Kembali ke konten utama
Seniman Ukraina: Ivan Yehorov Melukis Keindahan Pedesaan Taiwan
2019-12-23

Warna adalah bagian yag tidak dapat terpisahkan dari kehidupan Ivan.

Warna adalah bagian yag tidak dapat terpisahkan dari kehidupan Ivan.
 

Seniman Ivan Yehorov, datang dari Ukraina, sebuah negara yang terletak 8.000 km dari Taiwan, karena ikatan cintanya dengan Marie Lin. Dari sini, Ivan yang berambut cokelat bermata biru, dengan lekukan wajah bergaris mendalam, menggunakan banyak elemen unik Taiwan, antara lain bata merah rumah tua, kuil, pisang dan hamparan padi di sawah, ke dalam lukisannya. Setiap hasil karyanya mampu meninggalkan nilai impresif tentang kehidupan pedesaan di Taiwan dalam setiap sanubari manusia.

 

Saat memasuki rumah kediaman pasangan Ivan Yehorov dan Marie Lin yang berada di Tung-Hai Arts Street Longjing, Taichung, terlihat struktur bangunan yang sama dengan rumah warga setempat pada umumnya, hanya ada satu yang berbeda yakni pintu kayu yang dilukis dengan bunga mawar dan dedaunan hijau, bingkai lukisan pemandangan yang terlihat bergantungan rapi di atas dinding, serta tumpukkan papan gambar yang nyaris menyentuh langit-langit atap rumah. Dari nuansa ruang dalam rumah, dapat diketahui bahwa sang pemilik rumah adalah seorang seniman dengan jiwa yang terhanyut di ranah seni.
 

Ivan dan Marie bertemu di Moskow, kini keduanya menetap di Taiwan.

Ivan dan Marie bertemu di Moskow, kini keduanya menetap di Taiwan.
 

Melukis adalah Profesi

Ivan Yehorov yang dilahirkan pada tahun 1968 di desa Yampil provinsi Vinnytsia sebelah barat Ukraina, bersebelahan dengan sungai Dnister yang menjadi pembatas negara Republik Moldova. Vinnytsia adalah areal pertanian penting Ukraina, ia lahir di dalam komunitas petani, dibentuk oleh lingkungan sekitar, yang turut membuat dirinya menjadi lebih sensitif dan sangat menghormati karunia alam.

Bakat melukis Ivan telah terlihat sejak kecil, dan ia juga mengikuti pendidikan seni. Saat berusia 16 tahun, ia telah menjadi desainer etalase di sebuah pusat perbelanjaan. Selanjutnya, ia juga merangkap sebagai agen seniman dan pelukis, yang membuat dirinya kerap berkeliling hampir ke seluruh pelosok Rusia, dan menyuburkan bibit kreatitivas sebagai seorang pelukis ulung.

Pada era 1980 an, ilustrasi dengan komputer masih belum marak. Banyak desain komersial, papan reklame, percetakan gambar ukuran besar, masih menggunakan tenaga manusia. Ini menjadi masa panen Ivan, yang turut membangun teknik dan landasan kuat menjadi pelukis handal. Ditambah lagi saat mengikuti wajib militer dan bertugas sebagai pelukis sosok tokoh politik, yang turut menghasilkan fondasi kuat sebagai pelukis potret wajah.
 

Marie Lin sempat mengambil foto Ivan takkala masih muda, di tengah ladang gandum kuning keemasan dan birunya langit, ini warna-warna yang terdapat pada bendera Ukraina. (Sumber foto: Art of Ivan Yehorov)

Marie Lin sempat mengambil foto Ivan takkala masih muda, di tengah ladang gandum kuning keemasan dan birunya langit, ini warna-warna yang terdapat pada bendera Ukraina. (Sumber foto: Art of Ivan Yehorov)
 

Cinta dalam Kota Luluh

Ivan dan Marie bertemu di masa-masa akhir sebelum kehancuran Uni Soviet.

Pada tahun 1990 an, Marie Lin bersama dengan teman asal Denmarknya tengah berpesiar mengelilingi dunia, dan tiba di Uni Soviet, negara dengan prosedur pengajuan visa terumit dunia. Ia hanya mengingat warga setempat tidak banyak memiliki akses berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga mayoritas hanya menggunakan bahasa Rusia dan sangat jarang yang mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Sekalipun Marie adalah lulusan bahasa asing, dan memiliki banyak pengalaman perjalanan, tetap saja tidak membantu. Saat berada di tengah kekalutan, Marie Lin bertemu dengan Ivan Yehorov yang tengah bekerja di Moskow, dan menawarkan diri sebagai pemandu wisatanya. Perkenalan mereka pun berlanjut menjadi hubungan sahabat pena.

Hubungan cinta mereka bersemi di tengah kondisi dunia yang sedang bergejolak. Tahun 1991, negara komunis terbesar dunia resmi dibubarkan, dan pada waktu yang bersamaan, Ukraina mendeklarasikan kemerdekaannya. Paspor Ivan dan Marie, yang penuh dengan cap instansi dari tempat yang sebelumnya sempat disinggahi mereka, kini tidak ada lagi. Namun keduanya masih tetap bergandengan tangan erat, berlanglang dari Moskow hingga ke Taiwan, dan menginjakkan kaki di Qingshui Taichung, membangun keluarga dan memiliki anak. Ini semakin memantapkan tekad mereka dalam menjaga rumah yang didapatkan dengan susah payah. Mendengarkan kisah perjalanan hidup mereka, kerap mengingatkan orang akan kisah cinta novel “Love in a Fallen City” yang ditulis oleh Eileen Chang.
 

Lukisan potret diri Ivan Yehorov (Sumber foto: Art of Ivan Yehorov)

Lukisan potret diri Ivan Yehorov (Sumber foto: Art of Ivan Yehorov)
 

Pelukis yang Menatap Qingshui di Kejauhan

Ivan dan Marie menikah dan menetap di Qingshui Taichung, kampung halaman sang istri pada tahun 1996. Desa Qingshui pun kerap menjadi objek lukisannya.

Ia melukis lahan basah Gaomei yang saat itu masih belum dikenal orang, tidak memiliki jalan kayu yang ditinggikan, tidak memiliki kincir angin raksasa, hanya ada mercusuar berbentuk oktagonal, kuil dewi Mazu, pos penjaga dan kawanan burung kuntul yang tengah mencari makan di pesisir pantai, serta burung yang bermigrasi. Lukisan penuh kedamaian di lahan basah tersebut, membangkitkan rasa rindu manusia. Dua dekade berlalu, ia telah menghasilkan lebih dari 40 lukisan tentang 4 musim dan temaramnya surya di lahan basah Gaomei.

“Apakah Anda tahu sudut manakah dari lahan basah Gaomei yang terindah,” tanya Marie Lin. “Saat berjalan di lahan basah, dan mata berbalik memandang kampung halaman”, tangkap Ivan yang jarang diperhatikan oleh manusia awam, dan ini menjadi salah satu keunikan panorama Taiwan.

Letak Qingshui bersandar pada gunung dan menghadap ke laut. Di bawah kaki gunung, terdapat sederet rumah tua, terkadang dilintasi oleh bayangan kereta yang lewat, jalan dan gang yang ditumbuhi rapat dengan pohon delima, teratai muda yang ada di kolam, adalah elemen lukisan Ivan yang memikat hati manusia.

Sekilas melihat lukisan Ivan, jarang ada yang mengetahui jika lukisan adalah hasil karya seorang warga asing di Taiwan. Sambil mengamati, Marie Lin mengatakan, “Menurut saya, yang paling berbeda dari Ivan adalah ia tidak akan menambahkan persepsi pribadinya, yang justru ia lakukan adalah memadukannya dengan Taiwan.”

Atau mungkin juga dikarenakan dirinya berupaya keras untuk bekerja dan menetap di sini, sehingga mengadaptasikan diri dengan kehidupan lokal, sehingga membuat dirinya menemukan bahwa kuningnya buah labu akan menjadi paduan asri dengan merahnya batu bata rumah tua. Demikian juga dengan semangka bulat yang tumbuh di atas tanah, mampu membawa kebahagiaan bagi manusia. Kuning menyala dari bunga sayur kubis mampu mengekspresikan energi semangat kehidupan, seakan-akan tahu misi hidup mereka dalam menjaga lahan tanam di musim semi. Serakkan bibit hijau yang berbaris tak beraturan, tertata dengan pucuk sisir pohon pisang yang telah matang. Semua ini adalah pesona pemandangan “Rasa Taiwan”, catatan sederhana akan kehidupan di pinggiran Taiwan yang nyaris terlupakan, dari seorang pelukis asal Ukraina.

Gaya lukisan Ivan beraliran impresionis, kerap menggunakan alam dan aktivitas kehidupan sehari-hari sebagai objek lukisannya, dan merekam perubahan warna dan bayangan pada masa waktu yang berbeda. Gaya lukisannya dimulai dari super-realistis di saat muda, berlanjut dan berevolusi menjadi impresionis, yang kemudian kembali menjadi lebih realistis, dimana ia mendeskripsikan dirinya sebagai “Nature Minder”. Hasil karyanya tidak semata-mata mengikuti keinginan pasar, terkadang ia bisa duduk di sebuah sudut ladang dan melukis dengan tenang tentang keindahan Taiwan yang ada dalam bayangannya, yaitu melukis dari apa yang ia rasakan. Gayanya yang sederhana, tanpa tertata secara khusus, mampu mengekspresikan pesona warna yang cemerlang, meluapkan emosinya melalui mekarnya kembang sepatu, suburnya padi beras yang matang dan deburan ombak.

Setiap objek dalam lukisannya, mampu membiaskan pertemuan kehidupan, tempat yang pernah dilalui, yang kemudian menemukan sebuah labuhan hati. Nafas alami nan liar yang hanya dimiliki oleh Taiwan, mampu menarik minat hati pelancong asal Swiss, Amerika, Belanda, Jepang untuk mengoleksinya.

Melukis juga mampu mengobati rasa rindu akan kampung halamannya. “Meleburkan diri dengan lingkungan setempat, mencintai alam yang ada di Taiwan, maka rasa rindu tersebut tidak lagi terasa berat”, ujar Ivan.
 

Lukisan Ivan tentang kampung halaman, kerap memberikan kesan pemandangan desa yang terlihat serupa namun asing. (Sumber foto: Art of Ivan Yehorov)

Lukisan Ivan tentang kampung halaman, kerap memberikan kesan pemandangan desa yang terlihat serupa namun asing. (Sumber foto: Art of Ivan Yehorov)
 

Respek pada Kebebasan

Kala itu, saat Marie Lin tengah berwisata ke Uni Soviet, banyak yang mengira dirinya adalah orang Kazakh, sementara ayah angkat di Jerman kerap mengira Pulau Hainan adalah Taiwan. Hingga kini, masyarakat Ukraina juga masih tidak begitu mengenal Taiwan. Ivan dan Marie berupaya keras untuk membangun jembatan penghubung antara kedua tempat tersebut, sehingga akan lebih banyak orang yang mengetahui tentang Taiwan. Kisah Ivan sendiri sempat masuk ke media cetak Ukraina, juga ada stasiun televisi setempat yang meliput ceritanya. Di Taiwan, Ivan telah menggelar pameran bertema Ukraina berulang kali, misalnya pameran “Golden Ukraine” di Kaohsiung County Cultural Center tahun 1988, pameran “Ukraine My Homeland” di Changhua County Cultural Center tahun 2003, pameran “Memory over Ukraine” di Hsinchu City Art Gallery tahun 2012. Di sisi lain, masyarakat Taiwan juga dapat kembali melihat rupa kampung halaman mereka melalui pameran hasil karya pelukis asal Ukraina, misalnya pameran “Qingshui Through the Eyes of a Ukrainian Painter” di Taichung City Seaport Art Center tahun 2000, dan pameran “Heart of Taiwan” di Tainan Cultural Center tahun 2018. Melalui platform lukisan, memberikan kesempatan bagi masyarakat di dua tempat berbeda untuk bisa saling mengenal dan memahami.

Saat kami mengunjungi Ivan untuk wawancara, hari tersebut adalah hari ulang tahun Ivan. Ia menawarkan sajian makanan sederhana mereka, yakni nasi gabah, salad, udang dan sup ayam. Perbincangan dimulai dari masakan hingga perbaikan gen bahan makanan, mulai dari lukisan 'rumah tua', hingga harapan Ivan akan Taiwan. Ivan berpendapat masyarakat Taiwan seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap kehidupan habitat alam, dan mempertahankan bangunan tradisional kuno. Impresi pertama Ivan akan Taiwan adalah jendela teralis besi di setiap rumah masyarakat. Dari sudut pandangnya, jendela seharusnya terbuka dengan bebas. Sementara di Ukraina, hanya orang kaya yang akan memasang teralis besi pada jendela. Perbedaan ini menjadi sesuatu yang unik di antara kedua belah tempat.

Keluarga ini berjalan dengan gaya hidup sederhana, menggunakan bahasa campuran Mandarin, Inggris dan Rusia. Mereka tidak memiliki keinginan material yang berlebihan, namun mereka kaya akan unsur spiritual. Hal yang digemari Ivan sangat luas dan beragam, ibunda adalah seorang koki, sehingga ia sempat belajar memasak dari sang ibu. Ivan juga terkadang bisa pergi memungut kayu apung, dan menjadikannya sebagai karya seni yang imut dan berwarna. Sambil bersenda gurau, Ivan mengeluarkan arak anggur buatannya sendiri, dan menuangkannya ke dalam gelas. Dengan hati yang gembira, ia pun melantunkan dua bait lagu, suaranya padat berisi, boleh jadi ia juga seorang penyanyi.

Pria dengan multi talenta tersebut, berubah drastis setelah bertemu dengan Marie Lin, dan akhirnya memilih untuk menetap di Taiwan. Setelah Ukraina merdeka, Ivan tetap bekerja di Moskow, namun telah dianggap sebagai orang asing, gaji dikurangi dan biaya hidup terus melonjak naik. Kondisi ini diperparah dengan melesunya perekonomian negara. Kondisi masyarakat Ukraina yang berpencar ke berbagai negara di Eropa untuk bekerja, menjadi hal yang umum, oleh sebab itu Ivan memilih Taiwan, jelas Marie Lin, yang selanjutnya ditambah satu kata oleh Ivan, yakni, “Freedom”.

Setelah tinggal di Taiwan selama 23 tahun, Taiwan telah menjadi rumah kedua baginya. Dengan memegang KTP Taiwan, dirinya kini resmi berkewarganegaraan Taiwan. Ia juga menjadi saksi atas setiap proses pembangunan yang ada di pulau ini, dan udara kebebasan adalah hal yang tidak dapat tergantikan di Taiwan.

“Segelas lagi?” tanya Ivan kepada kami, sambil menuangkan arak anggur dengan aroma yang menggoda. Arak anggur yang masuk ke dalam kerongkongan, terasa lembut dan meninggalkan aroma yang memesona. Kami pun bersulang untuk “Kebebasan” di Taiwan.