Kembali ke konten utama
Dialog Tokoh Terkemuka: Pesona Cahaya Jinzun Kerangka Kerja Stanley C. Yen dan Paul Chiang di Taitung
2020-08-31

Taitung kaya akan budaya lokal membuat Stanley C. Yen (kanan) dan Paul Chiang (kiri) jatuh cinta dan membangun kawasan seni agar semakin banyak orang berkesempatan untuk berkarya.

Taitung kaya akan budaya lokal membuat Stanley C. Yen (kanan) dan Paul Chiang (kiri) jatuh cinta dan membangun kawasan seni agar semakin banyak orang berkesempatan untuk berkarya.
 

Berbicara tentang Taitung maka banyak kegiatan menggairahkan yang akan terlintas dalam benak pikiran seperti Festival Seni Chihshang, Kejuaraan Selancar Terbuka Jinzun, Festival Balon Udara Internasional Luye. Pada mulanya, Taitung yang menyandang julukan “gunung indah, laut indah namun membosankan”, melalui ide rancangan pemerintah disertai dengan kehadiran organisasi masyarakat pada masa jangka panjang membuat Taitung bermetamorforsis menjadi kota wisata populer berkelas internasional.

 

Selain berpotensi dalam sektor pariwisata, Taitung juga memiliki kekuatan budaya yang mengendap dengan kental. Yayasan Aliansi Budaya (The Alliance Cultural Foundation) yang dirintis oleh Stanley C. Yen telah bekerja keras untuk menggali dan membina sumber daya manusia lokal di Hualien-Taitung selama bertahun-tahun; Pada tahun 2008 seniman internasional Paul Chiang pindah dan menetap di Taitung, ia membangun studio seni (Art Center) di Jinzun, berharap di masa mendatang studio ini selain dapat difungsikan untuk menampilkan hasil karya sepanjang hidupnya, juga dapat mengundang musisi dan sastrawan untuk tinggal di studio seni agar semakin banyak seniman mendapatkan inspirasi dari alam Taitung.

Agar semakin memahami keunggulan dan potensi perkembangan Taitung, maka kali ini kami menggelar forum dialog dengan tokoh terkemuka yang dibawakan oleh Ivan Chen selaku Chief Editor “Taiwan Panorama”, secara khusus mengundang Chairman Stanley C. Yen dan Maestro Paul Chiang untuk membahas kesan dan harapan mereka terhadap Taitung serta persahabatan akrab mereka yang telah terbina.

TP: Mengapa Chairman Stanley C. Yen beranggapan Taitung sebagai tempat yang unggul untuk berkarya?

Chairman Stanley C. Yen: Setelah terjadinya musibah gempa bumi 21 September 1999, saya ikut membantu upaya pemulihan industri di Kecamatan Puli, Nantou, saya memberitahu kepada penduduk setempat bahwa menanam teh tidak semata-mata karena ingin berjualan teh saja, tetapi seharusnya merubahnya menjadi dapur pemberi makan, dan dapat dikembangkan menjadi seni minum teh dan ritual minum teh. Saat sebelum terowongan Xueshan selesai dibangun dan difungsikan, era di mana Yilan belum berkembang, saya berangkat ke Yilan untuk ceramah dan menyampaikan kepada mereka, “Mohon agar Anda sekalian tetap mempertahankan permandian air panas yang ada, dataran Lanyang dengan panorama tak berujung, bukan karena ingin menjadikan Yilan sebagai taman belakang kota Taipei melainkan seharusnya mampu menciptakan keunikan sendiri.” Kemudian daerah setempat ini menggelar festival permainan tradisional, akan tetapi ini hanya suatu cara saja, masih ada tujuan akhir yang ingin digapai, yakni masyarakat tetap mengunjungi Yilan walaupun tidak ada festival permainan tradisional.

Membangun Hualien-Taitung juga menjadi hal yang serupa. 50 tahun yang silam, saat saya menjalani wajib militer di Hualien, saya melihat perkampungan penduduk asli kaya akan budaya, sementara pemandangan alami dan megah di Taitung tetap asri tetap terpelihara. Sekarang ini, di kawasan setempat masih ada seniman dan musisi penduduk asli, serta seniman terkemuka berkelas internasional seperti Maestro Paul Chiang. Hal ini membuat saya teringat dengan program kreativitas lokal di Setouchi, Jepang, yang semula adalah pulau tandus kemudian berkat karya seni ukiran, tempat ini menjadi obyek wisata penting, festival kesenian yang digelar setiap tahun dan dapat menarik banyak pelancong datang. Maestro Paul Chiang dan saya selalu beranggapan bahwa Taitung akan menjadi wisata Setouchi non Asia  berkelas internasional.

TP: Setelah Maestro Paul Chiang pindah ke Taitung, gaya lukisan redup berubah menjadi terang, Chairman Stanley C. Yen juga sambil bergurau menyebutkan “di usia senja semakin banyak hal yang mulai dipelajarinya”, bagaimana Taitung memengaruhi karya Anda?

Paul Chiang: Serangkaian karya yang saya miliki, elemen yang terpenting adalah cahaya, kadang cahaya redup, ada kalanya lembut, terkadang terang bersinar, semua ini datang dari lubuk hati saya. Ini juga menjadi alasan mengapa ketika saya berada di New York, Paris dan Taipei, saya tidak ingin menghadapi dunia luar, karena saya hanya ingin menikmati cahaya yang terpancar dari dalam lubuk hati, itu adalah secercah cahaya yang tulus dan sakral. Akan tetapi setelah pindah ke Taitung, saya mulai membuka jendela studio kerja, merasakan pancaran sinar matahari, udara, samudra, rerumputan dan bunga di Taitung, semua kesan saya terhadap Taitung akan tertuang di atas lukisan abstrak.

TP: Chairman Stanley C. Yen, Anda telah merintis Yayasan Aliansi Budaya dan bekerja keras di Taitung selama bertahun-tahun, bagaimana Anda melanjutkan pengelolaan lokal? 

Chairman Stanley C. Yen: Setelah saya menemukan keunggulan Taitung, maka saya mulai berpikir bagaimana caranya agar pengembangan Taiwan bagian barat dapat berjalan tanpa merusak lingkungan, maka pihak kami berlanjut dengan berupaya membangkitkan budaya lokal.

Sebagai contohnya Jinzun Taitung, pada musim dingin ada angin muson yang menghasilkan hempasan ombak ke pantai, ombak yang luar biasa menyempurnakan ajang berselancar, untuk itu setiap tahun bulan November hingga bulan April pada tahun berikutnya Jinzun ramai dikunjungi oleh peselancar dari Jepang, Eropa, Amerika dan Hongkong, inilah keunggulan dari Jinzun. Akan tetapi, di sekitar area berselancar tidak ada toilet umum, maka saya mengundang Menteri Perhubungan pada saat itu untuk meninjau, mengharapkan agar dapat memperbaiki lingkungan ini dengan membangun fasilitas umum.

Kami juga membawa media massa ke Rumah Kapas (Cotton Hemp Workhouse), Taitung untuk meliput hasil kerajinan tangan seniman penduduk asli, Long Hui-mei (Nigan) agar semakin banyak orang dapat melihat karyanya. Saat ini, dia sudah menjadi seniman tetap di Italia dan Prancis. Untuk melayani pemesanan dari luar negeri, Long Hui-mei memobilisasi lebih dari 30 orang ibu-ibu yang bertugas membuat anyaman, aktivitas ini bermanfaat membangkitkan kembali ekonomi perkampungan yang mulai lesu.

Selain melestarikan kebudayaan lokal, yang lebih penting adalah menjadikan Taitung go internasional, saat ini di Kecamatan Kakacawan, Taitung terdapat restoran berkelas Michelin ditambah lagi dengan menu makanan yang bervariasi dari masakan ala penduduk asli hingga masakan ala Prancis. Kami masih mendirikan Junyi Experimental International High School, mengajarkan bahasa Inggris kepada generasi muda supaya dapat sejajar dengan dunia internasional, dengan demikian mereka berkesempatan untuk memanfaatkan sumber daya internasional masuk ke Hualien-Taitung.

TP: Ide Maestro Paul Chiang mendirikan Art Center sudah terpikirkan saat berada di Long Island, tetapi ide ini baru direalisasikan setelah menetap di Taitung. Mengapa pada awalnya Anda ingin mendirikan Art Center? Di manakah letak kesamaan antara Long Island, New York dan Taitung?

Paul Chiang: Kesamaan yang dimiliki Taitung dan Long Island adalah jumlah populasi yang sedikit, kualitas udara yang bagus, pemandangan alam yang indah dan tidak ada gedung pencakar langit. Pada tahun 1980 saya tinggal di Hampton, Long Island, setiap tahun pada musim panas saya selalu memikirkan untuk membuka studio melukis dan menggelar pameran yang terbuka untuk umum, agar masyarakat berkesempatan menikmati keindahan alam yang asri seperti yang saya alami. Namun setelah saya pindah ke Taipei, karena lingkungan yang berubah, maka saya menunda gagasan tersebut untuk sementara waktu, kemudian saya pindah ke Taitung, karena lingkungannya benar-benar sangat bagus dan merasa diri sendiri sudah mampu, ditambah lagi dengan dukungan dari Chairman Stanley C. Yen, segala aspek telah saya pertimbangkan, semestinya saya perlu melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sosial.

TP: Chairman Stanley C. Yen pernah mengatakan bahwa dirinya adalah penggemar Maestro Paul Chiang, apa yang membuat Anda mengagumi Maestro Paul Chiang?

Chairman Stanley C. Yen: Kami saling mengenal pada saat Maestro Paul Chiang kembali ke Taiwan 20 tahun yang lalu. Walaupun pada masa itu saya tidak menguasai dunia seni, namun berkat serangkaian karya seni “Silver Lake” yang membuat saya tersentuh. Pada waktu itu saya sedang merencanakan renovasi hotel One di kota Suzhou, dan saya mendapati suasana kamar berkesan terlalu modern, lalu solusi yang pertama kali terpikirkan adalah lukisan karya Maestro Paul Chiang. Saya segera menelepon dia yang saat itu berada di Taiwan, meminta izin kepada Maestro Paul Chiang untuk mendapatkan foto dua lukisan “Silver Lake” agar dapat direplika. Setelah terpasang di dinding lukisan tersebut membuat nuansa kamar berkesan tenang, akhirnya saya menyadari karya lukisan dari seorang seniman mampu merubah seluruh suasana ruangan.

Selanjutnya selama belasan tahun, saya mengamati setiap perkembangan dari Maestro Paul Chiang, sekali dia berubah haluan langsung menciptakan satu karya baru. Sebagian besar seniman dalam sepanjang hayatnya melakukan 2-3 kali perubahan haluan sudah merupakan hal yang luar biasa, tetapi perubahan haluan yang dilakukan Maestro Paul Chiang mencapai lebih dari belasan kali.

Setelah studio melukis berubah menjadi Paul Chiang Art Center, dia secara khusus membangun satu area untuk seniman tetap, dirinya tidak berharap menikmati keindahan Hualien-Taitung sendirian. Dia juga ingin agar seniman dapat tinggal beberapa waktu di Art Center agar lingkungan Hualien-Taitung memberikan mereka inspirasi dalam berkarya. Saya yakin rencana ini akan sangat menyentuh. Suatu hari nanti, ketika Maestro Paul Chiang dan saya telah tiada, kenangan ini akan tetap ada selamanya di Taitung, seperti Junyi Experimental International High School yang akan terus beroperasi  untuk membina semakin banyak generasi muda.

TP: Setelah Maestro Paul Chiang pindah ke Taitung, kehidupan dan sikap apa yang berubah?

Paul Chiang: Saat ini banyak masalah yang saya hadapi, sikap saya berubah menjadi lebih santai, berbeda dengan masa muda dulu yang lebih keras dan bertekad kuat, setiap karya dibuat dengan upaya keras, setiap sudut akan dibuat dengan sempurna. Melalui 20-30 tahun ini, saya baru belajar dan menyadari bahwa dalam permasalahan belum tentu harus ditangani dengan upaya keras, tetapi biarkan berjalan apa adanya.

TP: Walaupun Chairman Stanley C. Yen dan Maestro Paul Chiang telah berusia lebih dari 70 tahun, namun tetap bersikap idealis. Dapatkah Anda berdua berbagi filosopi kehidupan dan memberi pesan-pesan penyemangat untuk generasi berikutnya?

Chairman Stanley C. Yen: Tahun ini saya berusia 73 tahun, Maestro Paul Chiang berusia 78 tahun, kami berdua berusia 70 tahun lebih dan akan memasuki usia 80 tahun, sepanjang perjalanan ini dilalui dengan luar biasa, setiap perubahan haluan dilakukan perlu berpikir lebih jauh tentang langkah selanjutnya karena langkah itu sudah ada di depan mata.

Ketika saya baru tiba di Hualien-Taitung, saya sama sekali tidak pernah berpikir akan mendirikan sekolah, ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengalaman kerja yang pernah saya lakukan di masa lalu, akan tetapi pekerjaan saya saat ini di Taitung selain berintegrasi dengan seni, saya juga menjadi penggemar Maestro Paul Chiang. Setiap mitra dari Yayasan Aliansi Budaya tidak pernah mengira kami bisa berperan hingga seperti saat ini, maka saya ingin memberitahu kepada generasi muda bahwa hal yang Anda lakukan di masa mendatang belum tentu adalah tujuan awal yang telah Anda tetapkan. Setiap tahapan selalu ada kejadian yang tak terduga, namun asalkan dapat memahami keunggulan diri sendiri dan arah masa depan apa yang akan diikuti, kedua hal ini mampu membuat kita mendapatkan arah perkembangan, jangan memberi beban berlebihan untuk diri sendiri.

Paul Chiang: Semasa muda saya berupaya keras untuk menghasilkan karya seni, menekuni secara mendetail, semua karya harus sempurna (perfect), lalu kemudian secara perlahan-lahan saya mulai memperlambat langkah dan santai, dengan kata lain biarkan apa adanya, namun tidak berarti tidak berbuat apa-apa melainkan setiap hari tetap berupaya dengan tujuan yang kita inginkan, harus menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi.

Saya kerap kali memberitahu generasi muda bahwa karya seni berasal dari manusia, maka setiap hari masih harus menjalani hidup, berinteraksi dengan keluarga, lalu berlanjut menyelesaikan karya seni. Sebaiknya tidak menyusun rencana tiga puluh, lima puluh tahun ke depan untuk menjadi seniman besar atau berpartisipasi dalam sebuah pameran seni karena semua ini bukan rencana maupun hal yang dapat kita kendalikan, satu-satunya yang dapat kita perbuat adalah menjalani kehidupan dengan tekun, berlanjut untuk berkarya pada akhirnya pasti ada kesuksesan yang menanti.