Kembali ke konten utama
Patriot Kehidupan Sang Pelukis Cahaya, Louis Yen
2018-11-19

Patriot Kehidupan Sang Pelukis Cahaya, Louis Yen

 

Saat Yang Maha Esa menutup sebilah pintu, pasti akan membuka jendela yang baru, demikian halnya dengan kehidupan manusia, tidak selamanya berjalan mulus, dan kita harus mampu menghadapi konsekuensi akhirnya.

Louis Yen, menderita polio sejak masih kanak-kanak. Perkembangan otot, otak besar dan kecilnya, menyusut bahkan osteoporosis akut. Dengan bermodalkan ikut dalam kelas melukis 3 bulan saat berusia 19 tahun, selang 30 tahun kemudian, ia menggagas "Teknik mengejar cahaya", khusus mengeksplorasi tampilan sinar dan warna. Karyanya di terima dalam ajang Annual International Representational Show of the Federation of Canadian Artists selama 3 tahun berturut.

 

Penyakit polio yang dideritanya membuat Louis Yen membutuhkan penyangga untuk berkarya. (Foto: Lin Min-hsuan)Penyakit polio yang dideritanya membuat Louis Yen membutuhkan penyangga untuk berkarya. (Foto: Lin Min-hsuan)

Louis Yen dilahirkan dari sebuah keluarga tukang kunci pintu di kawasan Taoyuan pada tahun 1959. Penderita polio saat itu belum ditanggung oleh asuransi kesehatan, dan dunia medis pun belum semaju sekarang. Sekalipun Orang tuanya hanya bisa mencari penyembuhan melalui terapi alternatif, dan menghabiskan banyak uang, namun kondisi Louis Yen tidak membaik.

Ayah Tukang Kunci Pintu Terukir Kata Puluhan Ribu

Kondisi tubuh Louis Yen yang terus mengalami penyusutan hingga tak mampu lagi untuk berjalan layaknya orang normal, kerap menjadi bahan tertawaan teman-temannya di sekolah. Tekadnya yang pantang menyerah, ulet dan rajin dalam belajar, membuktikan dirinya sekalipun harus menghadapi berbagai kendala fisik, namun mampu melakukan aktivitas seperti manusia normal lainnya.

“Mr. Frog”“Mr. Frog”

Prestasi pendidikan yang diraihnya, turut meringankan beban keluarga. Louis Yen memutuskan berhenti sekolah setelah lulus SMP. Setiap hari dengan kondisi tertatih, ia mengayuh sepeda butut dari Taoyuan ke Yingge, Sanxia untuk menggelar lapak pelayanan jasa kunci pintu. Setiap kunci yang dipahatnya, justru menjadi dasar penting teknik memahat yang dimilikinya.

Perlahan, gerai kecilnya pun mulai tumbuh dan berkembang stabil, sang ayah membantunya menyewakan ruang kecil di sudut sebuah toko peralatan tulis di kawasan Shulin untuk difungsikan sebagai toko bagi Louis Yen. Saat membantu klien membuat duplikat kunci, Yen selalu menanyakan kebiasaan penggunaannya. Daya aus akibat gesekan penggunaan kunci menjadi rujukan baginya untuk membuat duplikat kunci yang sesuai dengan permintaan. Kebiasaan ini justru membuat banyak klien yang merasakan kunci duplikat lebih nyaman digunakan dibandingkan kunci asli. Dengan bangga, Louis Yen juga bergurau jika pintu masih tidak dapat dibuka, klien boleh mengirimkan sebotol pestisida untuknya. Louis Yen akhirnya dijuluki “Bapak ragam kunci”. Banyak orang yang datang berguru kepadanya, dan hingga kini nama besarnya sebagai guru kunci pun telah dikenal luas oleh masyarakat Taiwan.

“Years of Bounty”“Years of Bounty”

Jika di pagi hari Louis Yen menggeluti pembuatan kunci duplikat, malam harinya digunakan untuk belajar mengukir stempel nama dengan beberapa bentuk kaligrafi. Pada saat berusia 19 tahun, Louis Yen mengikuti kelas melukis, khususnya teknik dasar melukis dengan guru Liu Wing-song, yang kemudian dipadukan dengan pekerjaan mengukir stempel nama.

Dengan media stempel yang hanya berukuran beberapa cm saja, Yen mampu mengukir berbagai subjek di atasnya, misalnya naga dan burung phoenix, bambu dan bangau. Dengan olesan tinta di atasnya, stempel nama mampu membubuhkan sebuah lukisan kecil. Ia bahkan pernah mengukir 56 kata di dalam sebuah stempel segi empat kecil yang dikagumi oleh berbagai pihak.

Karya seni stempel nama dari Louis Yen, padat berisi dalam sebuah ruang kecil. (Foto: Lin Min-hsuan)Karya seni stempel nama dari Louis Yen, padat berisi dalam sebuah ruang kecil. (Foto: Lin Min-hsuan)

Kualitas yang baik dan murni kreasi tangan, turut membangun popularitas Louis Yen. Pekerjaan yang menghabiskan banyak waktu ditambah dengan permintaan klien yang berlimpah, kerap membuat para pemesan harus menanti stempel cap hingga berbulan-bulan, dan harga ukiran per kata yang dipatok oleh Yen mampu mencapai NT$ 10 ribu. Sehingga para kolektor memberikan perumpaan akan karya Yen dengan “Puluhan ribu untuk 1 kata yang sulit didapati”.

Membangun Rumah dengan Cinta

Pengalaman belajar melukis di usia 19 tahun tersebut, tidak saja menambah khazanah bidang pengukiran stempel semata, namun juga mempertemukan dirinya dengan pasangan hidupnya, Susan Yen. Kondisi disabilitasnya menjadikan sang istri sebagai pengurus semua kegiatan aktivitas sehari-harinya, sehingga Yen bisa fokus dengan tugas karya seninya. Permintaan pesanan yang berlimpah juga menyita sebagian besar waktu yang ia miliki. Penggunaan otot yang berlebihan membuat situasi kesehatan Yen cepat memburuk. Ia pun sadar jika kekayaan yang berlimpah tiada gunannya tanpa kesehatan yang baik, dan Yen memutuskan untuk pensiun dini serta menetap di Kanada.

Sebagai tanda terima kasih untuk istrinya, Louis Yen membeli sebidang tanah dan membangun rumah besar di Vancouver. Dari pemilihan lokasi, pembangunan pondasi, mengaduk semen dan lainnya, dilakukan sendiri oleh Louis Yen. Ia yang tidak berlatar belakang arsitek bangunan, melakukan riset penelitian tentang hukum perundangan pembangunan bangunan setempat, meraup semua buku terkait bangunan, menonton ragam film dokumenter, membeli bahan material dan mencari solusi semua permasalahan terkait.

“Lantunan sinar lembayung”, lukisan Louis Yen sangat hidp dan seakan muncul hadir dengan nyata.“Lantunan sinar lembayung”, lukisan Louis Yen sangat hidp dan seakan muncul hadir dengan nyata.

Pembangunan rumah dilakukan pada tahun 2002. Walaupun kondisi kesehatan Louis Yen terbatas, ditambah dengan banyaknya bagian tulang yang patah, namun tekadnya bulat untuk menyelesaikan impiannya. Yen tidak saja mendesain wujud luar rumah, termasuk desain interiornya. Ia mempelajari cara mengecat tembok agar berkesan layaknya batu marmer, dan mampu memberikan nuansa bagai sebuah rumah bergaya Eropa. Maha karya ini juga diakui oleh para petugas yang melakukan uji coba kelayakan rumah, sehingga dikenal oleh masyarakat setempat.

Rumah yang menghabiskan masa konstruksi selama 5 tahun, berhasil diselesaikan pada tahun 2007 dan diberi nama “Embun Kristal Sutan” (Sutan diambil dari nama Mandarin sang istri).

Mengejar Mimpi Tekun dan Tak Putus Asa

Saat muda Louis Yen belajar melukis untuk memperkuat teknik ukirannya, hingga suatu ketika saat menghadiri sebuah ajang pameran lukisan tahun 2008, memancing kembali antusias dirinya dalam bidang seni. Ia yang tidak memiliki pelatihan secara formal, mulai berpikir untuk belajar dari tahap awal. Dengan optik dan teori visual, Yen mempelajari struktur mata, warna, bayangan dan lain sebagainya.

Hasil karya pertama yang diluncurkan diberi tajuk “Lembayung di Teluk Su-tan”, mendapatkan apresiasi lebih dari 90 seniman peserta pameran dalam ajang Garibaldi Art Club’s Fall Show, dan karyanya menjadi bagian dalam poster promosi pameran.

Ayah Tukang Kunci Pintu Terukir Kata Puluhan Ribu

Menatapi lukisan panorama indahnya lembayung di ufuk awan, maka kita mampu merasakan kehangatan cahaya mentari. Namun dimanakah letak Teluk Su-tan seperti yang terpapar dalam lukisan? Louis Yen menjelaskan bahwa apa yang menarik perhatian mata, hanyalah sebuah imajinasi khayalan belaka, dimana ia bergandengan tangan bersama sang istri menyusuri tempat itu.

Dalam salah satu pameran, lukisan Louis Yen kebetulan ada yang ditempatkan di sudut yang gelap, kebetulan saja lukisan tersebut juga berlatar belakang gelap, sehingga membuat lukisan nyaris tidak terlihat. Dari sini, ia mengetahui alasan mengapa banyak pelukis yang memadukan lampu penerang untuk memperkuat penampilan karyanya. Namun Yen tidak berharap penampilan karya lukisannya terlihat suram hanya karena lampu dan lokasi. Ia pun menciptakan teknologi tata penyinaran sendiri, dengan memadukan suhu yang berbeda dalam penyinaran, termasuk cahaya keabuan, sehingga hasil karya yang ditampilkan dimana saja, tetap akan mampu menunjukkan warna yang gemilang.

Membangun Rumah dengan Cinta

Lukisan Louis Yen memiliki warna dan daya pikat tersendiri. Objek lukisan karyanya seakan nyata dan hidup, misalnya “Jus Hutan” yang menempatkan dirinya dalam urutan ke dua di Federation of Canadian Artists’ Still Life Show tahun 2013. Dalam lukisan, buah anggur terlihat kemilau, potongan melon berwarna oranye terlihat manis merona, sehingga tanpa sadar kita hanya mampu menelan ludah tanpa dapat benar-benar memakannya.

Hasil karya yang memukau berhasil mendapatkan undangan dalam Annual International Representational Show (AIRS) selama 3 tahun berturut, juga menjadi pusat perhatian dalam komunitas seni Kanada. Pada tahun 2016, dirinya telah menjadi anggota senior tetap dalam FCA, dan menjadi satu-satunya seniman asal Taiwan di dalam FCA.

Membangun rumah “Embun kristal Su-tan” di pukul 3 subuh dini hari, menambah beban terhadap otot yang menyusut. Kini dirinya kerap ditemukan melukis dengan berbagai bantuan penyangga lengan.

Dalam kamus kehidupan Louis Yen, tidak ada kata “Tidak mungkin”, dan ia mewujudkan setiap impiannya dengan mengikuti alur sinar unik yang dimilikinya.