Kembali ke konten utama
Naturalisasi Profesor Saraf Asal AS, Dorong Pembentukan Bidang Ilmu Saraf dengan Karakteristik Taiwan
2020-07-06
New Southbound Policy。Setelah menetap di Taiwan selama belasan tahun, Timothy Lane mengatakan ia telah menyaksikan bagaimana Taiwan bertransformasi menjadi negara yang demokratis, bebas, dan menghargai hak asasi manusia. Bagi Timothy Lane, pengalaman tersebut adalah pengalaman paling berharga yang ia peroleh selama tinggal di Taiwan. (Foto oleh CNA)
Setelah menetap di Taiwan selama belasan tahun, Timothy Lane mengatakan ia telah menyaksikan bagaimana Taiwan bertransformasi menjadi negara yang demokratis, bebas, dan menghargai hak asasi manusia. Bagi Timothy Lane, pengalaman tersebut adalah pengalaman paling berharga yang ia peroleh selama tinggal di Taiwan. (Foto oleh CNA)



Beberapa hari yang lalu, Kementerian Dalam Negeri (MOI) mengumumkan hasil uji kelayakan terhadap 8 orang WNA yang mengajukan naturalisasi untuk menjadi warga negara Taiwan melalui jalur SDM profesional, di antaranya adalah Profesor Ilmu Saraf, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Humaniora dan Ilmu Sosial Taipei Medical University (TMU), Timothy Lane.
 
Pada tahun 2016, Timothy Lane adalah orang pertama di Taiwan yang melakukan penelitian klinis terhadap pasien koma melalui pemetaan otak, yang bertujuan untuk meningkatkan akurasi diagnosa terhadap pasien koma, serta memberikan metode pengobatan yang sesuai.
 
Timothy Lane pertama kali datang ke Taiwan pada tahun 80an untuk menyelesaikan disertasi S3. Saat itu ia sedang meneliti gelombang otak pada manusia yang sedang dirasuki oleh roh atau kekuatan dari luar tubuh, untuk membuktikan “Teori Kesadaran” yang dikeluarkan oleh seorang Profesor Julian Jaynes dari Princeton University pada tahun 1970an.
 
Untuk membuktikan kebenaran teori tersebut, ia harus mencari beberapa orang untuk dijadikan objek penelitian. Atas saran dari seorang teman, ia datang ke Taiwan dan mempelajari “Jitong”, yaitu seseorang yang bertindak sebagai perantara untuk dirasuki dewa dalam upacara kuil.  
 
Setelah tiba di Taiwan, ia melihat sangat tidak mudah untuk menemukan “Jitong”. Ia menghabiskan banyak waktu untuk mengikuti para Jitong dalam melakukan upacara keagamaan, dan akhirnya memilih beberapa Jitong berusia belia untuk diteliti.
 
Timothy Lane mengatakan ada beberapa hal menarik yang ia temui ketika meneliti Jitong. Pernah suatu kali seorang Jitong menawari Timothy Lane untuk berkomunikasi dengan sang ayah yang sudah meninggal. Timothy Lane pada mulanya merasa tertarik dan ingin mencoba, tetapi karena dewa Santaizi (dewa yang merasuki Jitong tersebut untuk berbicara dengan arwah) hanya bisa berbicara bahasa Holo, maka Timothy Lane mengurungkan niat tersebut.
 
Setelah melewati proses penelitian yang panjang, Timothy Lane akhirnya berhasil menyelesaikan disertasi, dan kembali ke Amerika untuk menerima gelar doktor. Namun Timothy Lane tidak bisa melupakan rasa rindunya terhadap Taiwan, hingga pada tahun 1990an, ia memutuskan untuk kembali ke Taiwan dan mengajar di sebuah universitas.
 
Setelah menetap di Taiwan selama belasan tahun, Timothy Lane mengatakan ia telah menyaksikan bagaimana Taiwan bertransformasi menjadi negara yang demokratis, bebas, dan menghargai hak asasi manusia. Bagi Timothy Lane, pengalaman tersebut adalah pengalaman paling berharga yang ia peroleh selama tinggal di Taiwan.   
 
Saat ini Timothy Lane mengajar di TMU, dan dengan dukungan dari pihak universitas, ia memelopori pendirian “Pusat Penelitian Otak dan Kesadaran (Brain and Consciousness Research Center)”. Ia berharap ada semakin banyak generasi muda yang bersedia untuk terjun ke dalam bidang penelitian saraf, untuk mengembangkan bidang penelitian tersebut, dan menolong sesama.