New Southbound Policy Portal

Presiden Lai Ching-te Terima Kunjungan Delegasi DPR Belanda dan Parlemen Estonia di Istana Kepresidenan

Presiden Lai Ching-te menerima kunjungan delegasi Komisi Perdagangan Luar Negeri dan Pembangunan DPR Belanda di Istana Kepresidenan, Jumat, 1 November 2024. Dalam sambutannya, Presiden Lai mengucapkan terima kasih kepada Dewan Perwakilan Rakyat Belanda atas dukungan terhadap Taiwan dan atas desakannya kepada pemerintah Belanda untuk memprioritaskan isu perdamaian di Selat Taiwan dan memperkuat hubungan bilateral dengan Taiwan.
 
Taiwan dan Belanda menjunjung nilai-nilai inklusivitas, keragaman, demokrasi, dan kebebasan, serta menjalin hubungan pertukaran di bidang semikonduktor, energi terbarukan, dan pengelolaan sumber daya air.
 
Presiden Lai berharap Taiwan dan Belanda terus memperdalam kemitraan dalam bidang perdagangan digital, keamanan siber, dan pertanian inovatif serta bersama-sama membangun rantai pasokan yang tangguh bagi negara-negara demokrasi global untuk melindungi tatanan perdagangan bebas internasional berbasis aturan.
 
Presiden Lai Ching-te secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Dewan Perwakilan Rakyat Belanda atas dukungan terhadap Taiwan. Sejauh ini DPR Belanda telah mengesahkan tiga mosi dukungan untuk Taiwan.
 
Belanda juga merupakan negara pertama di Eropa yang mengesahkan mosi parlemen berisi penolakan terhadap upaya Tiongkok untuk mendistorsi Resolusi Majelis Umum PBB 2758, dan menghalangi hak Taiwan untuk berpartisipasi dalam komunitas internasional.
 
Ketua Komisi Perdagangan Luar Negeri dan Pembangunan DPR Belanda, Aukje de Vries, menyampaikan bahwa mereka sangat memperhatikan peningkatan ketegangan yang terjadi baru-baru ini. Ia menambahkan bahwa konsensus di Dewan Perwakilan Rakyat Belanda adalah bahwa setiap perubahan sepihak dalam situasi lintas selat harus dihindari, dan bahwa setiap perselisihan harus diselesaikan secara damai, bukan dengan kekuatan atau paksaan. Serangkaian mosi yang disahkan selama beberapa tahun terakhir mencerminkan tingkat dukungan terhadap Taiwan di Dewan Perwakilan Rakyat Belanda.
 
Pada hari yang sama, Presiden Lai Ching-te menerima kunjungan delegasi Komisi Urusan Luar Negeri Riigikogu (Parlemen Estonia) di Istana Kepresidenan. Presiden Lai mengucapkan terima kasih kepada Estonia atas dukungan teguh terhadap partisipasi internasional Taiwan, serta mengatakan bahwa Taiwan memiliki tanggung jawab, kemampuan, dan keinginan untuk berkontribusi lebih banyak bagi komunitas internasional di berbagai bidang.
 
Presiden Lai menyatakan harapannya untuk bekerja sama memperdalam kemitraan antara Taiwan dan Estonia, dan menegaskan bahwa dengan memperkuat kerja sama dengan negara-negara anggota Uni Eropa di berbagai bidang, kita dapat bersama-sama menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh ekspansi otoritarianisme, menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran global.
 
Selain memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain untuk mempertahankan nilai-nilai kebebasan dan demokrasi, Taiwan juga secara aktif berupaya untuk berpartisipasi dalam organisasi dan mekanisme internasional seperti WHO, ICAO, dan UNFCCC. Partisipasi internasional Taiwan tidak hanya sekadar masalah hak asasi manusia mendasar bagi 23 juta rakyat Taiwan, tetapi juga menunjukkan bahwa Taiwan memiliki tanggung jawab, kemampuan, dan keinginan untuk berkontribusi lebih banyak bagi komunitas internasional di setiap bidang.
 
Ketua delegasi Marko Mihkelson menyampaikan orang-orang di Estonia dan Eropa khawatir tentang invasi Rusia yang sedang berlangsung ke Ukraina. Tujuan Rusia dan para pendukungnya bukan hanya Ukraina, tetapi juga untuk mengubah tatanan dunia, dan berita terbaru tentang pasukan Korea Utara akan ikut serta dalam agresi terhadap Ukraina membuat konflik ini menjadi konflik global.
 
Marko Mihkelson lebih lanjut menyatakan bahwa selain untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Taiwan, tujuan kunjungan mereka adalah untuk mencari cara bagi negara-negara demokrasi untuk bersama-sama mendukung Ukraina, karena hasil dari perang ini sama pentingnya untuk keamanan mereka sendiri, serta untuk keamanan Taiwan.
 
Marko Mihkelson mengatakan bahwa Estonia kehilangan kebebasannya selama 50 tahun dan sejak merdeka kembali pada tahun 1991, ada konsensus politik yang sangat kuat, dan dukungan dalam masyarakat, bahwa Estonia tidak boleh sendirian lagi dalam hal keamanan dan hubungan internasional.