Kembali ke konten utama
Tingkat Kebebasan Pers Taiwan Sejajar dengan Negara-Negara Eropa Barat
2019-04-19

Selain berita palsu yang terus menerus dilancarkan oleh Tiongkok, beberapa tantangan yang sedang dihadapi oleh dunia jurnalistik Taiwan saat ini adalah pelaku industri penyiaran dan media Taiwan yang memiliki kepentingan di pasar Tiongkok, sehingga sangat rawan dan dapat dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk menekan Taiwan.

Selain berita palsu yang terus menerus dilancarkan oleh Tiongkok, beberapa tantangan yang sedang dihadapi oleh dunia jurnalistik Taiwan saat ini adalah pelaku industri penyiaran dan media Taiwan yang memiliki kepentingan di pasar Tiongkok, sehingga sangat rawan dan dapat dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk menekan Taiwan. (Foto oleh CNA)

 

Direktur Reporters Without Borders (RSF) Asia Timur, Cedric Alviani, pada tanggal 18 April 2019 mengumumkan Indeks Kebebasan Pers Global tahun 2019, dan menempatkan Taiwan pada kategori yang sejajar dengan negara-negara maju di Eropa Barat.
 
Indeks Kebebasan Pers Global adalah pemeringkatan tahunan di bidang kebebasan jurnalistik, yang dilakukan terhadap 180 negara dan kawasan di seluruh dunia.
 
Hasil pemeringkatan dalam indeks ini terbagi kedalam lima kategori, yaitu “Good Situation” (situasi baik), “Satisfactory Situation” (situasi memuaskan), “Problematic Situation” (situasi bermasalah) , “Difficult Situation” (situasi sulit), dan “Very Serious Situation” (situasi sangat serius).
 
Di kawasan Asia Pasifik, hanya Selandia Baru yang berhasil meraih kategori “”Situasi Baik”. Taiwan dan Korea Selatan menerima peringkat “Situasi Memuaskan”, Jepang dan Hong Kong “Situasi Bermasalah”, sedangkan Tiongkok “Situasi Sangat Serius”.
 
Dalam peringkat tahun ini, Taiwan menduduki urutan ke-42 (sama dengan tahun lalu), Korea Selatan di urutan ke-41 (naik dua posisi), Hong Kong di urutan ke-73 (turun tiga posisi), dan Tiongkok di urutan ke-177 (turun satu posisi), atau posisi nomor lima paling buruk secara global.  
 
Cedric Alviani juga mengatakan pihaknya sangat mengkhawatirkan masalah aturan hukum di Hong Kong, termasuk amandemen undang-undang tentang Fugitive Offenders Ordinance (peraturan pemerintah mengenai pelarian dan buronan) yang dapat mengancam dan membahayakan para jurnalis.  
 
Selain berita palsu yang terus menerus dilancarkan oleh Tiongkok, beberapa tantangan yang sedang dihadapi oleh dunia jurnalistik Taiwan saat ini adalah pelaku industri penyiaran dan media Taiwan yang memiliki kepentingan di pasar Tiongkok, sehingga sangat rawan dan dapat dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk menekan Taiwan. Hal tersebut mendorong Taiwan untuk mengambil langkah penanggulangan, dan menolak pemberian dokumen perjalanan kepada jurnalis Tiongkok yang memiliki sikap permusuhan terhadap Taiwan.  
 
Walaupun intervensi politik di bidang jurnalistik adalah hal yang tergolong langka untuk terjadi di Taiwan, tetapi konten berita negatif dan propaganda ekstrem atas kepentingan pihak-pihak tertentu dapat menyebabkan perpecahan dalam industri media, dan ini adalah kesulitan yang harus diatasi oleh jurnalis Taiwan.
 
Laporan kali ini juga menyebutkan, meskipun Presiden Tsai ingin terus mengembangkan kebebasan pers di Taiwan, akan tetapi langkah-langkah konkrit yang diambil pemerintah untuk mendorong peningkatan independensi jurnalisme dan kualitas debat publik saat ini masih tergolong sedikit.