Kembali ke konten utama
Kepiawaian Perajin Ilahi Arsitektur dan Kerajinan Artistik di Kuil Tianhou
2022-08-15

Langit-langit caisson yang terletak di atas bangunan, seluruhnya tersusun oleh dougong, tanpa ada satu paku pun. Ini menjadi pembuktian akan keterampilan pengrajin kayu yang andal.

Langit-langit caisson yang terletak di atas bangunan, seluruhnya tersusun oleh dougong, tanpa ada satu paku pun. Ini menjadi pembuktian akan keterampilan pengrajin kayu yang andal.
 

Dewi Mazu adalah kepercayaan umum masyarakat Taiwan, Kuil Tianhou yang didedikasikan untuk Dewi Mazu di berbagai tempat tidak saja mencerminkan kesalehan penduduk desa yang menyumbang bagi pembangunan kuil, tetapi juga mengumpulkan berbagai kerajinan tradisional. Di setiap sudut kuil terdapat karya-karya perajin. Dalam edisi kali ini “Taiwan Panorama” akan mengajak Anda untuk menyaksikan karya-karya dari Liu Sheng-ren yang ahli dalam seni kayu dalam ukuran besar, Guo Chun-fu yang adalah seorang pakar pembuat mahkota dewa dan Zhang Li-juan yang andal dalam menyulam. Mengagumi keindahan kerajinan tangan Taiwan melalui keterampilan yang terakumulasi dari pengalaman mereka selama beberapa dekade.

 

Memasuki Kuil Bengang Tianhou di Chiayi, menengadah ke atas, dapat terlihat ukiran langit-langit caisson berbentuk Delapan Trigram yang menawan, “Kuil dengan dekorasi langit-langit caisson adalah yang terindah”, demikian kata pengrajin kayu, Liu Sheng-ren, saat mengajak kami berkeliling. Tumpukan dari setiap barisan dougong, semuanya saling bersambungan, tanpa menggunakan satu paku pun. Namun, tidak semua kuil memiliki dekorasi seperti ini di langit-langit mereka, karena caisson tidak hanya melambangkan skala dari suatu kuil, melainkan juga mewakili keterampilan dari pengrajin kayu yang andal.

 

Keluarga Pengrajin Kayu Lintas Generasi

Liu Sheng-ren lahir di Xingang, Chiayi dan besar di keluarga yang bergelut di bidang industri kayu. Pemugaran situs bersejarah nasional, Kuil Shuixian Bengang setelah Perang Dunia II dilakukan oleh buyutnya, Liu Shan dengan mengajak kakek dan pamannya. Bagi Liu Sheng-ren yang sedari kecil tumbuh besar bermain di depan Kuil Shuixian Bengang, struktur kayu dalam sebuah kuil melambangkan kemuliaan keluarga besarnya, dari sinilah benih untuk mendalami profesi pengerjaan kayu mulai tumbuh di lubuk hatinya.

Setelah menyelesaikan masa wajib militer, Liu Sheng-ren kemudian mengikuti jejak pamannya Liu Hong-lin untuk mendalami pengerjaan kayu besar. Dirinya turut terlibat dalam dua proyek pembangunan Kuil Bengang Tianhou dan Kuil Santiaolun Haiqing, serta restorasi berbagai bangunan tradisional dan bangunan bergaya Jepang lainnya.

Liu Sheng-ren yang menjadikan pekerjaan kayu sebagai misi seumur hidupnya, selalu ingat dengan ajaran yang disampaikan Liu Hong-lin, “Begitu kontrak diperoleh, maka pekerjaan tersebut wajib diselesaikan, meskipun harus menanggung rugi.” Misalnya, proyek besar pertama Liu Sheng-ren sejak membuka usahanya sendiri, yaitu program restorasi Aula Zhongshan di pabrik tembakau Pingtung, yang mana di kala tersebut, pabrik konstruksi bangkrut, sehingga dana proyek tidak dapat dicairkan. Namun, akhirnya ia rela membayar gaji kolega dengan uang pribadi, dan bersikeras untuk menyelesaikan proyek tersebut. Berkat kegigihan dan keseriusannya, Liu Sheng-ren terus mengumpulkan pengalaman, dan menjadi master pertama di Taiwan yang menerima tiga kualifikasi perajin tradisional oleh Kementerian Kebudayaan (MOC) secara bersamaan, masing-masing di bidang bangunan tradisional yang terbuat dari kayu, karya kayu dalam skala kecil dan arsitektur kayu bergaya Jepang.
 

Selama hampir 60 tahun, Guo Chun-fu menggunakan teknik kerajinan logam untuk membuat mahkota dewa. Ia adalah salah satu dari sedikit pakar di Taiwan yang dapat memproduksi mahkota dewa dari berbagai material secara bersamaan, misalnya perak, tembaga dan kertas.

Selama hampir 60 tahun, Guo Chun-fu menggunakan teknik kerajinan logam untuk membuat mahkota dewa. Ia adalah salah satu dari sedikit pakar di Taiwan yang dapat memproduksi mahkota dewa dari berbagai material secara bersamaan, misalnya perak, tembaga dan kertas.
 

Jelajahi Misteri Arsitektur di Dalam Kuil

Hingga hari ini, Liu Sheng-ren telah turut andil dalam beberapa proyek restorasi lainnya, seperti Kuil Datianhou di Tainan, situs bersejarah rumah tua Lin Teng Fang di Daxi Taoyuan dan Penjara Tua di Chiayi serta lainnya. Selain itu ia sempat bersama Liu Hong-lin ke Jepang untuk ikut serta dalam proyek restorasi Kuil Kuan Ti Yokohama (Kanteibyo). Liu Sheng-ren menuturkan, bahwa arsitektur dari kuil tradisional masih menjadi favoritnya. Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan arsitektur Jepang yang menekankan standardisasi, maka nilai kekayaan dan pesona dari kerajinan kuil lebih memiliki daya tarik.

Liu Sheng-ren menambahkan, kayu adalah bahan natural yang datang dari alam kehidupan dan memiliki sifat lebih lembut, sehingga akan membuatnya lebih enak dipandang. Oleh karena itu, saat berjalan memasuki Kuil Mazu, biasanya akan mendatangkan perasaan yang penuh dengan kedamaian batin. Baginya, merestorasi kuil dan situs bersejarah, layaknya tengah melakukan kebajikan, tidak memedulikan berapa besar keuntungan dan kerugian, yang lebih penting adalah sejarah  kebudayaan, agar dapat dilestarikan bersama dengan kehangatan yang datang dari kayu itu sendiri.

 

60 Tahun Kerajinan Mahkota Dewa

Dini hari pukul 2:30, di dalam rubanah rumah bertingkat yang terletak di Distrik Selatan Kota Tainan, kobaran nyala api dari obor las tengah membakar kawat perak. Di bawah kaca pembesar, Guo Chunfu dengan hati-hati membentuk kawat perak sesuai dengan gambar yang ia buat, kemudian menyoldernya ke pelat perak sedikit demi sedikit. Setiap pola dan bagian dari mahkota dewa adalah proses rumit yang harus diulangi setiap harinya di atas meja kerja. Dengan demikian, baru dapat secara bertahap membentuk penampilan mahkota dewa. Mahkota dewa, murni dibentuk dengan menggunakan tangan. Waktu yang dihabiskan bisa sangat singkat, yakni beberapa bulan, atau bahkan bisa melebihi satu tahun. Inilah bagaimana mahkota Dewi Mazu di altar utama Kuil Tianhou Luermen, serta Dewi Mazu Kedua dan Ketiga di Kuil Datianhou Tainan dihasilkan.

Guo Chunfu yang lahir pada tahun 1950 di Yancheng, Tainan tersebut, mempelajari kerajinan logam dari pamannya, setelah ia lulus Sekolah Dasar. Saat menginjak usia 17 tahun, Guo Chunfu memulai usahanya sendiri. Pada awalnya, ia membantu toko perhiasan membuat aksesoris atau medali emas, dan terkadang ada pelanggan yang datang sembari membawa mahkota dewa, kemudian memintanya untuk meniru.

Seiring dengan perkembangan perekonomian Taiwan, dan peningkatan taraf hidup, masyarakat akan membalas anugerah para dewa dengan mempersembahkan mahkota. Pada tahun 1980, praktik lotre dajiale sangat populer di Taiwan, dan permintaan untuk membuat mahkota dewa meningkat drastis. Oleh karena itu, Guo Chunfu mengabdikan diri untuk mempelajari patung dewa dan tipe mahkotanya. Guo Chunfu mengintegrasikan sistem konteks dari mahkota, dan pada akhirnya secara bertahap ia beralih untuk berfokus ke pemroduksian mahkota dewa dengan menggunakan tangan.
 

Setiap mahkota dewa yang indah adalah karya Guo Chun-fu di bawah kaca pembesarnya. Dibutuhkan beberapa bulan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan terus mengulangi langkah-langkah seperti melengkungkan kawat halus dan mengelas.

Setiap mahkota dewa yang indah adalah karya Guo Chun-fu di bawah kaca pembesarnya. Dibutuhkan beberapa bulan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan terus mengulangi langkah-langkah seperti melengkungkan kawat halus dan mengelas.
 

Mahkota Dewi Mazu yang Istimewa

Guo Chunfu yang hampir 60 tahun bergelut dalam pembuatan mahkota dewa tersebut, senantiasa bersikeras untuk mengukur diameter kepala dewa dengan menggunakan tangannya sendiri. Baginya, ukuran mahkota harus sesuai dengan bentuk kepala dewa, sehingga saat dikenakan akan benar-benar agung dan indah.

Daripada menyebut Guo Chunfu sebagai seorang perajin, ia lebih menyerupai seorang seniman. Guo Chunfu telah meningkatkan kualitas mahkota dewa selama beberapa dekade. Sebuah mahkota Dewi Mazu berukuran kurang lebih 12 cm, terdapat 9 naga dan 4 burung phoenix di bagian atasnya, masing-masing terlihat sangat nyata. Bahkan pada bagian belakang mankota, yang biasanya jarang diperhatikan oleh orang-orang, tetapi Guo Chunfu bersikeras untuk tetap mendesain dengan pola yang kompleks.

Memberikan garansi seumur hidup adalah bentuk kepercayaan diri dan pembenaran Guo Chunfu terhadap karya-karyanya. Pada tahun 2000, Guo Chunfu diminta oleh Kuil Tianhou Luermen untuk membuat mahkota dewa dengan diameter sekitar 146 cm, untuk Dewi Mazu di altar utama. “Ini seharusnya menjadi mahkota dewa terbesar di dunia!”

Warga yang datang dan sembahyang ke Kuil Tianhou Luermen pun meningkat pesat, sehingga membuat mahkota dewa menjadi sangat berdebu karena asap dupa. Pada tahun 2021 lalu, Guo Chunfu kembali dipercaya untuk kedua kalinya membersihkan dan memperbaiki mahkota dewa. Dengan sangat hati-hati, ia melepas setiap bagian dan manik-manik yang terdapat pada mahkota dewa. Pertama-tama, ia menggunakan obor las untuk mengembalikan warna perak, kemudian merendamnya dengan cairan hidrogen peroksida sembari menyikat kotoran yang melekat. Setelah itu, disepuh dengan emas, lalu disemprot dengan lapisan pelindung, dan akhirnya dirakit satu per satu dengan hati-hati. Mahkota yang telah diperbaiki, telah berusia lebih dari 20 tahun, tetapi masih terlihat layaknya karya seni yang sangat artistik. Dengan demikian akan menambah keagungan patung Dewi Mazu yang terletak di altar utama.

 

Benang dan Jarum Hadirkan Sulaman Indah

Melihat Zhang Li-juan, seorang penyulam bertubuh mungil, memasukkan benang halus ke dalam lubang jarum dengan lebar kurang dari 1 mm dengan sangat rapi. Paras yang selalu tersenyum, mata Zhang Li-juan menatap penuh kepastian kemudian membidik serta menjahit, dan berhasil hanya dalam satu kali tusukan. Sulit membayangkan, jika usianya hampir menginjak 80 tahun. Sembari berkisah tentang masa-masa menyulamnya dulu, tangan Zhang Li-juan tetap bergerak menyulam pakaian dewa, dimulai dari mengangkat jarum lalu menusukkannya ke lembaran kain. Baginya, jarum dan benang seperti pensil warna, menari-nari di atas lembaran kain menyulamkan benang emas yang gemilap. Dalam waktu yang singkat, pola kain yang awalnya datar, berkat sentuhan benang emas berubah menjadi cerah berkilauan. Ini adalah pekerjaan menyulam Zhang Li-juan yang terakumulasi dari pengalaman melebihi 60 tahun.

Saat berusia 14 tahun, Zhang Li-juan berguru kepada seorang pakar dari Fuzhou, ia mempelajari kekuatan dan ketepatan jarum. Dari yang awalnya menyulam pola datar, kemudian berkembang menjadi sulam pita kapas, benang emas dan lain-lain.

Setelah magang selama beberapa tahun, ketika Zhang Li-juan berusia 22 tahun, bosnya memutuskan untuk pindah dan menutup usahanya. Pada dasarnya, para pelanggan sudah menyukai hasil karya sulaman Zhang Li-juan. Mereka mendorong Zhang Li-juan untuk memulai usaha sendiri dan memperkenalkan pelanggan baru untuknya. Karya pakaian dewa milik Zhang Li-juan pun laris manis, guna menampung lebih banyak para penyulam, pada tahun 1989 Zhang Li-juan memindahkan studio Jin Ma Xiu Zhuang ke sebuah bangunan pabrik yang terletak di pinggiran Kota Chiayi, dan studio Zhang Li-juan masih berdiri kukuh hingga hari ini.
 

Zhang Li-juan, yang telah bergelut dengan kerajinan menyulam selama lebih dari 60 tahun, memperlakukan setiap jarum di tangannya bagaikan sebuah pensil berwarna. Sulaman yang dijahitnya satu per satu, menghasilkan karya berupa pakaian dewa yang menawan.

Zhang Li-juan, yang telah bergelut dengan kerajinan menyulam selama lebih dari 60 tahun, memperlakukan setiap jarum di tangannya bagaikan sebuah pensil berwarna. Sulaman yang dijahitnya satu per satu, menghasilkan karya berupa pakaian dewa yang menawan.
 

Transformasi Kerajinan Tradisional

Seiring dengan perkembangan zaman, biaya tenaga kerja semakin mahal, belum lagi harus bersaing dengan produk sulaman asal Tiongkok yang lebih murah, membuat studio penyulaman Taiwan yang tadinya dikerjakan dengan tangan seluruhnya, harus sebagian dikerjakan dengan menggunakan mesin. Sulam pita yang awalnya dibentuk dengan cara dilapisi rendaman kapas yang digulung dengan tangan, juga mulai menggunakan stirofoam sebagai pengantinya. Zhang Li-juan menuturkan, sama-sama pita sulam tiga dimensi, menggunakan stirofoam lebih praktis, tetapi tampak lebih kaku. Sulam pita yang terbuat dari kapas dapat menyempurnakan bagian yang tidak rata, dan karya yang dibuat akan terasa lebih hidup.

Zhang Li-juan mengeluarkan satu set pakaian Dewi Mazu yang seluruhnya disulam dengan tangan, meliputi mahkota, dudou, pakaian dan selendang. Zhang Li-juan menyampaikan, kebanyakan patung dewa pada umumnya hanya dilengkapi dengan pakaian dan mahkota, sedangkan Dewi Mazu pertama-tama harus mengenakan dudou, lalu pakaian dan selendang. Dewi Mazu adalah Ratu Langit, sama seperti Yu Huang Da Di dan Xuan Tian Shang Di, mereka adalah dewa dengan tingkat kaisar atau ratu, oleh karena itu totem di dalam pakaian-Nya didominasi oleh naga. Dan pakaian Dewi Mazu ini terinspirasi oleh “sepasang naga yang mengawali pagoda”. Sulam pita berbentuk sepasang pagoda terbuat dari kapas dan benang emas, dengan disematkan bentuk naga dan ikan mas di kedua sisi, yang juga disulam dengan benang emas. Ditambah dengan sulaman selendang burung phoenix, menambah nilai artistik dan keanggunan.

Saat Anda berkunjung ke Kuil Tianhou, selain berdoa kepada Dewi Mazu dan merasakan ketenangan dan kekhidmatan dalam semerbak wangi dupa, jangan lupa untuk menikmati seni kriya artistik yang terdapat di dalam kuil. Anda akan menemukan bahwa kuil ini diisi oleh harta karun di setiap sudutnya.

 

MORE

Kepiawaian Perajin Ilahi Arsitektur dan Kerajinan Artistik di Kuil Tianhou