Kembali ke konten utama
Ambisi yang Manis Cokelat Taiwan yang Mendunia
2020-06-08

Bentuk buah kakao seperti pepaya, biji berukuran besar, daging buah sedikit, dan tidak cocok untuk buah dimakan langsung. Masyarakat suku Maya mengolah kakao menjadi minuman, membuka fantasi perjalanan cokelat.

Bentuk buah kakao seperti pepaya, biji berukuran besar, daging buah sedikit, dan tidak cocok untuk buah dimakan langsung. Masyarakat suku Maya mengolah kakao menjadi minuman, membuka fantasi perjalanan cokelat.
 

Keindahan Taiwan tidak dapat sepenuhnya dirasakan jika belum pernah ke luar negeri atau merantau jauh ke negeri orang. Walaupun Taiwan merupakan pulau kecil di Asia tetapi keragaman iklim dan letak geografis turut menghasilkan sumber daya yang berlimpah ruah. Kerja sama antara petani dan praktisi telah membuahkan kesuksesan yang luar biasa. Siapa yang mengira bahwa setelah Taiwan berhasil memproduksi produk unggulan seperti kopi, wiski dan arak anggur, kini industri kakao di kawasan Selatan Taiwan, Pingtung kembali mengangkat nama Taiwan di panggung internasional.

 

Seperti film “Chocolat” yang dibintangi oleh Juliette Binoche, warga desa yang konservatif tidak mampu menahan diri karena tergila-gila dengan cokelat. Cokelat memiliki karisma yang luar biasa, dibawa dari benua Amerika Tengah pada masa kekuasaan penjajahan Barat lalu tersebar luas ke luar negeri membuat seluruh masyarakat dunia terpikat akan coklat.

Pohon kakao pertama kali masuk ke pulau Formosa  pada era kolonialisasi Jepang, orang Jepang membawa kakao dari Indonesia masuk ke Taiwan, tetapi dikarenakan kendala penanaman dan teknis pengolahan yang tidak teratasi pada akhirnya gagal. Hampir dua puluh tahun berjalan, produsen bibit tanaman dan petani kembali berinvestasi, kemudian penanaman pohon kakao yang menyukai cuaca panas dan lembab berhasil dibudidayakan dan mengakar di Pingtung.

 

Praktisi Pulang Kampung, Interpretasi Rasa Lokal

Cheng Yu-hsuan pemilik “Yu Chocolatier” toko yang terletak di dalam gang di samping bundaran Renai Kota Taipei, belakangan ini dalam laman facebooknya mengulas lika-liku perjalanan semenjak ia kembali dari Perancis pada tahun 2013.

Pembuatan cokelat dilakukannya dengan penuh perasaan, tetapi sebenarnya Cheng Yu-hsuan sangat rasional dibandingkan siapapun. Setelah menyelesaikan studi dan kembali ke Taiwan, setapak demi setapak Chang Yu-hsuan melangkah dan berjanji “akan kembali ke Paris”.

Yu Chocolatier memulai dari produk yang paling mendasar dan paling klasik. Berbeda dengan toko kue pada umumnya yang hanya menyajikan satu hingga dua jenis penganan berbahan coklat yang dekoratif, Yu Chocolatier meluncurkan tujuh hingga delapan jenis tar coklat sekaligus pada masa puncaknya.  

Setelah tim kerjanya dapat dengan mudah mengolah jenis coklat klasik, barulah mereka mulai mengkreasikan rasa. Cheng Yu-hsuan ingin mengetahui seberapa jauh kemampuannya, pada tahun 2016 mengikuti ajang bergengsi International Chocolate Awards (ICA) yang dijuluki sebagai “Oscar dunia coklat”, ia berhasil menggondol satu perak dan satu perunggu untuk perlombaan kawasan Asia Pasifik, menjadi orang Taiwan pertama dalam sejarah, menumbuhkan kegemaran akan cokelat di Taiwan yang tidak memiliki budaya coklat.

Setelah mendapat ilmu dari Perancis, sama halnya dengan masyarakat Perancis berpegang pada filosofi “mengonsumsi bahan-bahan lokal dan musiman”, ketika ia mulai menggunakan bahan-bahan makanan lokal seperti maqaw (litsea cubeba), bunga melati, acar plum, minyak wijen yang diolah dengan menggunakan kayu bakar, diolah menjadi cokelat bercita rasa klasik dan membuat konsumen Taiwan terkagum-kagum dan berkata, “Ternyata beberapa rasa ini juga dapat dipadukan dalam coklat?”

 

Industri Kakao Bangkit, Perbatasan Selatan Bersinar

Wilayah Pingtung yang tidak dapat dijangkau dengan kereta cepat HSR maupun pesawat penerbangan langsung, namun membawa kebanggaan sebagai “kawasan baru produksi kakao”, sehingga penyelenggaraan ICA kompetisi regional Asia Pasifik dari New York beralih ke Taiwan. Kinerja industri cokelat Taiwan juga tidak mengecewakan, berhasil menyabet 9 emas, 30 perak dan 29 perunggu pada tahun 2018, kemudian naik peringkat dengan kesuksesan meraih 13 emas, 44 perak dan 32 perunggu serta 18 penghargaan khusus pada tahun 2019. Perhimpunan dari dua puluh hingga tiga puluh perkebunan besar dan kluster industri cokelat Taiwan berhasil menarik pelancong datang jauh-jauh untuk berwisata. 

Di tengah proses ini, nama coklat Zeng Zhi-yuan sangat populer, bermula dari keberhasilannya dalam kompetisi regional Asia Pasifik, kemudian memenuhi persyaratan untuk berlaga pada kompetisi di Italia untuk memperebutkan piala dunia, prestasi Zeng Zhi-yuan sangat gemilang, ia berhasil meraih empat emas untuk Taiwan.

Karena “mendapat desakan dari pelanggan untuk membuka toko”, akhirnya ia membuka gerai di Neipu, desain interior gerai tersebut sangat sederhana namun menarik tamu-tamu berdatangan, bahkan tidak ketinggalan tamu asing yang mengagumi ikut berdatangan. Tata letak gerai didesain dengan model “toko di bagian depan, pabrik di bagian belakang”, masih terdengar suara mendengung terus bergemuruh karena di bagian belakang toko adalah tempat kerja dan mesin penggiling yang terus beroperasi selama 24 jam.
 

Cheng Yu-hsuan menggunakan maqaw (litsea cubeba), bunga melati, acar plum, minyak wijen…. lalu diolah menjadi cokelat klasik.

Cheng Yu-hsuan menggunakan maqaw (litsea cubeba), bunga melati, acar plum, minyak wijen…. lalu diolah menjadi cokelat klasik.
 

Meng-upgrade Perkebunan Kakao?

Petani yang memperoleh penghargaan semakin yakin dengan budidaya kakao, akan tetapi industri masih harus menghadapi sejumlah tantangan untuk pertumbuhan jangka panjang.

Dikarenakan beberapa faktor yang memengaruhi seperti harga biji kakao di Taiwan sangat tinggi, lahan petanian yang rusak, biaya tenaga kerja sangat mahal maka sangat sulit bagi Taiwan untuk bersaing harga dengan Afrika, Amerika Latin dan Asia Tenggara, harga jauh lebih mahal lima hingga sepuluh kali lipat dibandingkan dengan lainnya. Taiwan belum mampu memproduksi dalam kuantitas banyak sehingga tidak dapat melayani pembelian skala besar, maka pelaku usaha berorientasi sepenuhnya pada pengembangan perkebunan kakao yang menonjolkan citra rasa lokal.

Kekhawatiran selanjutnya adalah permasalahan yang terselubung dari ketidakjelasan jenis bibit tanaman. Varietas bibit kakao dari luar sangat beragam, masih ada penyerbukan silang dan petani juga melakukan perkawinan silang pada tanaman ini. Oleh karena itu, beberapa tahun terakhir ini ada petani yang mendalami budidaya pencangkokan untuk menjamin kemurnian varietas tanaman.

“Namun bergerak sebagai industri hilir dalam pengembangan kakao, tanaman kakao Taiwan terus mengalami persilangan jenis, agar rasa yang dihasilkan lebih seimbang.” Perintis Fu Wan Chocolate, Warren Hsu selalu berpandangan optimis. Cokelat pertama dari Warren Hsu “Fu Wan Taiwan No.1 62%” berkarakteristik seimbang dan elegan berhasil meraih medali emas dalam kompetisi final ICA 2019.

Selanjutnya adalah proses pembuatan. Sebagian besar pelaku industri kakao mengaku, walaupun beberapa tahun yang lalu pemerintah kabupaten kota memberikan pelatihan teknis, namun produksi Taiwan belum mampu sebanding dengan hasil produksi tradisional dari lokasi produksi yang terletak di garis khatulistiwa, yang memiliki musim panas sepanjang tahun, sementara di Pingtung ada angin taifun di musim panas, ada arus dingin pada musim dingin, maka untuk menghasilkan cokelat dengan cita rasa yang diidamkan, masih perlu mengandalkan pengalaman yang dimiliki dan terus melakukan perbaikan secara rinci.

Untuk meningkatkan mutu produk, memperluas pangsa pasar, ada petani yang memilih tidak bergerak sendiri, beralih ke strategi kelompok kerja, “Untuk fermentasi satu tong setidaknya memerlukan 500 kg kakao, jika hanya menggunakan biji kakao produksi sendiri maka sulit menghindari kualitas buah yang tidak stabil, apalagi jika menghadapi kuantitas produksi yang tidak mencukupi, apa yang harus diperbuat?” ujar Chiu Chun-wen perintis TC Cocoa.

Kakak beradik Chiu Chun-wen dan Chiu Chun-yu bersama beberapa petani kakao membentuk unit produksi, pemasaran dan memperluas lahan produksi kakao hingga 6 akker (5,82 hektar) agar dapat menstabilkan panen buah dua minggu sekali serta kuantitas yang dihasilkan setiap kali panen dapat mencapai lebih dari 500 kg. Pengontrolan hasil panen dikombinasikan dengan pengolahan yang dilakukan secara padat, dari pengalaman fermentasi yang terakumulasi hingga proses pemanggangan biji kakao, memilah biji sesuai dengan klasifikasi kualitas dan kelompok pengolahan, untuk rasa yang paling menonjol akan diproses menjadi cokelat hitam, sedangkan level kedua akan diolah dengan tambahan krim segar menjadi ganache.

 

Ketika Cokelat Bertemu…..

Adalah sejarah yang ditakdirkan maupun tidak disengaja, dari dulu produksi cokelat banyak dihasilkan di negara-negara yang terletak di bawah 20 derajat Lintang Utara, sementara konsumen adalah negara-negara yang bermusim dingin di Lintang tinggi. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, hembusan tren Amerika Serikat yang mengadopsi model “From bean to bar” (artinya proses biji kakao hingga coklat batangan diolah dalam satu perusahaan), namun bahan baku yang digunakan adalah produk impor. Hingga akhirnya pada kawasan perbatasan Utara Taiwan berhasil dalam membuat kemajuan mengubah menjadi model “From tree to bar”.

Meskipun dilihat dari pasar konsumen yang ada, daya konsumsi dari setiap warga Taiwan per tahun relatif sedikit tidak melebihi 0,5 kg. Namun praktisi selalu mengatakan, bukanlah hal yang sulit jika menginginkan konsumen Taiwan bisa membedakan manakah produk cokelat yang berkualitas, produsen dapat merasakan kebangkitan pasar ini berada di ambang lepas landas, bagaimanapun juga Taiwan memiliki budaya kopi yang maju dan lagipula Taiwan adalah penghasil teh. 

Bagi Wilma Ku selaku pemburu makanan dan pembuat merek produk makanan yang mengamati cokelat dengan perpaduan minuman lainnya, ia mencetuskan merek baru “COFE” dan “COTE”.

Merek ini yang mencerminkan kebahagiaan dan ambisi Wilma Ku, “Semua ini bermula hanya karena dirinya menyukai kopi, juga menyukai cokelat, dengan lekas mendapati kopi dan cokelat yang berkualitas memiliki daya pikat yang mirip. Kemiripannya yang menekankan lokasi produksi dan jenis produk, dalam proses pengembangan rasa juga serupa yakni dari rasa lokal, varietas, proses fermentasi dan pemanggangan. Jika kita berbicara tentang kopi yang memiliki rasa kakao begitu pula sebaliknya rasa kopi pada kakao, lagipula keduanya sama-sama diproduksi di Taiwan.”

Wilma Ku mendapat ilmu dari proses pembuatan cokelat putih, berasal dari biji kopi dan lemak kakao yang diproses secara kriogenik, dipadukan dengan sedikit gula batu, diolah menjadi “kopi yang bisa diasup”, ada rasa coklat tapi bukan coklat.

Merek COTE berslogan “Tea to bar”, mengadopsi delapan varietas teh klasik Taiwan, seperti menggunakan daun teh yang utuh, bukan teh yang diolah dengan seduhan air panas, untuk mengontrol rasa pahit yang dihasilkan dari daun teh. Wilma Ku tidak ingin seperti pedagang teh dan cokelat pada umumnya yang menggunakan susu bubuk sebagai penambah rasa, sebaliknya Wilma Ku menggunakan bahan lokal bubuk kacang kedelai, tanpa disengaja pemakaian bahan kacang-kacangan membuka jalan bisnis baru.

Cheng Yu-hsuan berharap suatu hari akan menancapkan bendera usahanya di garis terdepan di Paris, ia mengamati bahwa Eropa menilai Asia Timur terutama Jepang dan negara lainnya, untuk rasa yang dikembangkan oleh Jepang tidak lebih dari buah pomelo dan matcha, rasa oriental bagi orang Eropa masih sangat terbatas, maka semakin memperkuat dirinya untuk membuka usaha di Paris, ia masih berkeinginan untuk menyajikan cokelat ala Taiwan di sana, dengan harapan pasar ini stabil dan besar. “Memperkenalkan serangkaian rasa oriental yang semakin meluas,” ujar Cheng Yu-hsuan.

Seperti kalimat berikut yakni, ketika peredaran cokelat selama ribuan tahun tiba di Taiwan maka Taiwan memiliki budaya cokelat dan memposisikan dirinya sebagai bagian dunia, bagaikan sepotong puzzle kecil yang baru terpasang di peta global, yang dilengkapi dengan keragaman ide kreatif, ambisi dari petani Taiwan dan praktisi, berharap arus industri kakao dapat berkembang mulai dari hilir dan mencoba cara pengembangan yang baru.