Kembali ke konten utama
Menguak Tabir Samudra Fotografer Bawah Air Bercerita Melalui Foto
2019-11-11

Pertemuan tak terduga dengan cetacea, terjadi di perairan pantai timur.

Pertemuan tak terduga dengan cetacea, terjadi di perairan pantai timur.
 

Konon, ada yang mengibaratkan orang yang menyukai kucing dan anjing, sebagai lambang dari 2 macam karakter yang berbeda sekali. Nah, bagaimana dengan orang yang mencintai cetacea dan kura-kura laut atau penyu?

Kepulauan yang dikelilingi oleh laut, dengan mahluk hidup tak terhingga dalam air saling berinteraksi, keindahan mahluk-mahluk yang masih tersimpan tidak diketahui banyak orang ini baru bisa kita nikmati melalui gambar-gambar foto bidikan para pecinta alam bawah air.

 

Hualien, saat kami tiba masih dibasahi oleh rintikan air hujan, namun keesokan harinya kami disambut dengan mentari yang cerah. Pemandu volunter Ray Chin sudah menantikan para wisatawan di dermaga untuk naik ke atas kapal berangkat menyaksikan cetacea di laut.

Baru sepuluh menit kapal meninggalkan dermaga, sudah menerima kabar adanya cetacea. Ray Chin yang berdiri di dek kapal dengan antusias bercerita dan tak lupa sesekali membidikkan kameranya untuk memotret.
 

Dibandingkan dengan foto di atas air, maka fotografi bawah air, lebih menonjolkan bentuk asli spesiesnya. (Sumber foto: Ray Chin)

Dibandingkan dengan foto di atas air, maka fotografi bawah air, lebih menonjolkan bentuk asli spesiesnya. (Sumber foto: Ray Chin)
 

Menanti Musim Panas di Hualien untuk Berlayar

Gambar foto bersuara memecahkan keheningan melalui momen-momen indah yang ditangkapnya.

Mungkin saja tidak banyak yang mengenal siapa itu Ray Chin, tapi sudah pernah menyaksikan foto-foto cetacea yang dibidik melalui kameranya di bawah air. Mahluk hidup yang menakjubkan itu menjadi sangat spektakuler dalam setiap foto bidikan kameranya, mengingatkan kita pada film legendaris “Le Grand Bleu” yang disutradarai oleh Luc Besson, bertemakan cerita seorang penyelam ternama dengan ikan dolfin.

Kini, Ray Chin yang setiap tahun menghabiskan hampir 1/3 dari waktunya berada di luar negeri, melanglang buana, menjelajahi Sri Lanka, Jepang, Kerajaan Tonga, Norwegia, Argentina dan tempat lainnya. Di mana ada tempat menyaksikan cetacea, ia pasti pernah mengunjunginya, “Tetapi setiap musim panas, saya pasti berada di Taiwan”, begitu ujar pria yang berperawakan tinggi besar dengan tutur kata yang lembut.

Puncak musim menyaksikan cetacea setiap tahun, jatuh pada bulan Juni hingga Agustus, karena pada masa inilah gelombang laut sangat stabil, dan juga merupakan masa yang dilakoninya dengan saksama.

Ray Chin mengatakan tindakan memotret cetacea di Taiwan, sama seperti permainan yang banyak rintangannya, setiap rintangan berat harus diatasi dengan cermat.

Setiap kali mendapatkan kabar dari jejaring sosial Kuroshio Ocean Educational Foundation bahwa ada penampakan cetacea di laut, maka jika cuaca memungkinkan, ia pasti akan segera mengontak nahkoda kapal untuk segera melaut mencari jejak cetacea.

Walaupun sudah bersusah payah menemukan jejak kelompok cetacea, tidak boleh segera terjun ke laut, tetapi harus mengamati dulu kecepatan sepak terjang cetacea, baru mempertimbangkan untuk menghindar dulu atau segera menyelam, Ray Chin menjelaskan, “Pada hakekatnya, manusia kalah cepat, misalnya seperti Paus Sperma atau Paus Kepala Kotak, mereka bisa menyelam lebih dari waktu 100 menit, ketika menunggu mereka muncul kembali, sudah entah berada di mana.”

Begitu sempitnya waktu, jeprat jepret dalam waktu singkat yang beberapa detik, hanya mendapatkan dua atau tiga lembar foto saja, tetapi itu justru merupakan hasil keseluruhan dalam setahun.
 

Dasar laut itu indah, juga penuh kekejaman, Su Huai melalui foto dokumenternya, menyadarkan banyak orang untuk melestarikan maritim. (Sumber foto: Su Huai)

Dasar laut itu indah, juga penuh kekejaman, Su Huai melalui foto dokumenternya, menyadarkan banyak orang untuk melestarikan maritim. (Sumber foto: Su Huai)
 

Taiwan adalah Kampung Halaman Juga Titik Mulai

Sudah bisa dibayangkan betapa sulitnya memotret cetacea di bawah air, mungkin bukan tidak ada orang yang bersedia melakukannya, melainkan karena yang berhasil sedikit sekali.

“Salah satu penyebabnya adalah keberadaan cetacea di Taiwan, sebagian besar hanya lewat saja, kecepatan migrasi mereka sangat besar”, begitu tutur Ray Chin setelah berpengalaman memotret cetacea berkali-kali di luar negeri.

Seperti manusia, cetacea adalah binatang mamalia, maka anak cetacea yang baru lahir, akan mengalami masa balita selama satu setengah tahun lamanya, misalnya saja Paus Bungkuk yang melahirkan di perairan kerajaan Tonga, demi merawat bayinya, mereka menetap cukup lama di sana dan pergerakannya menjadi lamban karena menyesuaikan diri dengan kecepatan anak mereka yang masih kecil.

Ketika bertanya kepada Ray Chin, memotret cetacea di Taiwan berisiko tinggi dan pendapatannya kecil, mengapa masih melakukannya?

Tanpa berpikir panjang ia menjawab, “Karena Taiwan adalah kampung halamanku, dan juga merupakan tempat titik awalku.”
 

Foto lumba-lumba hidung botol di Mikura-jima oleh Ray Chin. Tuturnya, “ Memotret di LN adalah mempraktekkan teknik, kalau di Taiwan seperti di ruang ujian.” (Sumber foto: Ray Chin)

Foto lumba-lumba hidung botol di Mikura-jima oleh Ray Chin. Tuturnya, “ Memotret di LN adalah mempraktekkan teknik, kalau di Taiwan seperti di ruang ujian.” (Sumber foto: Ray Chin)
 

Menetap di Xiaoliuqiu Karena Kura-Kura Laut

Keteguhan hati Ray Chin, mengingatkan kita kepada kura-kura laut.

Konon, kura-kura laut adalah makhluk yang berkemampuan luar biasa, berusia panjang seperti manusia, walau sudah bermigrasi ke manapun, ia selalu kembali ke tempat kelahirannya untuk bertelur. Makluk hidup yang begitu melekat pada kampung halamannya, seperti halnya dengan manusia laut yang tetap teringat akan Taiwan walau sudah menjelajahi seluruh dunia. 

Pelatih selam Su Huai mengatakan, “Pernah dengar tidak, orang yang bagaimana, akan menyukai mahluk yang bagaimana pula?” Menyebut dirinya adalah pecinta berat kura-kura laut, maka ia bermarkas di Xiaoliuqiu, sebuah pulau kecil di lepas pantai Donggang, di luar kegiatan menyelam, ia tidak lupa memotret kura-kura laut.

Seperti Ray Chin yang tertambat hatinya pada cetacea, Su Huai juga terhanyut dalam daya tarik pesona kura-kura laut.

Ibarat seorang pengelana, kura-kura laut walau melanglang buana ke segala penjuru dunia dalam kesendiriannya, tapi dalam hati kecil ia selalu rindu akan kampung halaman, sama halnya dengan Su Huai, yang akhirnya memilih pulang menetap di pulau kura-kura laut, walau sudah lama berkeliling di Australia dan Asia Tenggara.

Sudah banyak menikmati alam indah di luar negeri, bagi Su Huai, sumber materi maritim Taiwan tidak kalah dengan yang di luar negeri, hanya karena kurangnya pelestarian, dan belum mendapatkan perhatian penuh saja. Untuk itu ia bersama temannya bernama Polly Chen membentuk Islander Divers yang bergerak di dunia budaya maritim, melalui wadah ini mereka secara individu hendak menyadarkan kepedulian maritim masyarakat. 

Dengan mengantongi sertifikat PADI (Professional Association of Diving Instructors) sebagai Instruktur Penyelam Internasional, Ia memulainya dengan bekerja sebagai pelatih selam, dalam beberapa tahun terakhir ini ia mulai mengarah ke pekerjaan fotografi. 

Bagaimana agar bisa secepatnya memberitahukan kepada masyarakat, bahwa di samping indahnya perairan Taiwan yang kaya akan sumber alamnya, tetapi dasar laut penuh dengan sampah plastik yang mengerikan? Ujarnya. “Kalau mengandalkan jadi instruktur selam, terlalu lambat, lagipula pelatih selam sudah banyak, tanpa saya pun tetap berjalan.” Maka ia memilih fotografi, memotret spesies lucu yaitu kura-kura laut yang bisa ditemui di mana saja di Xiaoliuqiu.
 

Su Huai membawa kamera kedap airnya bersiap-siap untuk terjun ke laut.

Su Huai membawa kamera kedap airnya bersiap-siap untuk terjun ke laut.
 

Pulau Indah di Tengah Samudera

Ray Chin melanjutkan, “Jika bertanya tentang kesan terhadap maritim Taiwan kepada saya dan Su Huai, maka jawaban kami adalah, Taiwan itu penuh pesona!” tambahnya, “Tempat-tempat menonton cetacea di manca negara, biasanya hanya bisa menyaksikan satu jenis spesies saja.” Tetapi ada 90 jenis spesies cetacea di atas dunia ini, menurut catatan, di perairan Taiwan pernah ditemukan ada 1/3 dari total spesies cetacea, wisatawan hanya cukup satu kali menaiki kapal wisata cetacea di Hualien, sudah bisa menyaksikan 10 spesies, ini sudah termasuk ikan lumba-lumba Risso yang sangat langka, karena hidup mereka sebenarnya di perairan laut dalam, karena faktor dasar laut pantai timur yang tajam mendalam secara drastis itu, maka mereka bisa sering terlihat di sana.

Kura-kura laut atau penyu, saat ini tercatat ada 7 jenis, di antaranya ada 5 jenis bisa dijumpai di Taiwan, di Xiaoliuqiu selain bisa melihat penyu hijau yang hampir punah juga bisa menemukan penyu sisik spesies yang berbahaya itu, kemungkinan bertemu dengan kedua spesies ini mencapai 90%, seperti gurauan Ray Chin, “Tiada lagi tempat seperti ini di dunia, di mana anda bisa sewaktu-waktu menginjak penyu tanpa sengaja.”

Foto-foto nuansa bawah air tidak hanya memberi kepuasan bagi fotografernya, terlebih-lebih telah memperkenalkan alam maritim yang misterius sebelumnya.

Benar saja tidak terlihat, tidak tahu menahu, bagi manusia tidak berdampak apapun, “Tapi sering terjadi tragedi seperti cetacea terjerat jaring, oleh sebagian nelayan yang tidak menaati hukum, siripnya dipenggal begitu saja, membuat cetacea langsung tewas terkubur ke dasar laut”, papar Ray Chin.

Masalah seperti ini, jika tidak ada pemerhatinya, tragedi cetacea tewas karena sirip dipenggal begitu saja, larut dalam kesunyian alam tanpa ada yang tahu.

Namun tidak tahu, tidak sama dengan tidak eksis. Su Huai menayangkan sepotong video di bawah air, seekor penyu besar yang memakan sampah yang bertebaran di laut, membuang feses berupa kantung plastik, kondisinya sangat parah, beruntung sekali berhasil ditolong, dan bisa hidup normal kembali.

Pelestarian maritim, masalah limbah plastik di samudra memang sudah pelik sekali, tetapi foto-foto tidak seperti manusia pemerhati lingkungan yang sering bersikap agresif, gambar-gambar hasil bidikan fotografer bawah air secara langsung memaparkan keadaan yang sebenarnya, secara diam-diam penuh bersahabat memberikan sebuah pelajaran betapa pentingnya pelestarian alam kepada semua pihak.