Kembali ke konten utama
Lai Chih-hao Perawat Darurat Seni Kuno Konservator Lukisan Minyak
2019-01-14

Lai Chih-hao Perawat Darurat Seni Kuno Konservator Lukisan Minyak

 

Lai Chih-hao sering membandingkan pekerja restorasi seni sebagai dokter dan lukisan yang butuh direstorasi sebagai pasiennya, tapi lukisan adalah pasien yang tidak mampu berbicara, maka adalah tanggung jawab bagi sang pekerja untuk memeriksa dengan cermat dan mempreskripsikan metode restorasi yang paling sesuai. "Dibandingkan dengan lukisan bersejarah 300-400 tahun dari Eropa, lukisan minyak Taiwan masih berusia sangat muda, "tutur Lai." Saat memberi preskripsi obat kepada anak kecil atau bayi ini, dokter memang harus sangat hati-hati."

 

Italia, Lokasi Tepat untuk Belajar

Tujuh tahun telah berlalu sejak Lai Chih-hao pulang dari Italia, di mana ia menyelesaikan kursus restorasi lukisan minyak di Palazzo Spinelli Institute for Art and Restoration di Florence, dan magang sepanjang setahun lebih di bengkel restorasi San Felice degli Artigianelli. Teknik-teknik yang dipelajari di Florence kemudian dipraktekkan dalam karir restorasi seni di Taiwan. Lai selalu berusaha meningkatkan kesadaran akan upaya konservasi, berharap konsep dan pengetahuan yang sesuai bisa diadopsi untuk mempreservasi warisan budaya.

Italia, Lokasi Tepat untuk Belajar

Usai restorasi dengan teknik “Tratteggio,” sisi topi tampak natural dari jauh.Usai restorasi dengan teknik “Tratteggio,” sisi topi tampak natural dari jauh.

November 1966, hujan deras sepanjang beberapa hari meninggikan level sungai Arno, mengakibatkan banjir di berbagai pelosok Florence dan menimbulkan kerusakan serius terhadap harta artistik dan budaya di kota kelahiran Renaissance itu. Sukarelawan manca negara kemudian berkumpul di Florence untuk menyelamatkan peninggalan budaya dan mempelajari banyak pengalaman dalam proses restorasi, menjadikan Florence sebagai suatu pusat untuk organisasi riset dan program latihan dalam bidang preservasi dan restorasi peninggalan budaya.

Saat mengikuti kelas pertama di Institut for Art and Restoration, Lai masih ingat pada barisan lukisan bersejarah melampaui 200 tahun yang bertumpukan di kedua sisi kelas, menanti direstorasi. “Saya telah datang ke tempat yang tepat,” pikirnya.

Dalam proses mempelajari teknik konservasi dan restorasi, seorang murid paling khawatir tidak memiliki sampel untuk latihan. Tapi di sini, banyak karya seni yang rusak dalam banjir 1966 masih menunggu direstorasi, sehingga setiap pelajar bisa menumpuk pengalaman yang kaya dalam proses belajar.

Di Italia, Lai menemukan bahwa upaya restorasi berlangsung di setiap pelosok. Lukisan dinding tak terkenal di tepi jalan diamankan dari kontak pengunjung dan burung dengan bingkai terkunci. Lembaran kertas putih juga sering ditemukan ditempelkan di atas peninggalan sejarah di gereja. Menurut Lai, kertas perekat itu berfungsi sebagai penguat sementara agar kupasan cat di atasnya tidak terus berjatuhan.

Detail bagian mata Bunda Maria tampak jelas dalam lukisan setelah dibersihkan oleh Lai Chihhao. (Foto: Jimmy Lin)Detail bagian mata Bunda Maria tampak jelas dalam lukisan setelah dibersihkan oleh Lai Chihhao. (Foto: Jimmy Lin)

Lai juga mengagumi kehidupan di Italia yang selalu berdampingan dengan kesenian dan restorasi. Berbicara tentang mengapa memilih Italia sebagai tempat belajar, ia menerangkan, kendati pelajarannya gagal membuahkan hasil, setidaknya ia berkesempatan menikmati hasil karya seni para seniman terkemuka dari zaman Renaissance.

Hal-Hal Penting dalam Proses Restorasi

Proses restorasi mencakup pemeriksaan, pembersihan, reskonstruksi tekstur dan peretusan, meskipun langkah aktual yang dibutuhkan tergantung pada kondisi setiap lukisan.

Seorang konservator pertama-tama harus mengetahui standar kerusakan lukisan, mengambil sampel untuk dianalisis dan memastikan kecocokannya dengan pelarut yang dipakai agar kerusakan tidak terjadi terhadap karya seni dalam proses restorasi. Penyeka kapas kemudian digunakan bersama pelarut untuk membersihkan vernis di permukaan lukisan, suatu proses paling halus dan tidak dapat dibalik. Andaikata ada kerusakan atau kondisi tidak datar, bagian permukaan harus diisi dengan bahan yang bisa dengan mulus menyatu bersama lukisan asal. Setelah itu, sang konservator akan berusaha menusir lukisan orisinal dengan cara menambah warna dalam bentuk titik kecil atau garis halus ke bagian lukisan yang rusak. Upaya restorasi berulang-ulang ini membutuhkan perhatian, kesabaran dan ketekunan penuh. Inilah pekerjaan hari-hari biasa bagi seorang konservator.

Lai belajar melukis sejak kecil dan menerima latihan untuk menjadi seorang pelukis lukisan minyak, tapi ia menemukan dirinya belajar paling cepat dalam bidang restorasi lukisan.

Lukisan sebelum direstorasi.Lukisan sebelum direstorasi.

Melalui pengalaman lukisan minyak sepanjang puluhan tahun, Lai bisa dengan cepat memahami motif, teknik melukis dan penggunaan warna dari pelukis asal. Salah satu darinya adalah penggunaan penumpukan warna dengan bahan cat yang tidak sevariatif sekarang untuk menciptakan warna baru, misalnya ungu dari biru yang ditumpuk dengan merah yang transparen. Teknik yang disebut sebagai “Layering” ini bisa menampilkan efek multi-lapisan dan efek transparan, dan sering digunakan oleh Lai untuk memulihkan lukisan ke bentuk orisinalnya.

Lai juga telah menguasai “Tratteggio,” teknik merestorasi warna di bagian lebih luas dari suatu lukisan yang dianggap sebagai standar internasional dalam restorasi warna, yakni menggunakan garis halus berwarna yang tidak saling menyilang dan bertumpang tindih. Dengan cara ini, keindahan lukisan asal bisa direstorasi, dan sapuan kuas orisinal tetap mampu dibedakan dari warna yang ditambah. Pekerjaan ini membutuhkan waktu serta kesabaran, dan mengetes keterampilan pekerja restorasi. Lai, yang sangat terlatih dan bekerja dengan cepat, sering diberikan tugas restorasi penting oleh pemilik bengkel restorasi di Florence.

Faktor baru bisa saja muncul dalam proses restorasi, mengubah nasib lukisan yang sedang dikerjakan. Lai mengisahkan sebuah pengalaman berkesan saat merestorasi sebuah lukisan di Italia. Saat itu Lai sedang merestorasi sebuah lukisan religius dan menemukan mahkota duri Yesus Kristus mungkin tersembunyi di bawah suatu lapisan cat, dan ia berspekulasi bahwa mahkota tersebut mungkin disembunyikan dalam upaya restorasi di masa lampau. Pemilik studio segera melapor pada inspektur yang menangani proyek, dan kardinal setempat bahkan mengunjungi studio untuk melihat penemuan penting itu dengan mata sendiri. Penemuan tersebut membangkitkan perdebatan hangat dan restorasi akhirnya dihentikan, tapi pengalaman itu telah membuat Lai mengerti akan betapa seriusnya restorasi karya seni di Italia.

Lai Chih-hao pernah menjabat sebagai seorang dosen untuk kursus kesenian di Galeri Uffizi, memperkenalkan konservasi karya seni pada murid sekolah menengah atas.Lai Chih-hao pernah menjabat sebagai seorang dosen untuk kursus kesenian di Galeri Uffizi, memperkenalkan konservasi karya seni pada murid sekolah menengah atas.

Membangun Kesadaran Restorasi

Setelah pulang dan bekerja sebagai konservator di Taiwan, Lai menemukan banyak kasus dimana restorasi suatu karya seni sama sekali tidak sesuai dengan prosedur sepantasnya. Ia pernah melihat banyak lukisan tua rusak yang tidak direstorasi atau yang pernah direstorasi oleh non-ahli. Menurut Lai, konsekuensi dari restorasi tidak layak ini tidak bisa dibalikkan lagi, rupa orisinal dari artefak budaya tersebut akan hilang secara permanen.

Lai sangat mengkhawatirkan dan menyayangkan situasi ini, karena menurutnya, pekerjaan paling penting seorang pekerja restorasi adalah mempreservasi karya seni orisinal. Suatu kali Lai mendapatkan panggilan telepon darurat dari Malaysia untuk merestorasi sebuah lukisan yang serpihan cat asalnya berjatuhan dengan jumlah besar. Ia meminta penelepon untuk mengumpulkan semua serpihan tersebut, yang kemudian satu per satu dipasang kembali ke atas lukisan. Dengan merestorasi permukaan asal lukisan itu, Lai telah mempreservasi nilainya.

Lai Chih-hao mengaplikasikan teknik tradisional Italia yang disebut sebagai “Strappo” untuk mencabut sebuah lukisan dari dinding tanpa perlu memotongnya.Lai Chih-hao mengaplikasikan teknik tradisional Italia yang disebut sebagai “Strappo” untuk mencabut sebuah lukisan dari dinding tanpa perlu memotongnya.

Tapi, kesadaran akan pentingnya preservasi warisan budaya masih kurang di Taiwan. Banyak karya seni berharga yang sudah hampir rusak kadang sama sekali tidak diusahakan untuk diselamatkan. Semua orang berpikir, asalkan dokter (Konservator) sudah datang, pasien pasti akan selamat, tapi kadang dokter pun tidak mampu merestorasi. Untuk itu, Lai berpendapat bahwa rasa keterdesakan terhadap restorasi harus dibangun di Taiwan. Materi asal dari suatu artefak budaya yang rusak harus dikumpulkan, agar pekerja restorasi bisa bekerja lebih mudah.

Konservator di Taiwan tidak banyak, maka selain merestorasi lukisan minyak, Lai juga dipanggil untuk membantu merestorasi karya seni di kelenteng. Suatu kali, Lai berkesempatan mengaplikasikan teknik tradisional Italia yang disebut sebagai “Strappo” untuk mencabut sebuah lukisan dari dinding tanpa perlu memotongnya. Pengetahuan-pengetahuan ini diharapkan bisa dinikmati bersama para tukang tradisional di Taiwan, dan kombinasi pengalaman tua dan baru diyakini bisa membantu mempreservasi warisan budaya Taiwan.

Lai mulai belajar restorasi seni ketika salah satu karyanya rusak dan ia tidak tahu cara menanganinya. Namun setelah menekuni konservasi, Lai memutuskan untuk berkarir dalam bidang ini. “Kesenian seorang pekerja restorasi bagaikan sebilah pisau, harus diasah dan dipakai setiap hari agar tetap tajam,” katanya. “Dan sama halnya dengan magang, seorang konservator hanya bisa menguasai keahlian melalui latihan panjang.”

Lai Chih-hao masih dalam jalan panjang untuk menguasai kesenian konservator. Dan ia berencana untuk terus mengasah keterampilannya dan mengkontribusikan bakatnya untuk mempreservasi warisan budaya di Taiwan.