Kembali ke konten utama
Pecinta Alam –Taiwan Surgaku Dr. Peter Kenrick
2020-01-13

Kepala UGD rumah sakit Kristen Taitung, dokter Peter Kenrick saat membuka praktik dokter berbahasa Mandarin, kerap kali bercanda dengan pasiennya, “Kenapa kamu berbisa berbahasa Mandarin dengan baik dan benar seperti saya?”

Kepala UGD rumah sakit Kristen Taitung, dokter Peter Kenrick saat membuka praktik dokter berbahasa Mandarin, kerap kali bercanda dengan pasiennya, “Kenapa kamu berbisa berbahasa Mandarin dengan baik dan benar seperti saya?”
 

Medan peperangan di Kamboja, pemukiman pengungsi etnis Kurdi di Iran, pelosok desa di Zambia, lokasi-lokasi tersebut di atas pernah menjadi tempat praktik dokter Peter Kenrick yang kini menjabat sebagai Kepala Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Kristen Taitung. Ketika ditanya apa yang memotivasi dirinya untuk menjadi pelayan medis ke seluruh penjuru dunia, Peter Kenrick menjawab, “Just for fun (Hanya untuk bersenang-senang)!”

Kunjungan spontanitas ke Taiwan, tanpa diduga membuat Peter Kenrick jatuh cinta dengan keindahan alam, gunung dan samudera serta Taitung menjadi tempatnya menghabiskan hari tua, Peter Kenrick telah menetap di Taitung selama 34 tahun, dengan serius ia mengakui, “Saya orang Taiwan, saya orang Dulan kabupaten Taitung!”

 

Pepatah Tionghoa bilang “Orang cerdas gemar terhadap air, orang bijaksana menyukai gunung” dengan arti kecerdasan laksana air, kebajikan laksana gunung. Seharian bersama dengan dokter Peter Kenrick di gunung Dulan yang terletak di bagian selatan pegunungan pesisir pantai, berdiri di platform observasi di depan pintu masuk jalur pendakian, dari jauh terlihat Green Island dan Orchid Island yang terlihat dengan jelas di atas hamparan Samudera Pasifik, Peter Kenrick baru saja tiba, setelah bersepeda, dengan napas terengah-engah dan keringat bercucuran, ia berbadan kurus tinggi dengan bahasa Mandarin yang fasih mengatakan, “Naik sepeda menempuh 4,2 km, tanjakan naik di sepanjang jalan dengan tingkat kemiringan rata-rata 13,9%, menghabiskan waktu 38 menit.”

Gunung Dulan merupakan gunung suci bagi penduduk asli suku Amis (Pangcah) dan Puyuma, juga menjadi tempat olah raga bagi dokter Peter Kenrick yang berusia 61 tahun. Peter Kenrick pernah mengikuti Tour de France, ajang balap sepeda melintasi Kawasan pegunungan Pyrenees, ia tidak bisa menahan diri untuk mempromosikan kemegahan Gunung Dulan dan ia berkata, “Jalan ini lebih sukar 3-4 kali lipat dibandingkan dengan gunung Pyrenees.”
 

Peter Kenrick pernah mendapat undangan dari Istana Kepresidenan menghadiri perayaan tahun baru 2019 dan upacara pengibaran bendera, dan membawakan lagu kebangsaan. (Sumber foto: Istana Kepresidenan)

Peter Kenrick pernah mendapat undangan dari Istana Kepresidenan menghadiri perayaan tahun baru 2019 dan upacara pengibaran bendera, dan membawakan lagu kebangsaan. (Sumber foto: Istana Kepresidenan)
 

Kebetulan di Taitung

Peter Kenrick lahir di Melbourne, Australia dan ketika mempersiapkan diri untuk kembali ke Australia dari Inggris, pada tahun 1985, ia melihat iklan lowongan kerja dokter di rumah sakit Saint Mary Taitung (Saint Mary’s Hospital Taitung), dengan masa percobaan kerja selama 2 bulan. Peter Kenrick berpikir, kebetulan posisi Taiwan di “Tengah” perjalanannya, lalu ia bermaksud untuk singgah dan jalan-jalan di Taiwan! Persinggahan tak terduga tersebut, berlanjut hingga 34 tahun lamanya.

Peter Kenrick berkata, nasibnya sungguh beruntung, pada masa tersebut setiba di Taiwan ia langsung menuju Taitung tempat yang memiliki keindahan panorama yang luar biasa, apabila pada masa tersebut tinggal di Taipei, ada kemungkinan dirinya sudah tidak lagi berada di Taiwan.

Sebenarnya, sebelum Peter Kenrick tiba di Taiwan, ia sempat memberikan pelayanan medis di Saudi Arabia dan Zambia di Afrika Tengah.

Kemudian Peter Kenrick bergabung dengan Palang Merah Dunia, ia diutus praktik di rumah sakit di Zambia yang memiliki lebih dari ratusan ranjang pasien dengan tenaga dokter hanya 4 orang saja, semua pasien yang diantar ke rumah sakit dalam kondisi kritis, seperti penderita peritonitis (radang pada selaput perut), penderita dystocia, akibat pola hidup tidak bersih mengalami obstruksi usus. Jumlah pasien yang banyak, setiap minggu bekerja lebih dari 100 jam, tidak mendapat bayaran gaji bahkan biaya hidup pun harus ditanggung sendiri. “Pada masa tersebut uang saya hampir habis, berbeda dengan Taiwan yang semua serba ada, setiap bulan masih menerima gaji dua puluhan ribu NTD,”ujar dokter Peter Kenrick sambil tersenyum membandingkan kedua negara terdapat perbedaan yang sangat jauh. 

Peter Kenrick mulai gemar bersepeda saat berusia 15 tahun, biasanya ia bersepeda menempuh jarak 100 km, setiba di Taiwan, tanjakan curam lereng gunung di perkampungan Taitung menjadi ajang balap sepeda terbaik bagi Peter Kenrick. Selain menjalani praktik dokter di rumah sakit Saint Mary Taitung, ia masih memberikan pelayanan medis di perkampungan bersama biarawati Patricia Aycock, yakni seorang perawat terampil sekaligus anesthesiologist, pada masa tersebut di Taiwan masih belum ada asuransi kesehatan nasional, ketika ada pasien berobat namun tidak mampu membayar biaya pengobatannya, maka ia memberikan pelayanan medis secara gratis.
 

Pada saat Taiwan dilanda badai Morakot, Peter Kenrick bersama tim medis dari Rumah Sakit Kristen Taitung naik helikopter memasuki kawasan bencana terisolir, kecamatan Daren untuk memberikan pertolongan (Sumber foto: rumah sakit Kristen Taitung)

Pada saat Taiwan dilanda badai Morakot, Peter Kenrick bersama tim medis dari Rumah Sakit Kristen Taitung naik helikopter memasuki kawasan bencana terisolir, kecamatan Daren untuk memberikan pertolongan (Sumber foto: rumah sakit Kristen Taitung)
 

Praktik Medis di Seluruh Penjuru Dunia

Pada tahun 1988 Peter Kenrick kembali menerima misi Palang Merah Dunia, berangkat ke medan peperangan di provinsi Kampong Speu di Kamboja, selain melayani penderita pneumonia (Infeksi paru-paru), meningitis, malaria serta masih banyak tentara yang terluka dan harus diamputasi akibat ranjau darat di medan perang.

Kondisi terburuk, setiap hari bertugas mengamputasi kaki pasien, dalam satu hari ada 6-8 pasien, ada kalanya dalam satu minggu mencapai lebih dari 20 pasien! Masih terdengar rentetan peluru yang dilepas secara membabi buta di luar rumah sakit!”

Sang kekasihnya yang kemudian menjadi istri Peter Kenrick, Wang Yuan-ling bekerja sebagai penerjemah di rumah sakit Saint Mary Taitung pada masa tersebut, Peter Kenrick merasa terharu karena Wang Yuan-ling menempuh perjalanan rumit dari Taipei ke Kamboja, transit di Bangkok dan Ho Chih-minh, secara khusus untuk membesuknya, maka tiada alasan lainnya ketika selesai bertugas di Kamboja, destinasi berikutnya adalah “Taiwan”.
 

Peter Kenrick sangat ramah dan selalu membantu pasien mengambilkan kursi roda.

Peter Kenrick sangat ramah dan selalu membantu pasien mengambilkan kursi roda.
 

Bersama Belahan Jiwa Tak Lagi Mengembara Sendiri

Semasa mudanya Peter Kenrick merasa frustrasi dengan Australia yang tidak memiliki pegunungan tinggi, maka setiap tahun ia pergi ke negara tetangga Selandia Baru mendaki gunung tertinggi di sana yakni gunung Cook, sisa waktu perjalanan pelayanan medis dimanfaatkan untuk mewujudkan keinginan kuatnya  bertualang dengan alam, berawal pada tahun 1994 selama 9 tahun berturut-turut mendaki gunung Everest, namun ia tidak lagi menggembara sendiri, melainkan didampingi sang istrinya, Wang Yuan-ling. Peter Kenrick berkata, “Ada kemungkinan di antara beberapa wanita Taiwan, istrinya adalah wanita yang paling sering mendaki gunung Everest!”

Walaupun Peter Kenrick tidak lagi berada di puncak gunung, namun selain menjalani praktik dokter, sisa waktu setelah bekerja ia gunakan untuk menikmati hobi mendaki gunung. Bahkan pada tahun 2002 Peter Kenrick menghabiskan waktu selama 3 bulan membuka klinik kesehatan di lereng gunung Everest di atas ketinggian 4.500 meter dari permukaan laut, bertugas sebagai dokter relawan. “Apakah masih ada tempat lain yang lebih menyenangkan daripada tempat praktik dokter ini, di mana setiap hari bisa menikmati kemegahan pegunungan tinggi yang sungguh menakjubkan?”

Klinik kesehatan yang beroperasi di gunung Everest terdapat satu oven pemanggang kecil, istri Kenrick membuat kue tar nanas yang dibuat dari bahan nanas kalengan. Posisi klinik kesehatan ini tidak terletak searah jalur pendakian ke puncak gunung, namun ketika pendaki mendengar ada kue, aromanya menarik sebagian besar dari pendaki profesional terkemuka untuk menyambangi klinik kesehatan, menikmati dan “Memuji” sajian kue. “Saya bertemu dengan banyak pendaki terkemuka, seperti Peter Habeler pendaki pertama tanpa suplemen oksigen, warga Amerika Serikat Wally Berg penakluk pertama gunung tertinggi ke-4 di dunia gunung Lhotse.”

Pada tahun 2002 Peter Kenrick dipindah-tugaskan ke bagian unit gawat darurat (UGD) rumah sakit Kristen Taitung, selain memeriksa pasien UGD ia juga melayani pasien rawat jalan, ia menjalankan tugas layaknya 1,5 orang dokter, dengan jam-jam kerja yang sangat melelahkan, namun Peter Kenrick juga meminta izin cuti panjang selama berbulan-bulan, kemudian bekerja sebagai dokter kapal di kapal penghancur es, menjalani ekspedisi kutub selama 5 tahun berturut-turut didampingi sang istri, Wang Yuan-ling, menjelajahi Lingkar Antartika dan Arktik.

Peter Kenrick mengungkapkan pengalamannya yang luar biasa. “Saya senang didampingi istri, saya pasti membawanya bertualang bersama, saya pernah naik beragam jenis kapal penghancur es, termasuk kapal penghancur es tenaga nuklir yang terbesar di dunia.”
 

Ekspedisi kutub, Peter Kenrick membawa istrinya, Wang Yuan-ling bertualang di lingkar Antartika dan Arktik (Sumber foto: Peter Kenrick)

Ekspedisi kutub, Peter Kenrick membawa istrinya, Wang Yuan-ling bertualang di lingkar Antartika dan Arktik (Sumber foto: Peter Kenrick)
 

Mengisi Kekosongan Berkontribusi di Desa Terpencil

“Sekembali ke Taiwan ia merasa sangat menyukai tempat ini, apa saja di Taiwan sangat luar biasa, di sini adalah surga.” Hal yang membuat Peter Kenrick merasa heran, “Banyak orang Taiwan tidak memahami, pemandangan Taiwan yang indah, Taiwan juga sangat aman, tidak seperti di Australia ada banyak pengguna narkoba yang suka mencuri barang orang lain, lalu dijual ke pasar barang bekas, di Taiwan jarang terdapat pasar bekas barang hasil curian.”

Pada tahun 2008 Taiwan dilanda badai Morakot, jalur transportasi terputus mulai dari rel kereta arah balik selatan, jalan tol penghubung rusak berat sehingga desa perkampungan terpencil sulit dijangkau untuk penyelamatan, Peter Kenrick bersama tim medis rumah sakit Kristen Taitung naik helikopter memasuki kawasan bencana kecamatan Daren desa Tuban (Tjuliqalju) untuk memberikan perawatan medis darurat, membantu dan melayani kebutuhan para korban bencana.

Demi menolong penderita kanker yang berdomisili di Taitung, ia menghadapi kendala “Jarak tempuh perjalanan lebih sukar daripada pengobatan penyakit”, kini masih dalam tahap penggalangan dana dan pembangunan gedung pusat perawatan kanker, kekurangan dana saat ini mencapai lebih dari NT$ 50 juta.

Namun Peter Kenrick membuang semua keraguan yang mendalam, menurutnya membangun gedung rumah sakit tidaklah sukar, akan tetapi yang menjadi pokok permasalahan adalah adakah dokter yang bersedia untuk tinggal dan bertugas di desa terpencil. Sebagian besar dokter pergi meninggalkan tempat ini setelah menjalani praktik selama 2 atau 3 tahun saja. Dokter Peter Kenrick selalu dengan gaya santainya memberi saran perbaikan untuk sistem asuransi kesehatan nasional Taiwan yang sudah berjalan baik, seketika dengan raut wajah serius Peter Kenrick mengatakan, “Permasalahan demikian wajib diperbaiki, semestinya belajar dari sistem luar negeri, dokter spesialis keluarga menempati posisi terdepan memeriksa kesehatan pasien dengan penyakit umum seperti kandungan, bedah umum, pasien dalam kondisi kritis baru berobat ke rumah sakit, dengan demikian baru dapat menghindari pemborosan sumber daya perawatan medis.”
 

Dinding lemari dalam rumah, masih ada kursi makan dan lampu meja semua hasil karya buatan tangan Peter Kenrick.

Dinding lemari dalam rumah, masih ada kursi makan dan lampu meja semua hasil karya buatan tangan Peter Kenrick.
 

Liku-liku Perjalanan yang Dihadapi

Peter Kenrick selalu mendambakan menjadi warga Taiwan, terutama pada tahun-tahun awal ketika ia menetap di Taiwan, setiap tahun ia harus memperbarui kartu ijin tinggal dan selalu diliputi rasa jika izin tersebut menetap tidak akan diloloskan. Walaupun pada tahun 2004, Peter Kenrick telah memperoleh kartu izin tinggal permanen (Alien Permanent Resident Certificate, APRC), namun masih termasuk orang asing bukan berkewarganegaraan Taiwan, tidak memiliki hak suara dalam pemilihan umum, bahkan perlindungan hukum hak waris dan hal-hal terkait pun mendapat perlakuan hukum yang berbeda.

Rumah yang sekarang dihuni oleh Peter Kenrick terletak di Dulan, kabupaten Taitung, dan merupakan hasil desain sendiri, mulai dari lahan kosong hingga berdirilah rumah bergaya villa. Sejak Peter Kenrick berusia 15 tahun, ia sangat menyukai rakitan model kapal dagang kuno Cutty Sark, dapat dikatakan Peter Kenrick seorang pengrajin kayu yang terampil, mulai dari ranjang dalam kamar, lemari dinding, kursi makan dan lampu meja adalah hasil karya buatan tangannya. Lukisan minyak penuh warna ceria juga menggambarkan saat-saat santai bersama istri di Taiwan sekembalinya dari bertualang di pegunungan tinggi di kutub.

Oleh karena ada revisi hukum kewarganegaraan dari kementerian Dalam Negeri (MOI), Peter Kenrick mendapat pengakuan atas kontribusi di sektor perawatan kesehatan, sumbangsih Peter Kenrick melayani kesehatan penduduk di desa perkampungan terpencil selama 30 tahun, pada tahun 2017 permohonan naturalisasi kewarganegaraan Taiwan Peter Kenrick diloloskan. Peter Kenrick merasa senang telah mendapatkan kartu tanda penduduk Taiwan dan berkata, “Kehidupan dan mata pencaharianku ada di sini, saya orang Taiwan, saya orang Dulan dari kabupaten Taitung!”

Pada tahun 2018, ketika Wang Yuan-ling berangkat kerja dengan bersepeda, ia mengalami kecelakaan dan meninggal dunia, sungguh menyedihkan. Tragedi menyedihkan, membuat Peter Kenrick tidak berkesempatan mengucapkan selamat tinggal kepada kekasihnya, namun Peter Kenrick telah memiliki kartu tanda penduduk Taiwan, maka semua harta warisan dapat terselesaikan dengan baik tanpa mempermasalahkan statusnya sebagai orang asing.

Ketika ditanya, “Apakah dokter Kenrick baik-baik saja?” Dokter Peter Kenrick menjawab dengan nada kecil, “Tidak baik! Merasa kehidupan ini selalu ada sesuatu yang kurang!”, namun ia segera mengalihkan ke arah pembicaraan yang positif, “Saya masih bisa bersepeda, masih ingin membuat perabot rumah, setiap hari saya selalu sibuk!”