Kembali ke konten utama
Kampung Halaman yang Indah di Jalur Shen’ao Paduan Emas Kuning dan Hitam dengan Peradaban Manusia
2022-09-12

Kampung Halaman yang Indah di Jalur Shen’ao(1)

 

Jalur kereta Shen’ao yang terletak di sebelah timur laut Taiwan, terbentang menyusuri pesisir pantai, bagaikan jalur kereta monorel Shōnan Enoshima Jepang, bersandar pada gunung dan pantai yang terhampar di depannya, menyajikan keindahan yang tiada tara.

 

Jalur kereta Shen’ao melewati Ruifang, salah satu dari sebagian kecil desa di Taiwan yang sebelumnya dikenal sebagai desa tambang yang menyimpan banyak bahan tambang, dan mendapat julukan yang diadopsi dari nama tiga desa yakni Shuinandong, Jinguashi dan Jiufen sehingga diberi nama “Shui Jin Jiu”, sebuah nama indah yang bermakna kota gunung emas. 

Pertambangan berkembang ratusan tahun, namun karena semakin menipisnya sumber daya alam di bawah tanah pada era tahun 1990an, ditambah dengan mulai dibukanya pasar impor batu bara, perkembangan ini mencapai titik akhir. Karena industri yang terus mengalami kemunduran, ingatan masyarakat tentang Ruifang juga memudar, hanya satu-satunya Desa Jiufen yang masih populer karena dijadikan sebagai lokasi syuting beberapa film seperti “A City of Sadness”, “A Borrowed Life” dan lainnya.

Desa tambang yang memiliki nostalgia lama, dan menjadi saksi perubahan kehidupan yang bergejolak karena ditempa oleh pasang surutnya sebuah era kejayaan di masa lampau, kini menarik turis berdatangan ke jalan tua Jiufen, mencicipi onde-onde talas, memandang panorama laut Badouzi dan kisah lama menghilang tanpa bersuara.

 

Jalur Shen’ao Mengejar Masa Lalu

Jalur Shen’ao yang baru kembali dioperasikan pada tahun 2014, berjarak tempuh 4,7 km, hanya berhenti di 3 stasiun yaitu Ruifang, Haikeguan dan Badouzi, meski berjarak pendek tetapi jika ditelusuri lebih lanjut maka dapat mengembalikan ingatan hingga ke era kependudukan Jepang. Maju mundurnya perkembangan jalur kereta api melewati tahapan renovasi, dinon-aktifkan, kemudian dioperasikan lagi seiring dengan perkembangan industri kawasan Ruifang, boleh dikata bagaikan sebuah miniatur pembangunan lokal yang berusia ratusan tahun. Oleh karena itu, jalur kereta api ini bagi sebagian masyarakat lansia memiliki kenangan mendalam yang sulit diungkapkan.

Sejak tahun 1935, Japan Mining Corporation (setelah perang diberi nama Perusahaan “Taijin”) guna memperluas kebutuhan akan perkembangan industri pertambangan, membangun proyek kereta ringan jalur “Jinguashi” dari Shuinandong (kini disebut “Liandong”) hingga Bachimen Keelung, agar pasir tambang dapat segera diantar ke pelabuhan untuk dimuat ke kapal.

Usai Perang Dunia ke-2, perusahaan diambil alih oleh Taiwan Metals, tetapi berhubung Taiwan Metals tidak mampu mengelola dengan baik, akhirnya pengoperasiannya dihentikan pada tahun 1962. Pada tahun 1967, Perusahaan Perkeretaapian Taiwan (Taiwan Railway Administration/TRA) mengalihkan rute tempuh dari Badouzi hingga Ruifang, kemudian diperpanjang hingga stasiun Haibin dan stasiun Liandong, yang kini disebut oleh masyarakat sebagai “Jalur Shen’ao”.

Dikarenakan pembangunan jalan raya di pesisir pantai utara rampung, malah membuat jalur kereta berperan ganda untuk pengangkutan penumpang dan barang terjadi penurunan jumlah permintaan penumpang secara berangsur-angsur. Stasiun Haibin dan Liandong hanya bertahan 12 tahun dan kemudian dihentikan, hingga tahun 2007 saat pembangkit listrik Shen’ao dinon-aktifkan, seluruh jalur kereta tersebut ditiadakan. Kemudian pada tahun 2014 saat National Museum of Marine Science and Technology diresmikan, guna memenuhi kebutuhan para wisatawan, pihak TRA menginvestasikan dana sebesar NT$55 juta demi menghidupkan kembali jalur kereta Shen’ao.

 

Pusat Transit Selatan dan Utara

Jalur kereta Shen’ao dimulai dari stasiun Ruifang. Dengan melihat nama “Ruifang”, maka dapat diketahui alasan mengapa Ruifang sejak dahulu hingga kini menjadi pusat transit. Dulu Ruifang disebut “Kam-a-lua”, yang kini adalah Dusun Ganping Ruifang, terletak di antara muara sungai Keelung dan jalan setapak Danlan. Karena sebelumnya transportasi darat tidak efisien, maka menjadi tempat yang harus dilewati bagi penumpang yang hendak melakukan perjalanan antara Taipei dan Kamalan (sekarang bernama Yilan). Nama Ruifang diadopsi dari nama sebuah warung yang berada di dermaga tempat penumpang naik kapal feri untuk menyeberangi sungai Keelung, lambat laun nama tersebut menjadi sebutan untuk tempat ini.

Saat pembangunan jalur kereta di era kependudukan Jepang, pusat keramaian yang awalnya di Kam-a-lua, dialihkan ke lokasi bagian belakang stasiun kereta saat ini. Sekarang stasiun kereta Ruifang tidak pernah sepi, dari sini para wisatawan dapat menuju ke berbagai obyek wisata yang ada di Pingxi, Jiufen, Jinguashi, dan Shuinandong. Untuk menyambut arus wisatawan dalam dan luar negeri, yang mencapai lebih dari 4 juta orang setiap tahunnya, maka stasiun kereta Ruifang juga menyediakan layanan informasi dalam bahasa Inggris, bahasa Jepang, Korea dan bahasa lainnya.

Dibandingkan dengan pembangunan bagian depan stasiun, sangat disayangkan karena keramaian jalan tua Ruifang yang ada di bagian belakang stasiun bagaikan terhenti di masa lalu, sulit membayangkan jika sebelumnya kawasan tersebut sempat menjadi tempat yang makmur dan paling ramai di seluruh bagian timur laut, menjadi tempat berkumpulnya aneka bisnis dan niaga, bahkan saking ramainya ada “4 sesi pasar dalam sehari”.
 

Kampung Halaman yang Indah di Jalur Shen’ao(2)

 

Membangkitkan Budaya Jalan Tua

Sambil mengikuti langkah kepala RT Long’an, Ke Ruei-ho menuju ke satu demi satu obyek wisata seperti lentera tradisional batu “Toro” peninggalan kuil Jepang yang tepatnya berada di pintu keluar stasiun kereta bagian belakang, ada rumah kuno milik keluarga Liao Jian-fang dengan dinding batu dan atap pelana bergaya Baroque; Yifang Trading Company yang juga merupakan kantor pusat Ruisan Mining Company yang dibangun oleh “Raja tambang” Li Jiang-xing kala itu; Penginapan Ruifang Hostel yang dulu ramai kini sepi akan tamu. Jalur kereta ringan yang usai direstorasi, termasuk keunikan tata arsitektur kuno yakni jalan gang yang tersembunyi.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, guna mengembalikan kejayaan jalan tua, Ke Ruei-ho bersama dengan anak muda setempat saling membantu mempromosikan karya lokal. Mereka merenovasi banyak tempat umum yang sudah bobrok.  Mengubah lahan menganggur menjadi “ruang tamu wisata Ruifang”, turis dapat beristirahat sambil membeli buah tangan. Ide lampu penerang jalan dan gang diambil dari lampu yang ditenteng oleh para penambang saat hendak masuk ke lubang tambang, yang turut menggaungkan kembali nyanyian para penambang kala itu “Lagu selamat” dengan arti lirik lagu sebagai berikut “Menenteng lampu masuk ke lubang, melihat dahulu apakah ia terang, pemantik selalu ada dibawa, kencangkan ikatan kain kotak nasi”.

 

Memilih untuk Menetap di Tempat yang Kutinggalkan

Perusahaan Taiwan Metals resmi ditutup pada tahun 1987, tanpa adanya dukungan perindustrian, banyak warga desa tambang memutuskan pindah. Pemukiman pegunungan yang dulu makmur, termasuk Jinguashi, yang sempat dinamai “Shanghai Kecil” dan “Hong Kong Kecil”, sunyi dalam sekejap. Namun pada saat yang sama, ada juga yang menemukan keindahan pada keheningan pegunungan dan menetap.

“Ruifang sangat unik, ada gunung laut dan sungai, ada industri pertanian, perikanan dan pertambangan”, “Kala itu memutuskan untuk pindah ke Shuinandong, karena itu adalah tempat yang terindah di antara “Shui Jin Jiu”. Keindahan Shuinandong sangat mewah, dengan air terjun warna kuning emas, warna air laut ganda, peninggalan pabrik peleburan 13 lantai juga ada di sini”, ujar Shi Cen-yi dengan bangga.

Shi Cen-yi yang adalah pakar bidang lanskap, arsitektur, manajemen seni dan program budaya, menerapkan keahliannya di Ruifang. Ia sempat menjadi Kepala Gold Museum, bersama dengan masyarakat setempat membangun Shancheng Gallery. Beberapa tahun terakhir ini, ia baru membeli properti di jalan tua Ruifang, rumah tua direnovasi menjadi perpaduan antara kelas pembelajaran dengan hostel “Shintsuenfang”.

Penulis Vanya Lai dilahirkan di Jinguashi, ikut hijrah ke Taipei bersama dengan keluarga saat berusia 9 tahun. Namun ia tidak pernah bisa melupakan kampung halamannya. Kerinduannya berbisik dan memanggil dirinya untuk kembali ke kampung halaman. Ia yang dipekerjakan oleh perusahaan percetakan, justru mendapatkan banyak inspirasi dalam menulis saat berada di Jinguashi. “Perasaan akan kampung halaman memotivasi saya untuk maju bagaikan lokomotif”, kiasnya.
 

Kampung Halaman yang Indah di Jalur Shen’ao(3)

 

Ruifang, Sweet Home

Jika dulu hanya Jiufen yang mendapatkan perhatian, kini Jinguashi, Shuinandong dan Badouzi juga telah berkembang menjadi destinasi wisata. Pada musim gugur tahun 2019, lampu penerang pabrik peleburan 13 lantai kembali dihidupkan, menjadi sebuah titik balik yang signifikan, membangkitkan kembali bangunan besar yang telah terlelap selama 32 tahun. Hal ini juga menyadarkan banyak orang akan peninggalan bersejarah dalam industri pertambangan. Seiring dengan berlalunya sang waktu, lokasi yang pernah terbengkalai ini ternyata mampu menjadi sebuah bangunan peninggalan budaya bersejarah.

3 tahun silam, tepatnya di samping stasiun kereta Badouzi dibuka gerai HOHObase, yang sebelumnya adalah bagian kawasan pertambangan. Pengusung gerai, yakni pasangan fotografer He Jing-tai dan kekasihnya Huang You-yu, mengawali usaha menghidupkan kembali kawasan yang sudah lama ditelantarkan ditelantarkan, takkala menerima tawaran dari teman yang mewakili “Ronglong Mining”, pemilik resmi kawasan pertambangan. Mereka yang awalnya bekerja di Taipei, terbuka pemikirannya sebegitu mendatangi Ruifang, dan mengubah kawasan pertambangan menjadi ruang pameran seni.

Berjalan di lapangan seluas 2.600 meter persegi, dapat terlihat jejak sisa usaha pertambangan jaman dulu, mulai dari lubang tambang yang ada di dinding gunung, ruang mesin kini juga telah berubah menjadi ruang pameran, pada bagian langit-langit ruang masih tersisa kait besi usang peninggalan sebelumnya. Untuk menyelaraskan denyut ruang yang unik ini, mereka juga turut mengundang fotografer Chang Chao-tang untuk bersama menggelar pameran bertema pertambangan pada saat pameran perdana digelar.

Seabad berlalu dan dunia terus berubah. Banyak orang yang datang silih berganti, bagaikan penyebutan nama Ruifang dalam bahasa Taiyu, yakni “Suī-hong”, sekilas terdengar bagaikan “Sweet Home” dalam bahasa Inggris. Ruifang adalah kampung halaman yang indah bagi banyak orang, dimana semuanya bekerja keras demi mewujudkan impian. Tidak peduli bagaimana perubahan lingkungan yang ada, namun ketekunan dan tekad kuat manusia yang terus menjalin diri dengan sejarah setempat, telah menjembatani masa lalu hingga sekarang secara abadi dan tidak pernah berubah.

 

MORE

Kampung Halaman yang Indah di Jalur Shen’ao Paduan Emas Kuning dan Hitam dengan Peradaban Manusia

 

Video