Legislatif Yuan Revisi Undang-Undang, Terapkan Penahanan Preventif untuk Pelaku Pelecehan Seksual
Sumber
Central News Agency
2019-12-18
![Revisi undang-undang ini terutama ditujukan kepada pelaku tindakan berulang, dan biasanya pelaku seperti ini akan melakukan pemerkosaan begitu mendapat kesempatan untuk melakukan pelecehan. Oleh karena itu, membatasi kebebasan pelaku tindakan kriminal semacam ini adalah hal yang penting.](https://image.taiwantoday.tw/images/content_info/img20191218164808108.jpg)
Revisi undang-undang ini terutama ditujukan kepada pelaku tindakan berulang, dan biasanya pelaku seperti ini akan melakukan pemerkosaan begitu mendapat kesempatan untuk melakukan pelecehan. Oleh karena itu, membatasi kebebasan pelaku tindakan kriminal semacam ini adalah hal yang penting. (Foto oleh LTN)
Revisi undang-undang tersebut mengatur hal-hal yang meliputi penjaminan hak dalam proses penangkapan atau penahanan, interogasi, peradilan, serta penerapan penahanan preventif untuk tindakan kriminal berat dengan tingkat pengulangan sangat tinggi (seperti perampokan, penyelundupan manusia), tindak pidana pemerkosaan, pelecehan seksual, dan penipuan.
Ketika melakukan proses penahanan, petugas harus segera memberi tahu tersangka dan anggota keluarga yang bersangkutan dapat menunjuk pembela hukum. Dalam proses mengamankan tersangka, petugas dapat menggunakan peralatan keamanan, tetapi tidak diperbolehkan menggunakan tindakan berlebihan di luar prosedur. Petugas juga harus menjaga keamanan fisik dan kehormatan tersangka.
Dalam proses peradilan, untuk menjamin hak penyelesaian terhadap korban dan tersangka, masa peninjauan kembali diperpanjang dari 7 hari menjadi 10 hari, dan masa banding diperpanjang dari 10 hari menjadi 20 hari. Waktu yang diberikan untuk melengkapi pertimbangan pengajuan banding juga diperpanjang dari 10 hari menjadi 20 hari.
Mengacu pada undang-undang yang berlaku saat ini, pelaku tindak pelecehan seksual akan dijerat dengan hukuman kurungan selama dua tahun, tetapi terdakwa biasanya tidak dikenakan hukuman maksimal, karena tingkat pelanggaran terhadap hak otonomi seksual korban tidak terlalu besar, sehingga kemungkinan untuk dilakukan penahanan preventif juga tidak besar.
Revisi undang-undang ini terutama ditujukan kepada pelaku tindakan berulang, dan biasanya pelaku seperti ini akan melakukan pemerkosaan begitu mendapat kesempatan untuk melakukan pelecehan. Oleh karena itu, membatasi kebebasan pelaku tindakan kriminal semacam ini adalah hal yang penting.
Setelah revisi, undang-undang ini berlaku apabila hakim menilai pelaku tindak kriminal memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan berulang, maka kemungkinan penerapan penahanan preventif akan menjadi lebih tinggi, dan diharapkan dapat membantu menjaga keamanan masyarakat.