New Southbound Policy Portal

Forum: Salon Budaya Kebijakan Baru Arah Selatan Pertukaran Dua Arah Berorientasi Manusia

Forum: Salon Budaya Kebijakan Baru Arah Selatan
 

Majalah Taiwan Panorama bersama Yayasan Pertukaran Taiwan–Asia (Taiwan-Asia Exchange Foundation/TAEF) menyelenggarakan forum “Pergerakan Asia Tenggara - Kebijakan Baru Arah Selatan dari Sudut Pandang Penduduk Imigran Baru” yang mengangkat kehidupan penduduk migran baru serta peran mereka dalam memperkaya keragaman budaya Taiwan, dengan vitalitas yang tak terbatas.

 

Di bawah ini adalah ringkasan ceramah yang disampaikan oleh para tamu undangan dalam forum yang mengeksplorasi situasi pertukaran budaya Kebijakan Baru Arah Selatan.

Kebijakan Baru Arah Selatan Berorientasi Manusia

Chairman Yayasan Pertukaran Taiwan–Asia (Taiwan-Asia Exchange Foundation/TAEF), Hsiao, Michael Hsin-huang:

“Kebijakan Baru Arah Selatan” adalah target strategi ekonomi penting pemerintah, dimulai saat pemerintahan Presiden Lee Teng-hui pada tahun 1994, yang dapat dikatakan sebagai Kebijakan ke Selatan versi 1.0, yang mendorong ekspansi dana pemerintah dan badan usaha milik negara ke negara-negara di Asia Tenggara. Kebijakan Arah Selatan pada tahun 2003 di era Presiden Chen Shui-bian boleh dikatakan sebagai versi kedua, tetapi tanpa mengikutsertakan swasta, dan hasilnya masih terbatas.

Lantas, hal apa yang “baru” dari Kebijakan Baru Arah Selatan pada tahun 2016? Pertama adalah berorientasi pada manusia, kedua adalah konten kebijakan yang lebih kaya dan beragam, dan partisipasi swasta.

Saya percaya, melalui pembinaan hubungan interpersonal yang baik maka uang akan datang dengan sendirinya. Di Taiwan Kebijakan Baru Arah Selatan diterapkan pada penduduk imigran yang datang untuk tujuan bekerja, sekolah, dan menikah di Taiwan. Lebih lagi penduduk imigran baru yang menetap dan mengakar di Taiwan, mereka adalah bagian dari kita, oleh karena itu harus dijaga dengan baik.

Wakil Ketua Departeman Komunikasi Internasional - Kementerian Luar Negeri, Huang Chih-yang:

Penduduk imigran baru di Taiwan tidak  hanya sebatas melakukan pertukaran dan pembauran budaya, tetapi juga memperkaya budaya Taiwan dan memberikan sumber vitalitas yang berkelanjutan, semua hadirin di sini adalah bagian dari hal tersebut.

Perkembangan dan Hasil dari Kebijakan

Asisten Negosiator Kantor Negosiator Ekonomi dan Perdagangan, Yuan Eksekutif, Morris Huang:

Jika membicarakan pandemi virus COVID-19, bidang kedokteran merupakan unsur yang sangat penting bagi Kebijakan Baru Arah Selatan. Berdasarkan data statistik Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan (MOHW), bahkan di masa pandemi ini, tingkat pertumbuhan ekspor produk peralatan medis kedokteran ke Asia Tenggara selama Januari hingga Maret tahun ini mencapai lebih dari 10%, nilainya melampaui Eropa dan Amerika Serikat.

Di bidang perdagangan dan investasi, Covid-19 telah memberi dampak yang cukup serius bagi pesaing terbesar Taiwan di Asia Tenggara yaitu Jepang dan Korea yang mengalami penurunan drastis melebihi 2 digit.
Sedangkan Taiwan masih mengalami pertumbuhan, hal ini membuktikan bahwa Kebijakan Baru Arah Selatan merupakan langkah kebijakan yang tepat.

Dari sisi pendidikan, dengan dicanangkannya Kebijakan Baru Arah Selatan, dimulai sejak tahun lalu, pelajar dari Vietnam telah menembus angka 20 ribu orang, jauh melampaui Malaysia. Jumlah pelajar Taiwan yang melanjutkan pendidikannya ke Asia Tenggara juga bertambah.

Asisten Peneliti Yayasan Pertukaran Taiwan–Asia (Taiwan-Asia Exchange Foundation/TAEF), Chen Ding-liang:

Saya sering ditanyakan orang: Apakah Asia Tenggara memiliki kesusastraan? Apakah ada kesenian Asia Pasifik? Untuk itu saya ingin balik bertanya, dalam benak pikiran kita apa yang menjadi tolok ukur untuk kesenian dan budaya Asia Tenggara? Apakah ada standar kelembagaan dan standar kaidahnya? Jika Anda membuka standar ini maka Anda dapat melihat budaya Asia Tenggara yang begitu beragam, kompleks dan berlimpah ruah. Ini yang saya yakini sebagai nilai budaya, yang juga membuat TAEF melakukan pertukaran budaya dengan Kebijakan Baru Arah Selatan.

TAEF saat ini tengah menjalankan program pertukaran kebudayaan dengan empat arahan utama, seperti salon kebudayaan Penduduk Imigran Baru, bekerja sama dengan Majalah Taiwan Panorama, juga ada kerja sama TAEF dengan Institut Seni dan Kebudayaan Vietnam, Pusat Kebudayaan Mekong, membangun mekanisme pertukaran kelembagaan melalui kunjungan 2 arah antara seniman dan kurator.

Karya Inovasi Seni dan Pengembangan Diri

Pembawa Acara Program Pertukaran Internasional – Yayasan Kultural Taiwan (The Taiwan Cultural Foundation/TCTF), Sun Ping:

Yayasan Kultural Taiwan (The Cultural Taiwan Foundation /TCTF ) mulai menfokuskan perencanaannya pada pengembangan regional sejak tahun 2019. Ketika kita mencoba untuk mempromosikan pertukaran budaya dengan negara-negara Asia Tenggara, kita tidak hanya harus melihat pada bidang pendidikan dan pertukaran antara seniman dari kedua belah pihak, tetapi juga menggali lebih dalam elemen budaya Asia Tenggara yang tersembunyi di Taiwan, melampaui kebijakan dari Kementerian Kebudayaan (MOC) dan Yayasan Kultural Taiwan.

Khususnya kegiatan promosi yang kami garap dengan tema, dan pertunjukan yang menghadirkan pengembangan dan energi budaya Penduduk Imigran Baru di Taiwan. Seperti “Membuka – MOCA” (MOCA: Museum of Contemporary Art) pada tahun 2019 yang berkolaborasi dengan Pengrajin Adonan Tepung, Pindy Windy (Fidati) dan komunitas seni “Lifepatch” Indonesia. Pengembangan kreasi kegiatan bersama dengan menghadirkan budaya Indonesia dan menghubungkan benda bersejarah dengan kenangan hidup. 

Ketua TransAsia Sisters Association, Taiwan (TASAT), Lee Pei-hsiang:

TransAsia Sister Association Taiwan (TASAT) berdiri pada tahun 1955. Bermula dari kelas bahasa Mandarin yang dipelopori oleh seorang Penduduk Imigran Baru asal Indonesia yang menikah dan tinggal di Meinong, Kaohsiung. Pada saat Saya menikah dan datang ke Taiwan di tahun 2002, suami saya juga mendaftarkan saya di kelas bahasa Mandarin pada TASAT Yonghe, Kota New Taipei.

Saat ini dua pertiga dari supervisor dan dewan direksi TASAT dipegang oleh penduduk imigran baru. Rapat bersama dengan orang-orang yang berbeda bahasa Ibu sangatlah tidak mudah. Mungkin semua orang mengira rapat satu jam sangat tidak efisien, tetapi kami menghabiskan waktu 3 – 4 jam untuk sekali rapat, bagi kami semua hal ini sebagai latihan, juga sebagai ajakan mereka keluar dari kesendirian untuk dapat aktif berpartisipasi dalam isu masyarakat sosial.

Hingga sekarang ini, TASAT telah mengerjakan banyak kegiatan mempromosikan kebudayaan, seperti menyelenggarakan kegiatan pertukaran kebudayaan kuliner, menjelaskan latar belakang kisah dari sebuah hidangan makanan, memperkenalkan kisah cerita kehidupan kampung halaman kami. Masyarakat Taiwan yang berpartisipasi dalam kegiatan menjadi sadar, tentang desas-desus yang mengatakan “Penduduk Imigran Baru kalau berkumpul bersama maka akan belajar hal-hal yang tidak baik”. Agar masyarakat mendengarkan kisah kami, mengerti keberadaan kami dan lebih mengenal apa adanya kami, untuk itu kami menerbitkan buku “Hadirkan Kampung Halaman di Atas Meja Makan” ini.

Kami membentuk grup seni drama pada tahun 2009, membuat film dokumenter “Let’s Not be Afraid”, juga menerbitkan permainan meja “Pasar Terapung Vietnam” untuk mempromosikan kebudayaan Vietnam, masih ada album lagu “Saya Tidak Ingin Mengembara”, semua ini merupakan apa yang benar-benar dirasakan oleh Penduduk Imigran Baru.

TASAT juga mempromosikan inisiatif perundang-undangan agar undang-undang imigrasi dan kewarganegaraan terkait pengumpulan bukti finansial, putusan tindakan kriminal ringan dan peraturan-peraturan lainnya menjadi lebih bersahabat bagi pekerja migran dan penduduk imigran baru. Kami juga berharap semakin banyak penyelenggaraan festival seni dan film sehingga tidak saja orang Taiwan dapat mengenal budaya Asia Tenggara, tetapi juga agar penduduk imigran baru dapat kembali mengenal negaranya sendiri.

Ketua Editorial Majalah Taiwan Panorama, Ivan Chen:

Dalam laporan “Taiwan Panorama” yang meliput isu-isu di Asia Tenggara selama lebih dari 40 tahun ini, kami mengamati evolusi masyarakat sosial Taiwan. Dalam laporan di era tahun 1980 an, lebih  berfokus dalam mempromosikan pencapaian teknologi Taiwan yang diekspor ke Asia Tenggara dan tingkat pengaruh Taiwan pada kesusastraan Tionghoa di Malaysia. Di era tahun 1990-an, artikel mulai mendeskripsikan bagaimana mengatasi dan beradaptasi dengan budaya Asia Tenggara yang mulai bermunculan. Setelah tahun 2000 mulailah ada laporan mengenai generasi baru kedua dan bagaimana penduduk imigran baru berintegrasi dengan masyarakat Taiwan. Metode naratif artikel berangsur-angsur berubah setelah tahun 2015, dari perspektif yang mengarah keluar menjadi mengarah ke dalam untuk melihat budaya asing dan penduduk migran yang merupakan salah satu bagian dari perubahan multikulturalisme Taiwan, ini menunjukkan masyarakat Taiwan tengah mengalami perubahan dari tahap tidak mengenal, konflik, hidup berdampingan hingga tahap integrasi.

Kebijakan Baru Arah Selatan dari Sudut Pandang Imigran Baru

Dosen Bahasa Vietnam di Zhongshan Community Collage, Chen Yu-shui: Dulu terdapat pandangan negatif bahwa “Pengantin Asing” ada hubungannya dengan pernikahan palsu, pernikahan uang dan sebagainya. Saya baru perlahan-lahan mengerti setelah bertahun-tahun, ini karena masyarakat Taiwan, “Tidak memiliki kesempatan untuk mengenal, bukan diskriminasi yang disengaja.” Sedangkan Penduduk Imigran Baru menginginkan perlakuan yang setara.

Silabus kurikulum tahun 2019 memuat pengajaran bahasa ibu yang merupakan bahasa-bahasa Asia Tenggara. Bagi generasi kedua penduduk migran tidaklah
mencukupi apabila hanya bergantung pada pelajaran 1 jam dalam seminggu, saya berharap kita bisa memberikan  kesempatan untuk belajar dengan bahan pengajaran yang lebih beragam.

Direktur Eksekutif TASAT, Liu Chien-ping: Saya adalah generasi kedua penduduk migran keturunan Vietnam, saya merasa terdapat perbedaan kelas terhadap generasi kedua penduduk migran di Taiwan. Mengapa anak dari pasangan orang Taiwan dengan orang dari negara barat disebut anak campuran, sedangkan kami disebut penduduk migran generasi kedua? Mengapa pelajaran bahasa Jepang adalah bahasa kedua, sementara pelajaran 7 bahasa Asia Tenggara disebut bahasa Ibu? Saya melihat di Transkrip Pendaftaran Rumah Tangga, dihitung dari sisi ayah, saya adalah generasi kedelapan, dari sisi ibu saya barulah generasi kedua, jadi apakah sebaiknya Anda menyebut saya generasi kedua? Atau generasi lama kedelapan? Taiwan seperti sekolah penyihir dalam cerita “Harry Potter”, dengan topi klasifikasi yang tak terlihat, dan topi klasifikasi ini membuat masyarakat Taiwan terlihat kaku. Penjangkauan budaya seharusnya memerangi klasifikasi topi yang tak terlihat ini, dan mematahkan kesan pengklasifikasian kelas. 

Anggota Komite Persiapan Asosiasi Alumni Taiwan, Lee Mei-jun (PriyaLee Lalwani Purswaney): Saya sudah tinggal di Taiwan selama 33 tahun, boleh dibilang penduduk migran yang paling lama tinggal di Taiwan. Masyarakat Taiwan sangat ramah terhadap orang asing, tetapi terkadang tanpa sengaja mengajukan pertanyaan yang menyinggung perasaan, saya berharap pemerintah atau organisasi non pemerintah dapat menyediakan lebih banyak saluran dan kesempatan untuk mengenal penduduk migran.