang-pin mempromosikan Kolom di koran dan Buku Koleksi Foto Robert Frank yang diterbitkan harian Süddeutsche ZeitungTsao Liang-pin mempromosikan Kolom di koran dan Buku Koleksi Foto Robert Frank yang diterbitkan harian Süddeutsche Zeitung

Di era yang marak dengan pemakaian gambar-gambar, manusia mudah tertarik dengan cepat, tapi juga cepat melupakannya. Sangat mudah berselancar dan mencari gambar foto di samudera internet, tetapi sangat kurang akan ketertiban dan sistematisasinya, semua tercerai-berai tak teratur. Bagi Tsao, “Buku Koleksi Foto berada di antara karya original dan digital, museum seni belum tentu mampu membeli karya foto original, tapi akan lebih mudah jika membeli buku koleksi foto, lagi pula buku merupakan tampilan denyut nadi kreativitas semangat penulisnya.”

Mengumpulkan 2.000 buku koleksi

Koleksi buku yang mencapai 2.272 buah, adalah hasil  jerih payah banyak orang. Tsao sendiri menyumbangkan 400 buku koleksinya, tindakannya ini menarik perhatian Prof. Kuo Li-hsin, dosen National Chengchi University, yang mengantarkan sendiri 24 kotak kardus berisi buku koleksinya, ini telah membuat petugas perpustakaan menghabiskan waktu tiga bulan lebih untuk menatanya.

Pendiri “Perpustakaan Foto Lightbox” Tsao Liang-pin.Pendiri “Perpustakaan Foto Lightbox” Tsao Liang-pin.

Majalah Jepang IMA yang diterbitkan per kwartal juga mengirimkan majalahnya sebanyak tiga kotak besar. Fotografer dokumenter Amerika Serikat, Robert Frank, usai kunjungan Tsao ke New York, juga telah menyumbangkan beberapa buku koleksi foto miliknya; Saat mengadakan lawatan budaya ke Paris, Tsao menyumbangkan sepuluh lebih buku koleksi foto Taiwan, tiga bulan kemudian, Perpustakaan Nasional Perancis mengirim setumpuk surat dokumen, yang dengan jelas mencantumkan detail buku-buku tersebut yang dipajang di rak perpustakaan mereka. Ada juga pembaca yang meninggalkan pesan di fanpage, menanyakan buku koleksi fotografer Jepang tertentu, dan ketika mengetahui mereka belum punya, pembaca tersebut segera membeli buku itu di internet dan dialamatkan ke perpustakaan foto Lightbox.

Buku koleksi foto jumlahnya mendominasi buku-buku yang ada di perpustakaan, selain itu juga ada buku sejarah fotografi, buku ulasan, majalah fotografi, buku dokumentasi pameran foto. Dengan semakin bertambahnya jumlah buku, tengah dipertimbangkan pemindahan lokasi ke tempat yang lebih luas, dengan mencakup lebih banyak jenis buku seperti teknik fotografi dan film dokumenter. 

Tustel kecil menjadi pajangan unik di atas rak buku.Tustel kecil menjadi pajangan unik di atas rak buku.

“Sebenarnya buku-buku bisa dibeli secara sekaligus dengan membuat anggarannya terlebih dahulu, tapi cara individual seperti ini sangat monoton, proses pengumpulan dengan cara menerima sumbangan buku dari para donatur, relawan atau pendengar, setahun pelan-pelan mendekati jumlah mencapai target 2000 buku”. Bagi Tsao proses ramai-ramai bergotong-royong seperti ini lebih berkesan, sampai sekarang sudah terkumpul 190 donatur, sebab dengan cara ini bisa berkomunikasi dengan berbagai kelompok fotografer yang berbeda, dan bisa menjajaki pertanyaan dan minat mereka terhadap fotografi.

Kelompok dan grup mudah menarik teman sehobi, tapi juga akan menghadapi orang-orang awam yang baru tertarik. “Kami mengharapkan kehadiran kalangan profesional, tidak tertutup dalam keterbatasan grup foto saja, agar saat pengembangannya bisa menyerap kalangan bidang lain untuk bergabung, ini sangat penting bagi kami.” Selain bertukar buku, Lightbox juga mengundang fotografer luar negeri untuk berceramah atau mengadakan workshop di Taiwan, agar menjalin dialog antara fotografer luar negeri dan lokal.

“Perpustakaan Foto Lightbox” menyediakan ruangan bersama untuk berbagi ilmu pengetahuan.“Perpustakaan Foto Lightbox” menyediakan ruangan bersama untuk berbagi ilmu pengetahuan.

Apakah perbedaan Lightbox dengan Pusat Budaya Fotografi Nasional yang baru saja rampung pada tahun 2018, yang menggalakkan sejarah fotografi Taiwan, kesenian fotografi, penelitian data dan penyimpanan, serta mengadakan pameran pendidikan dan perkembangannya?

Tsao menjelaskan pihaknya tidak menyediakan ruang koleksi khusus, sistem klasifikasi perpustakaan sekarang ini tidak  mencukupi keragaman perkembangan fotografi kontemporer, sulit mengandalkan institusi tertentu, untuk itu sangat perlu pengadaan perpustakaan khusus. “Yang berbeda dengan Museum Kesenian, kami berfokus pada koleksi, menata dan mendorong hasil penerbitan fotografi Taiwan, jadi tugasnya mirip seperti sedang melakukan pengarsipan.”

Kritikus Seni kenamaan Amerika, Susan Sontag, dalam bukunya “On Photography” menyinggung, buku adalah cara memperkenalkan foto yang paling berpotensi, dan  sekaligus mempertahankan usia fotonya. Walaupun percetakan di atas kertas sudah semakin merosot dari tahun ke tahun dan prospek fotografi juga semakin suram, kemunculan Lightbox diharapkan bisa mengumpulkan kekuatan energi berfotografi, memfokuskan nilai fotografi Taiwan menjadi suatu budaya seni fotografi lokal yang piawai dan terus berkembang.

“Tidak Hanya Sebuah Perpustakaan Saja” mulai tahun ini akan tersedia majalah desain independen dalam dan luar negeri.“Tidak Hanya Sebuah Perpustakaan Saja” mulai tahun ini akan tersedia majalah desain independen dalam dan luar negeri.

Tidak hanya perpustakaan, tapi ruang berinovasi

Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai sebuah perpustakaan saja, saat senja tiba, meja kursi bisa dipinggirkan, dan arena ini bisa disulap menjadi tempat muda-mudi berembuk, alunan suara musik jazz terdengar saat pintu terkuak sedikit. Ini hanyalah nuansa di suatu akhir pekan saja, selebihnya perpustakaan tetap dalam keheningannya, bercengkerama dengan buku-buku, kontras sekali dengan suara hiruk pikuk  di luar. Ukiran pada kusen jendela yang indah, bersama rak-rak buku yang tak bersuara, menyimpan majalah kontemporer, sementara rotasi waktu berjalan lambat. Dipenuhi dengan buku desain, ruangan kecil 3x3 adalah arena untuk berdiskusi, bazar, pagelaran musik dan pesta dansa.

Hei! Jangan membawa kamera ke luar dari studio, mari kembali pada tema “Buku.” Jumlah koleksi kami di atas 30 ribu buku, ratusan majalah desain dari dalam dan luar negeri, meliputi desain grafis, desain industri, arsitektur, fashion, seni dan kerajinan, setiap tahun rutin memasok buku, di tahun ini menambahkan majalah dalam dan luar negeri secara berkala, yang menitikberatkan pada bidang non komersial.

Menjelajahi sepintas isi perpustakaan, Anda akan menemukan banyak buku yang tidak berkaitan dengan desain, misalnya tentang gizi, masak, fotografi, musik, estetik dan lain-lain. “Kami juga menambah koleksi buku tentang seni dan gaya hidup. Desain tidak harus terbatas pada objek saja, tetapi perlu didukung oleh kebutuhan gaya hidup. Sebab kalau hanya pada objek desainnya saja, mudah ditelan arus, karena selalu menyorot pada sudut padang dari luar negeri, jika mencurahkan unsur seni, konsep pemikirannya jadi lebih independen, tidak hanya hasil suatu desain saja. Maka unsur pra-desain yang berkaitan akan diperhitungkan pula.”

“Tidak Hanya Sebuah Perpustakaan Saja” (Nama asalnya Perpustakaan Desain), tempat ini dikelola oleh Pusat Desain Kreatif Taiwan di lantai 2 sisi utara pabrik rokok “Taman Kreatif Budaya Shongshan”, dan merupakan sebuah pusat informasi dan pelayanan desain yang profesional di Taiwan.“Tidak Hanya Sebuah Perpustakaan Saja” (Nama asalnya Perpustakaan Desain), tempat ini dikelola oleh Pusat Desain Kreatif Taiwan di lantai 2 sisi utara pabrik rokok “Taman Kreatif Budaya Shongshan”, dan merupakan sebuah pusat informasi dan pelayanan desain yang profesional di Taiwan.

Saat jaringan internet sudah berkembang pesat di dunia masa kini, mengapa kami masih butuh untuk membaca buku? Saat kita bisa begitu mudah mendapatkan informasi desain, buat apa berjalan ke gedung perpustakaan? Leslie Liu memberikan tiga alasan. Pertama, di era informasi yang meluap, keberadaan buku semakin dibutuhkan. Di dunia internet yang kaya informasi, sebagian besar diperoleh cukup dengan melakukan copy paste saja, repetitifnya tinggi sekali, dalam keadaan seperti ini buku  adalah pilihan yang paling efisien. Internet bukan segalanya, kalau ingin menjajaki lebih mendalam sistematisasi pola budaya sejarah, misalnya kamus tentang kostum atau desain Timur Tengah, bukulah sumber untuk menimba ilmu.

Kedua, ketika mencari informasi di internet, yang berada di urutan teratas condong termasuk golongan arus utama, “Dalam mendesain sangat penting mendapatkan sosok jati diri sendiri,” membuka buku-buku dari zaman berbeda akan memberikan masukan yang tidak sama. Ketiga, di internet mudah menemukan sumber yang serupa, tapi kadang inspirasi itu datang dari sesuatu hal yang tidak pernah kita duga dan asing bagi kita. “Itulah pentingnya keberadaan buku dan perpustakaan, yang bisa memberikan ilmu pengetahuan dari berbagai level.”

“Tidak hanya sebuah perpustakaan saja,” di sini tersimpan koleksi 30.000 buku dan 100 macam majalah dari dalam dan luar negeri.“Tidak hanya sebuah perpustakaan saja,” di sini tersimpan koleksi 30.000 buku dan 100 macam majalah dari dalam dan luar negeri.

Terobosan memutarbalikkan konsep tradisional

Perpustakaan ini tidak hanya sebuah ruangan, juga sebuah medium. Dalam setiap pameran, tema pameran semua berkaitan dengan salah satu jenis bentuk desainnya, karena berharap pengunjung begitu masuk sudah bisa melihat sebagian isinya, misalnya  pameran bordir yang baru saja usai, telah menarik perhatian orang yang berminat pada fashion atau seni pahat untuk menjelajahi ruangan mencari ilmu pengetahuan dari buku-buku yang berkaitan.

Desainer yang akan diundang berpameran di sini adalah sosok yang gemar bereksperimen, dengan ide yang belum berkembang matang. “Kalau tidak ya dipamerkan di Museum Desain saja,” tutur Leslie Liu sambil tertawa, “Sebab ini adalah arena yang mengandung segala kemungkinan berkreativitas, sebuah terobosan yang memutarbalikkan konsep tradisional.”

Menguak Selembar Halaman Ruang Perpustakaan Taipei di Era Baru

Dengan hasrat mencapai integrasi fungsional yang lebih besar, perpustakaan yang sekarang berada di lantai dua sisi utara pabrik rokok tua ini, pada bulan September akan dipindahkan ke lantai satum, yaitu di sebelah “Gedung Desain Taiwan,” maka pengunjung setelah melihat-lihat di museum desain, bisa melanjutkan ke perpustakaan membaca buku-buku yang diinginkan. Desain ruang yang baru nantinya juga berbeda dengan gaya industri seperti sekarang ini, maka bagi yang ingin menyaksikan perubahannya, jangan lupa mampir untuk melihatnya sendiri.