Kembali ke konten utama
Bunga Kebebasan Bermekaran Membaca Lai Ho di Changhua
2018-10-29

Bunga Kebebasan Bermekaran Membaca Lai Ho di Changhua

 

Rumah peninggalan sastrawan terkemuka dunia seperti Victor Hugo, Johann Wolfgang von Goethe, William Shakespeare and Lu Xun, adalah memori yang selalu dikenang.

Sama halnya dengan kampung halaman Lai Ho yang dihormati sebagai "Bapak Literatur Modern Taiwan" dan "Lu Xun Taiwan." Di berbagai pelosok Changhua, dari Gunung Bagua sampai Kelenteng Konghucu, dan dari Rumah Tamu Agung sampai Kantor Polisi Changhua, kita bisa menemukan jejak karya Lai Ho, membentuk satu geografi sastra yang unik.

 

Mazu Changhua berkumis

Dilahirkan di Changhua pada 1894, Lai Ho sejak kecil menerima pendidikan dalam bahasa Jepang dan Tionghoa. Setelah tamat dari Sekolah Kedokteran Taiwan (Sekarang Fakultas Kedokteran di bawah Universitas Nasional Taiwan) dan mulai bekerja, ia menyaksikan dengan mata sendiri perlakuan tidak adil yang dialami masyarakat Taiwan. Dalam karyanya “Si Empat,” Lai Ho menulis bahwa pegawai Taiwan hanya dibayar separuh dari gaji pegawai Jepang, tidak diizinkan menetap di asrama perusahaan, sementara subsidi penyewaan rumah juga lebih sedikit. Setelah menjadi seorang dokter, Lai sering menulis artikel yang melukiskan eksploitasi dan penindasan terhadap masyarakat Taiwan di bawah penjajahan Jepang, dan mengritik kekurangan serta kekejaman pemerintahan kolonialisme, membuatnya dikenal sebagai sastrawan kebangsaan anti imperialisme dan feodalisme.

“Berjuang Demi Keadilan” adalah semboyan hidup Lai Ho.“Berjuang Demi Keadilan” adalah semboyan hidup Lai Ho.

Sastrawan Yeh Shih-tao dalam artikelnya “Mengapa Lai Ho adalah Bapak Literatur Modern Taiwan?” menguraikan, karya Lai Ho bernuansa semangat protes, perlawanan serta pengecaman, mampu menangkap takdir sejarah Taiwan yang unik dalam tulisan, dan memastikan peran Lai sebagai pionir dalam “Literatur baru Taiwan.”

Satu abad telah berlalu sejak Lai Ho kembali ke Changhua dan mendirikan “Klinik Lai Ho” pada 1917. Klinik di sebuah bangunan gaya Jepang beratap genteng hitam itu, sekarang sudah dibangun kembali menjadi sebuah bangunan bertingkat tinggi. Yang tinggal hanya sebilah balok pilar asalnya, namun semua arsip peninggalan Lai Ho disimpan di “Lai Ho Memorial” yang terletak di lantai empat bangunan tersebut.

Memasuki “Lai Ho Memorial,” slogan “Berjuang Demi Keadilan” di atas dinding seakan membawa pengunjung kembali ke masa lalu, dan melihat dengan mata sendiri semangat tak gentar penindasan otoriter yang ditampilkan Lai Ho. Barang-barang yang dipamerkan di sini mencakup introduksi riwayat hidup, kronologi karya, manuskrip, perkakas pengobatan, foto lama, buku dan arsip-arsip berharga lain milik Lai Ho.

Lai Ho dipenjarakan untuk ke dua kali pada 1941, kemudian menuangkan emosinya dalam karya “Buku Harian di Penjara.”Lai Ho dipenjarakan untuk ke dua kali pada 1941, kemudian menuangkan emosinya dalam karya “Buku Harian di Penjara.”

Salah satu kamar dimodifikasi menjadi sepenuhnya serupa dengan Klinik Lai Ho. Di atas meja dan rak di sebelah patung perunggu Lai Ho, ditemukan pena, kertas dan sehelai foto hitam-putih bangunan klinik. Dalam foto, tampak jelas becak di luar bangunan yang dipakai oleh Lai ketika bepergian. Menggunakan waktu luang di atas becak inilah, Lai Ho sering mengarang.

Mazu Changhua berkumis

Beberapa foto menampilkan gaya Lai Ho yang berbeda dari dokter tipikal berpakaian jubah putih. Kumis Lai Ho dan kemeja khas Taiwan adalah merek dagangnya, namun yang paling dihormati adalah perawatan yang diberikan secara gratis kepada pasien miskin. Pada malam Hari Raya Imlek, orang-orang biasanya membakar uang spirit, namun yang dibakar Lai Ho adalah bon biaya perawatan yang belum dibayar pasiennya. Dedikasi untuk berkontribusi pada rakyat membuat warga lokal menyebutnya sebagai “Mazu Changhua.”

Kumis dan kemeja khas Taiwan adalah merek dagang Lai Ho, yang selalu rela mengobati orang miskin di Klinik Lai Ho. (Foto: Yayasan Lai Ho)Kumis dan kemeja khas Taiwan adalah merek dagang Lai Ho, yang selalu rela mengobati orang miskin di Klinik Lai Ho. (Foto: Yayasan Lai Ho)

Wanita adalah hiburan yang diinjak-injak. Anak kecil yang lugu dan imut dengan tega dianiaya. Di bawah lingkungan ini, apa gunanya hidup hanya untuk berdamai. Meski tidak mampu menikmati kebahagiaan di saat ini, kita tetap harus berjuang demi anak dan cucu.

Petikan dari “Ratapan Negeri Selatan” karya Lai Ho ini membuktikan tekadnya untuk selalu membela kaum lemah melawan perlakuan tak berperikemanusiaan dari pemerintah kolonial; juga menampilkan harapannya agar setiap orang bisa berjuang demi masa depan generasi berikutnya.

Puisi dan prosa Lai Ho penuh dengan semangat kebangsaan dan selalu memberi dukungan bagi kaum lemah. Inspirasi bagi idealismenya bersumber dari sejumlah penulis. Dalam penutup cerita pendek “Timbangan Dacin,” Lai Ho menyebut Anatole France, penulis Perancis yang memenangkan Hadiah Nobel untuk literatur dengan karyanya “L’Affaire Crainquebille,” sebagai salah satu pengaruhnya. “Hari Raya Kurang Memuaskan” terinspirasi oleh Nikolai Gogol dari Rusia, sementara karya penulis-penulis lain di atas rak bukunya seperti Chekhov, Turgenev, Tolstoy, Goethe dan Schiller, juga telah memengaruhi gaya kreativitasnya.

Bunga kebebasan bermekaran pada “Hari Lai Ho”

Esai paling terkenal Lai Ho adalah “Timbangan Dacin” karya 1926. Cerita pendek ini bisa ditemukan di buku pelajaran sekolah menengah atas. Setiap kali tulisan ini diajarkan, Lai Ho Memorial selalu ramai dikunjungi pelajar dari berbagai pelosok Taiwan. Mereka datang untuk membaca Lai Ho secara mendalam.

Salah satu kamar di Lai Ho Memorial dimodifikasi menjadi sepenuhnya serupa dengan Klinik Lai Ho.Salah satu kamar di Lai Ho Memorial dimodifikasi menjadi sepenuhnya serupa dengan Klinik Lai Ho.

Selain itu, Lai Ho Memorial juga menggelar kegiatan-kegiatan seperti kamp sastra Lai Ho, lokakarya rencana pengajaran, penghargaan humanoria, serta festival musik dan rangkaian kegiatan untuk merayakan “Hari Lai Ho” setiap tanggal 28 Mei.

2017 adalah peringatan hari ulang tahun Lai Ho ke 123 dan tahun ke delapan digelarnya festival musik dalam rangka “Hari Lai Ho,” juga merupakan peringatan 30 tahun dicabutnya undang-undang darurat militer di Taiwan. Sejumlah kegiatan diadakan dengan tema “Bunga Kebebasan”, puisi format tradisional Tiongkok yang dikarang Lai pada 1920, termasuk serangkaian seminar dan suatu “Ziarah sastra”. Empat jalur penziarahan yang dirancang oleh para staf Lai Ho Memorial melalui diskusi sepanjang berbulan-bulan itu, membawa para peziarah sastra untuk mengenal Changhua melalui memori Lai Ho.

Dalam proses penziarahan, selain bisa melawat ke berbagai situs, yang lebih penting adalah interaksi dengan warga lokal, saling berbagi pengalaman dan pengetahuan melalui perbandingan foto dan pembacaan esai. Staf senior Huang Chih-cheng menceritakan pertemuannya dengan seorang peziarah berusia lanjut yang pernah berobat pada Lai Ho. Menurut Huang, kakek yang sangat berterima kasih pada Lai Ho itu pernah menderita luka, namun semua rumah sakit tidak berani mengobatinya, hanya Lai Ho bersedia dan akhirnya menyembuhkannya. Bisa mengetahui lebih banyak cerita tentang Lai Ho melalui pembagian pengalaman, adalah hasil tambahan dalam ziarah sastra tersebut.

“Kumpulan Literatur Rakyat Taiwan” yang dihimpun Li Xianzhang, dengan kata pengantar dari Lai Ho.“Kumpulan Literatur Rakyat Taiwan” yang dihimpun Li Xianzhang, dengan kata pengantar dari Lai Ho.

Ziarah sastra di Changhua

Di sebelah Klinik Lai Ho ada sebuah banguan yang disebut sebagai Aula Bantuan Tetangga, juga dikenal sebagai Gedung Pengemis. Perumahan sosial paling awal di Taiwan itu adalah tempat yang sering dikunjungi Lai Ho untuk mengoleksi cerita dan lagu rakyat. Budaya dan adat istiadat Taiwan yang tidak diutamakan di bawah pengaruh pendidikan kolonial Jepang itu menjadi inspirasi bagi kreativitas Lai Ho, dan karyanya sendiri menjadi media konservasi sastra lokal.

Sekolah Dasar Chung Shan yang terletak tidak jauh dari Lai Ho Memorial, memiliki sejarah lebih dari 120 tahun. Di atas karya seni “Pohon Puisi” di kampus sekolah, tertera perkenalan dan tulisan dari 12 sastrawan alumni, termasuk Lai Ho. Saat mendampingi anaknya ke sini pada hari buka sekolah, Lai Ho teringat akan pengalamannya bersekolah di sini 25 tahun sebelumnya, dan mengarang “Memori Membosankan,” suatu esai mengritik pendidikan kolonial.

Gunung Bagua adalah landmark penting Kota Changhua, juga subjek yang sering dipakai oleh Lai Ho dalam karyanya. Ada sebuah jalan setapak di sebelah gerbang masuk gunung. Menaiki tangga di jalan literatur ini, kita bisa membaca puisi ke tujuh dari sepuluh puisi yang dikarang Lai setelah membaca “Sejarah Umum Taiwan” karya Lian Heng. Di ujung jalan kita menemukan Dinding Puisi Lai Ho, dikonstruksi dengan seratus pelat baja vertikal berbentuk halaman buku tradisional. Puisi di atas dinding adalah petikan dari “Kemajuan” karya Lai Ho.

Kartu pos yang dikirim oleh ayah Lai Ho, Lai Tiansong, ke Klinik Lai Ho.Kartu pos yang dikirim oleh ayah Lai Ho, Lai Tiansong, ke Klinik Lai Ho.

Di bawah Gunung Bagua adalah lokasi Taman Changhua yang telah tidak lagi ada. Sekarang kita hanya bisa membayangkan pemandangan taman tersebut dengan membaca esai seperti “Menikmati Udara Sejuk di Taman” dan “Duduk di Taman pada Malam Hari.” Kita kemudian bisa berjalan kaki ke Kelenteng Konghucu. Lai Ho pernah sekolah di sini ketika tempat ibadah itu masih merupakan Sekolah Umum Pertama. Setelah itu, mari kita melawat ke Kuil Yuan-ching tempat pemujaan Dewa Langit untuk menyimak cerita keterlibatan Lai Ho dalam gerakan sosial dan perannya dalam Asosiasi Kebudayaan Taiwan.

Kantor polisi di persimpangan jalan berikutnya adalah markas besar polisi kolonial Jepang, tempat dipenjarakannya Lai Ho sebanyak dua kali. Pengalaman ini berpengaruh besar terhadap karya literaturnya di kemudian hari, yang mencerminkan perlawanan terhadap penjajahan dan perjuangan menuntut keadilan.

Buku dan manuskrip di Lai Ho Memorial.Buku dan manuskrip di Lai Ho Memorial.

Jalan Chenling adalah Jalan Barat Kecil yang ramai pada zaman Lai Ho. Rumah Tamu Agung di salah satu lorongnya adalah hotel dan restoran tempat reuni teman sekelas sekolah kedokteran Lai Ho pada 1941. Berkat upaya sejarawan, bangunan tersebut telah didaftarkan sebagai situs sejarah dan sedang diperbaiki.

Lai Ho Memorial, dengan arsip karya Lai Ho yang mengesankan tidak hanya sering menggelar kegiatan lokal, juga dengan aktif mempromosikan kerja sama internasional. Membaca tulisan Lai Ho bisa membuat pembaca melihat adegan sejarah. Inilah mengapa sastrawan dalam dan luar negeri sering mengunjungi Lai Ho Memorial dan menerjemahkan karyanya. Universitas California di Santa Barbara, Amerika Serikat, telah menerjemahkan puisi dan prosanya ke dalam bahasa Inggris; dan Institut Penelitian Bahasa Tionghoa di bawah Universitas Heidelberg di Jerman mengundang Yayasan Lai Ho untuk menghadiri satu acara lektur pada 2015. Semua ini telah memperkenalkan Lai Ho dan literatur baru Taiwan kepada dunia literatur internasional.

Berbeda dari pameran bersifat statis di Lai Ho Memorial, ziarah sastra pada Hari Lai Ho membawa kita ke jalanan, membaca karyanya sambil menelaah sejarah Changhua, dan menyelami makna semangat “Bunga kebebasan” Lai Ho.