Kembali ke konten utama
Konservator Kertas Luar Biasa Wu Jer-ruey
2018-12-24

Konservator Kertas Luar Biasa Wu Jer-ruey

 

“Gegat makan buku,” tutur Wu Jer-ruey. “Kalau Anda memiliki cukup banyak buku, mereka akan datang untuk memakannya. Pada saat itu, Anda bukan lagi pemilik buku, melainkan pelayan yang harus membersihkannya setiap hari. Untuk itu, boleh dibilang saya adalah seorang pelayan kutu buku.” Wu percaya, tidak cukup bagi seorang konservator kertas untuk hanya memahiri teknik restorasi, ia juga harus tidak henti-hentinya membaca, meriset untuk memperluas pengetahuan, dan kemudian berbagi tanpa pamrih agar teknik tersebut bisa terus dikembangkan.

 

Saat dibentangkan, halaman buku replika penjilidan “Sisik naga” yang dibuat oleh Wu Jer-ruey tampak bertumpang tindih bagaikan sisik.Saat dibentangkan, halaman buku replika penjilidan “Sisik naga” yang dibuat oleh Wu Jer-ruey tampak bertumpang tindih bagaikan sisik.

Bagaimana Wu, yang kini menjabat sebagai penasehat Arsip Kota Taipei, memasuki dunia pemasangan dan pembingkaian karya seni, penjilidan buku dan konservasi? Ini bisa ditelusuri hingga masa kanak-kanaknya.

Mencontohi Pola Orang Tua

Tidak banyak orang yang tahu bahwa kakek Wu adalah pengarang terkenal Liang Song-lin dari daerah Wanhua, Taipei. Buku lagu tradisional yang dihimpun oleh Liang berjumlah paling banyak di seluruh Taiwan. Yang paling terkenal adalah “Koleksi Lagu Sanbo dan Yingtai” yang diterbitkan pada 1936. Oleh karena Liang menikah berdasarkan tradisi ruzhui, anak laki-laki pertama yang dilahirkan mengikuti marga ibu yakni Wu, agar garis keluarga pihak ibu bisa diteruskan. Putera sulung ini adalah ayah Wu Jer-ruey.

Tapi memiliki seorang kakek yang begitu berbakat dan kaya sama sekali tidak memberi bantuan pada keluarga Wu. Liang yang pada masa paling jayanya memiliki setidaknya 20 rumah di sekitar Jalan Xiyuan di Wanhua, akhirnya menghamburkan kekayaannya melalui perjudian dan kecanduan opium. Untuk itu, ayah Wu memberitahukannya sejak kecil, “Lihatlah kakekmu. Ia mendapatkan begitu banyak uang, tapi akhirnya tidak memiliki apapun. Kamu adalah anakku. Saya bersumpah tidak akan mengorupsi, maka kamu harus miskin bersamaku.”

Mencontohi Pola Orang Tua

Ayah Wu bekerja di Pasar Ikan Sentral di Wanhua. Setiap hari ia bangun pukul 1:00 dini hari dan bekerja sampai pukul 10:00 pagi. Asalkan ada waktu luang, ia akan membaca dan menulis. Ibu Wu bekerja di rumah sebagai penjahit, menerima pesanan untuk membuat baju wanita. Wu sering mengamati ibunya menggunting kain dan menjahitnya menjadi pakaian. Sejak kecil ia bukan murid yang berprestasi baik dalam pelajaran di sekolah, maka tidak berubahnya Wu menjadi remaja bandel di Wanhua yang lingkungan hidupnya memang lebih rumit, sebagian besar disebabkan integritas dan ketekunan dari ayahnya, sementara keterampilan tangannya mungkin diwariskan dari ibunya.

Jejak Waktu

Setelah memasuki Sekolah Menengah Atas, Wu Jer-ruey menulis pekerjaan rumah bersama seorang teman baik yang bersekolah di Sekolah Perdagangan dan Kesenian Fu-Hsin. Teman ini selalu menikmati bersamanya tentang apa yang diajarkan guru di sekolah, dan keduanya sering belajar sampai jam 2:00-3:00 dini hari. Bagi Wu, apa yang dipelajarinya dalam kurun waktu ini adalah fondasi bagi teknik pencampuran dan aplikasi warna yang digunakan di kemudian hari.

Gunting, penggaris, pinset, sikat dan perkakas restorasi lain diletakkan dengan teratur di atas meja, siap dipakai dalam misi mempreservasi dokumen kertas kuno.Gunting, penggaris, pinset, sikat dan perkakas restorasi lain diletakkan dengan teratur di atas meja, siap dipakai dalam misi mempreservasi dokumen kertas kuno.

Wu sejak kecil menyukai alat tulis-menulis, maka memilih bekerja sebagai kurir di sebuah perusahaan alat tulis sampai tibanya waktu untuk menunaikan wajib militer. Sehabis itu, ia dipanggil kembali oleh majikan sebelumnya, tapi bukan sebagai kurir, melainkan sebagai sales. Pasalnya, Wu tidak hanya mengantarkan barang dan meminta tanda tangan, ia sering secara insiatif mengobrol dengan pemilik toko, mengamati apakah ada produk yang stoknya rendah, dan sering pulang dengan pesanan baru.

Setelah bekerja dua tahun sebagai sales alat tulis, Wu menemukan dirinya lebih suka memproduksi pakaian. Pada mulanya ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, maka mulai menjual majalah fashion, memakai kesempatan itu untuk menyelami keunikan setiap toko. Akhirnya, Wu memutuskan bekerja sebagai seorang penggunting pola pakaian di sebuah perusahaan pembuat pakaian di Sanchong, di mana ia belajar banyak tentang kain. Usai itu, ia mulai mempelajari lebih banyak tentang pembuatan dan perancangan pola pakaian, bahkan pernah membuka sebuah pabrik garmen bersama beberapa teman, yang berakhir ketika dana investasinya tidak cukup saat pabrik tersebut direncanakan dikembangkan lebih lanjut.

Menggunakan waktu di luar pekerjaan, Wu tidak pernah berhenti berusaha memajukan tekniknya dalam bidang pengguntingan, pembuatan dan desain pola pakaian. Teringat akan masa ini, ia menganggap kehausannya menuntut lebih banyak ilmu dan pengetahuan mungkin diturunkan dari ayahnya. Pada waktu yang sama, Wu juga pernah bekerja dalam bidang pembersihan kulit dan menerima pesanan membuat pakaian khusus bagi tamu di hotel. Inilah momen terjadinya perubahan besar pertama dalam hidupnya.

Pertemuan yang Mengubah Nasib

Jejak Waktu

Pada saat membuat pakaian bagi tamu asing di hotel, Wu Jer-ruey sering harus membordir nama orang dalam bahasa Inggris di atas kemeja. Di zaman itu, tidak banyak penjahit lokal mampu mengerjakannya, maka Wu mendaftarkan diri di Biro Pelatihan Kejuruan Taipei untuk mempelajari bordir mesin. Dalam proses mempelajari pencegahan kerutan dalam penyulaman, Wu menjadi tertarik pada teknik pemasangan dan pembingkaian karya seni. Setelah kursusnya berakhir, ia sebenarnya hendak membuka toko tapi membatalkan niat karena merasa masih banyak yang harus dipelajari. Maka, Wu mulai mencari guru.

Suatu kali, untuk mempelajari teknik yang disebut sebagai ceye (Daun album), Wu Jer-ruey membayar uang sebanyak NT$ 20.000 kepada seorang guru. Pada kelas hari pertama, ia mengajukan empat pertanyaaan kepada sang guru, semuanya hal-hal yang tidak ia mengerti setelah membaca buku-buku bersangkutan, tapi sang guru tidak mampu menjawab satu pun! Wu segera meninggalkan kelas tanpa meminta kembali NT$ 20.000 yang dibayar. Kehilangan uang tidak sepenting kehilangan waktu, tukasnya.

Wu menemukan cara lain untuk belajar teknik pemasangan dan pembingkaian karya seni setelah gagal mendapatkannya dari para guru. Ia memutuskan untuk menjadi penjual bahan pemasangan dan pembingkaian, maka melamar pekerjaan sebagai sales di Hetai, perusahaan bahan seni terbesar di Taiwan saat itu. Tapi ternyata, pemilik perusahaan baru saja meninggal dunia karena menderita kanker, dan sebelum meninggal sempat memanggil pulang anak angkat perempuannya untuk menangani akuntansi perusahaan yang siap ditutup.

“Saya menemukan kalian dengan susah payah, dan kalian bilang mau tutup? Kalau sungguh ditutup, hanya akan tinggal beberapa saja perusahaan seperti ini di Taiwan,” demikian kata Wu. Sang akuntan menerangkan, bos telah meninggal, tidak ada orang menangani sales untuk perusahaan berusia lebih dari 20 tahun itu. Wu secara sukarela memikul tugas sales dan bahkan berhasil membujuk akuntan itu untuk membeli perusahaan dari ibu angkatnya, janda pemilik perusahaan.

Wu Jer-ruey selalu berbagi tanpa pamrih dalam tim kerjanya. Ia percaya, inovasi hanya bisa diteruskan melalui sikap sepenuhnya terbuka. Dalam foto di sebelah kiri, tampak Wu Jer-ruey (kanan) sedang mengajar Bui Tien Phuc (kiri), muridnya dari Vietnam.Wu Jer-ruey selalu berbagi tanpa pamrih dalam tim kerjanya. Ia percaya, inovasi hanya bisa diteruskan melalui sikap sepenuhnya terbuka. Dalam foto di sebelah kiri, tampak Wu Jer-ruey (kanan) sedang mengajar Bui Tien Phuc (kiri), muridnya dari Vietnam.

Setelah itu, Wu selalu menggunakan kesempatan mengantar barang untuk mengamati teknik-teknik aplikasi di toko berlainan. Sepulangnya ke rumah malam harinya, ia akan segera mempraktekkan berbagai teknik yang diamati sepanjang hari. Kalau ada masalah dalam latihannya, ia akan mencari alasan untuk kembali ke toko yang sama, meski toko ini tidak ada pesanan baru. Melalui pengamatan berulang-ulang dan sikap belajar yang cermat, Wu mengumpulkan teknik, pengetahuan serta keterampilan yang cukup untuk melatih sendirian 30-an tukang yang bekerja di bawahnya di kemudian hari. Namun bagi Wu, kemunculan Hetai dalam hidupnya bermakna ganda, yang tidak hanya mengubah nasibnya dalam bidang karir, juga membuahkan pernikahannya. Isterinya tidak lain adalah sang akuntan, anak angkat perempuan pemilik perusahaan.

Titik Perubahan Hidup Kedua

Kesempatan muncul bagi yang sudah siap, dan Wu Jer-ruey sudah siap untuk maju ke titik perubahan hidup keduanya. Pusat Rekreasi Anak-anak Taipei menggelar pameran kesenian dan kerajinan tradisional setiap akhir tahun. Wu menggunakan kesempatan itu untuk mengajar dan mempromosikan kesenian pemasangan dan pembingkaian karya seni.

Suatu kali, seorang ibu membawa anak perempuannya untuk melihat pameran, tapi oleh karena hari sudah sore, kebanyakan kios sudah ditutup. “Ia mengeluh bahwa sayang sekali tidak bisa melihat lebih banyak, tapi saya berkata setidaknya saya bisa membuka kembali kios yang sudah separuh ditutup, dan mempertunjukkan pembingkaian lukisan kepada mereka.” Akhirnya Wu dan ibu itu saling menukar kartu nama. Ternyata, ibu itu adalah Hung Shu-fen, ketua Divisi Koleksi Istimewa di Perpusatakaan Universitas Taiwan Nasional. Melalui koneksi Hung, Wu akhirnya bekerja sepanjang delapan tahun bersama tujuh pakar lain dalam proyek restorasi “Arsip Dan Xin.” Melalui proyek tersebut, arsip yang terdiri dari sekitar 19.000 dokumen pejabat Dinasti Qing antara 1776 dan 1895 dari Sub-Prefektur Danshui, Prefektur Taipei dan Kabupaten Hsinchu, dengan lancar direstorasi.

Memisahkan lukisan aktual dari kertas di belakangnya adalah salah satu prosedur paling penting dalam restorasi lukisan dan kaligrafi kuno.Memisahkan lukisan aktual dari kertas di belakangnya adalah salah satu prosedur paling penting dalam restorasi lukisan dan kaligrafi kuno.

Tidak lama kemudian, datang lagi tantangan baru untuk merestorasi buku yang dijilid dengan jahitan di Universitas Tokyo. Atas rekomentasi Perpustakaan Universitas Taiwan Nasional, Wu bekerja dengan pakar Perpustakaan Sentral Nasional untuk mempelajari teknik mereparasi buku yang dijilid dengan jahitan. Dengan demikian, ia menjadi salah satu dari hanya beberapa pakar saja di Taiwan yang berpengalaman dalam merestorasi tidak hanya kaligrafi dan lukisan, juga dokumen sejarah dan buku kuno.

Berinovasi dan Mewariskan

Wu Jer-ruey memamerkan beberapa lembar kertas berwarna hasil risetnya sendiri, yang selain bisa dipakai sebagai alat restorasi, juga bisa berfungsi sebagai kertas khusus bagi seniman. Salah satu kertas produksinya, “Angin Musim Panas,” diciptakan dalam suatu kecelakaan. Rumahnya pernah banjir, dan setelah air surut, ia menemukan pola garis unik yang sangat cantik di atas beberapa gulungan kertas di atas lantai yang terendam air. Wu kemudian mengadakan eksperimen dengan volume air dan kepadatan kertas berlainan, dengan sukses mengembangkan kertas dengan pola istimewa ini.

Wu Jer-ruey sedang berkonsentrasi pada restorasi suatu karya cetak blok kayu.Wu Jer-ruey sedang berkonsentrasi pada restorasi suatu karya cetak blok kayu.

Wu mengadopsi cara unik dalam mengajar. Di kelasnya, ia selalu mengajarkan semua yang diketahuinya. Ia percaya, hanya dengan sepenuhnya terbuka, setiap murid baru bisa mengkontribusikan hasil riset yang bisa dijadikan sumber dan tenaga pendorong inovasi berikutnya, dan tugasnya adalah membimbing setiap murid untuk mengembangkan keunikan serta potensi masing-masing.

Bui Tien Phuc, seorang murid dari Vietnam yang bekerja bersama Wu mengatakan, “Saya rasa Vietnam membutuhkan teknik restorasi semacam ini. Pak guru punya selera humor tinggi, dan ia tidak hanya pandai membuat, juga pandai mengajar. Tidak lama lalu, pak guru sempat diundang ke Malaysia dan Vietnam untuk mengajar tentang restorasi buku kuno.”

Wu merasakan tanggung jawab sejarah dalam merestorasi barang peninggalan. Pernah ada orang meminta Wu merestorasi koleksi naskah musik nanguan peninggalan leluhur keluarganya. Ia tidak mau memungut biaya, tapi berharap naskah-naskah tersebut bisa dipindai menjadi file gambar dan disimpan di Arsip Kota Taipei. Banyak manuskrip berusia 300-an tahun ini sudah tidak dapat  ditemukan lagi. Setelah direstorasi, musik-musik di dalamnya mungkin bisa terdengar lagi. Di masa depan, Wu berharap bisa berkesempatan untuk merestorasi dokumen kertas yang ditemukan dalam penggalian arkeologi. Apakah harapan ini bisa terwujud? Susah dijawab pada saat ini, mengingat bahwa hidupnya sampai sekarang selalu dipenuhi dengan kejutan.