Kembali ke konten utama
Kisah-kisah Kota Kayu Berjalan Santai di Jalan Kedua Chiayi
2023-07-10

Beberapa tahun terakhir, pesona kecepatan lamban Chiayi tengah memperlihatkan kemegahannya.

Beberapa tahun terakhir, pesona kecepatan lamban Chiayi tengah memperlihatkan kemegahannya.
 

Frasa yang berbunyi “Pertama Tainan, Kedua Lugang, Ketiga Bangka” mendeskripsikan sejarah perpindahan pusat pemerintahan dan perekonomian Taiwan yang bergerak dari selatan ke utara pada masa Dinasti Qing, tetapi tahukah Anda, Chiayi yang terletak di jantung dataran bagian barat Taiwan adalah kota yang lebih awal membangun gerbang kota dari Tainan, perkembangan industrinya lebih awal dibandingkan Kaohsiung.

 

Kota Chiayi yang dulu dikenal sebagai Kota Taocheng (Kota Persik) dan Kabupaten Zhuluo, telah membangun palisade (pagar tembok kayu) kota sejak tahun 1704. Namun bencana alam besar yakni gempa bumi dashyat Meishan pada tahun 1906 menghancurkan sistem jalan yang telah dikembangkan selama hampir 300 tahun. Orang Jepang menggerakkan rencana perbaikan kawasan kota dengan menggambarkan garis jalan. Jalan Kedua (sekarang Jalan Zhongzheng) adalah pusat perdagangan produk kebutuhan hidup penduduk pulau Taiwan.

Pada tahun 1912, jalur kereta api Hutan Alishan dibuka, tahun 1914 pabrik kayu Chiayi yang mendapat predikat “No. 1 di Timur” selesai dibangun dan beroperasi. Fasilitas tersebut dilengkapi dengan kumpulan mesin tercanggih dari Eropa dan Amerika Serikat, membentuk klaster industri dengan peralatan terlengkap, yang juga menjadikan Chiayi mendapat julukan sebagai “Kota Kayu”

 

Warisan Cerita dari Generasi ke Generasi

Berawal dari Dadaocheng Taipei, kegiatan perjalanan wisata mengenali kampung halaman dengan berjalan kaki “Walk In Taiwan” digelar di Chiayi pada tahun 2022, dengan “Chiayi in House” sebagai merek dan basis pengoperasian. Program ini diawali dengan kisah mengenai Jalan Kedua.

Direktur “Walk In Taiwan” untuk kawasan Yunlin, Chiayi dan Tainan, Betty Chen, menjelaskan bahwa pada masa kolonial Jepang, Jalan Utama (sekarang Jalan Zhongshan) merupakan kawasan di mana orang Jepang beraktivitas, sedangkan Jalan Kedua mendapat sebutan “jalanan penduduk lokal” karena sesuai dengan namanya, jalan ini merupakan tempat perdagangan bagi penduduk lokal. “Orang menyebutkan toko + rumah di Jalan Kedua ini dapat memenuhi segala kebutuhan mulai dari saat lahir hingga meninggal.” Bahkan hingga sekarang masih banyak yang mempertahankan industri tradisional seperti toko “produk pegunungan” yang penuh dengan corak lokal.

Xie Wen-xiang, pemilik “Produk Pegunungan Yichang” di Jalan Zhongzheng menjelaskan, “Semua barang yang didapatkan dari pegunungan dinamakan produk pegunungan, seperti jamur kuping, madu, rebung kering, jamur shiitake, biji aiyu, daylily kering dan lainnya.” Berkat jalur kereta api hutan, Jalan Zhongzheng menjadi pusat penting transportasi darat, dan transaksi perdagangan dari selatan ke utara semua berpusat di sini pada era kolonial Jepang. Xie Wen-xiang sambil menunjuk ke toko kelontong seberang mengatakan, pada waktu itu karena ramainya pembeli, toko itu beroperasi siang dan malam selama masa Tahun Baru Imlek.

Toko lainnya di Jalan Zhongzheng juga tidak kalah ramai. “Toko Mesin Jahit Chiayi” adalah toko tua yang sudah turun menurun lima generasi. Bagaimana melihat seberapa tua toko tersebut? Melihat dari nomor telepon yang masih 4 angka tertera di pintu toko, kita sudah bisa mengetahui seberapa tua toko ini. Selain itu dari tampilan luar bangunan terlihat bangunan berlapis batu, setelah masuk ke dalam bangunan baru dapat terlihat kayu cemara dari bangunan tua, tangga kayu cemara beserta ukiran kayu logo merek dagang, setiap detail memiliki kisah tersembunyi.

Betty Chen mengajak kami ke tetangga sebelah yaitu “Toko Dupa Lai Shin Chun”. Pemilik toko generasi keempat, Lai Long-yi yang berdiri di depan pintu toko, menanyakan ingin menyembahyangi apa? Kepada tamu yang datang, ia mengatakan, harus melihat untuk sembahyang Dewa Langit, Leluhur, Saudara Baik (Roh Pengembara) atau untuk sembahyang Dewa Penunggu, kertas sembahyang yang dipersiapkan berbeda, ini juga merupakan disiplin ilmu tersendiri.
 

Dari empat digit nomor telepon yang masih tertera di pintu Toko Mesin Jahit Chiayi, dapat diketahui bahwa toko tua ini memiliki sejarah panjang. Mesin jahit dalam toko ini menyimpan kenangan tambal sulam dari banyak keluarga di masa lalu.

Dari empat digit nomor telepon yang masih tertera di pintu Toko Mesin Jahit Chiayi, dapat diketahui bahwa toko tua ini memiliki sejarah panjang. Mesin jahit dalam toko ini menyimpan kenangan tambal sulam dari banyak keluarga di masa lalu.
 

Panorama Kehidupan

“Chiayi adalah kota seperti seekor burung gereja yang kecil tapi sempurna dengan 5 organ pentingnya.” Betty Chen yang baru enam bulan kembali ke kampung halaman setelah lima tahun hidup di kota, gemar menggunakan perumpamaan ini untuk kampung halamannya.

Di masa lalu, ikon yang paling terkenal di Chiayi mungkin adalah Alishan (Gunung Ali), tetapi beberapa tahun terakhir ini, kota dengan kecepatan pergerakan kehidupan yang santai ini perlahan-lahan memperlihatkan kemegahannya. Yang paling mengejutkan bagi orang yang baru kembali pulang seperti Betty Chen adalah, “Kota ini adalah kota yang merangkul semua orang yang memiliki cita-cita.”

Dari buku “The Place: Kota Chiayi”, terlihat beberapa angka statistik yang membuat orang terkejut. Kota Chiayi, dengan luas hanya 60 km persegi, ternyata ada rumah makan nasi ayam kalkun makan sepuasnya dibuka 24 jam, kota dengan kepadatan toko minuman menempati urutan pertama di seluruh Taiwan, urutan kedua di Taiwan untuk kepadatan kedai kopi, kepadatan toko waralaba menempati urutan ketiga, sedangkan untuk kepadatan taman umum adalah yang paling tinggi di seluruh Taiwan. Semua prestasi ini lebih condong untuk hal yang tidak berkaitan dengan teknologi dan kemampuan ekonomi, melainkan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu orang Chiayi memiliki ritme kecepatan berjalan dan cara hidup sendiri, seperti menggunakan mayonnaise yang dituangkan di atas mie dingin, dan kembang tahu harus ditambah susu kedelai baru enak.

Setelah meninggalkan “Chiayi in House”, Betty Chen menyarankan kami untuk menelusuri Jalan Kedua baru mengarah ke timur, maka akan terlihat Pasar Timur dengan kerangka bangunan yang masih menggunakan kayu cemara, ini merupakan dapur dan ruang makan besar bagi warga Chiayi. Selain itu juga ada Kuil Chenghuang pusat kepercayaan bagi penduduk setempat. Menengadah ke langit-langit menyaksikan kaison indah aula utama bangunan yang megah, patung-patung yang menghiasi selain Buddha Matreiya dan prajurit dari timur, juga tersimpan beberapa patung bangsawan barat yang mengenakan setelan jas, memakai topi tinggi dan memegang tongkat, serta peri bersayap, semuanya karya dari Wang Jin-mu, seorang master pengrajin dari Sekolah Xidi.

Jalan yang sarat akan kehidupan, keseharian makanan, pakaian, tempat tinggal dan transportasi, merangkul toko-toko dengan banyak kisah cerita, ternyata berjalan merupakan cara terbaik untuk dapat menemukan kesenangan dari kota ini, pemandangan yang baru dapat dialami dengan berjalan perlahan-lahan.

 

DNA Kota Kayu

Selain rasa kehidupan, keunikan lainnya dari Chiayi adalah industri kayu. Berdasarkan survei dari Asisten Profesor Jurusan Arsitek Lanskap dan Perencanaan Lingkungan Universitas Nanhua, Chen Cheng-che, setidaknya masih ada 6 ribu rumah yang terbuat dari kayu di Kota Chiayi untuk sekarang ini, merupakan kota dengan kepadatan bangunan kayu menempati urutan pertama di seluruh Taiwan.

Kilas balik sejarah industri kayu Chiayi, jalur kereta api hutan Alishan yang dibuka pada tahun 1912 memberikan kontribusi bagi perkembangan Kota Chiayi. Chen Cheng-che mengumpamakan, “Hutan Alishan adalah seorang ibu, Kota Chiayi layaknya adalah seorang anak yang dilahirkan, lalu jalur kereta api hutan Alishan seperti tali pusar yang menyalurkan gizi sehingga kota ini perlahan-lahan tumbuh besar.” Hingga tahun 1963 diberlakukan larangan penebangan pohon di hutan Alishan, membuat kota yang industri kayunya sempat berkembang pesat ini jadi menurun.

Pada tahun 2014, Chen Cheng-che dan timnya memasuki asrama penjara tua Chiayi dan mulai merenovasi bangunan kayu yang sudah kuno ini menjadi tempat peristirahatan, bersamaan dengan itu juga mempertimbangkan cara agar dapat memulihkan kejayaan sebuah kota melalui pemugaran sebuah asrama, untuk itu Chen Cheng-che mengusulkan prinsip “Kota Kayu 2.0”. Kejayaan industri kayu menciptakan Kota Kayu 1.0 bagi Chiayi dari tahun 1912 hingga 1963; sementara topik emisi karbon nol bersih kembali membangkitkan gelombang bangunan kayu, juga menciptakan inovasi baru teknologi industri kayu sehingga ada kesempatan bagi “Kota Kayu 2.0”. Chen Cheng-che mengusung proyek “Memperbaiki sebagai penganti sewa”, sektor publik akan membuka asrama penjara tua untuk publik, mengundang investor kecil swasta untuk turut berinvestasi dalam pemugaran bangunan kayu, dengan melalui pengalaman yang diberikan oleh tim profesional; Satu-satunya persyaratan yang diminta dari mereka yang membuka usaha di lokasi ini adalah harus ada sebagian dari bisnis mereka yang berkaitan dengan industri kayu, sehingga bidang-bidang terkait dengan industri kayu dapat membentuk klaster.

Chen Cheng-che mengajak kami mengunjungi “Departemen Pemasyarakatan 1921”, ini merupakan bangunan kayu yang pertama selesai dipugar di kawasan asrama penjara tua. Dengan penambahan teknologi baru, terlihat perpaduan kayu tua dan baru dalam ruang, menggunakan metode teknologi baru untuk memperkuat kekokohan dan keamanan arsitektur bangunan, teknik bangunan kayu juga bisa selaras dengan gaya modern dan terkini, bangunan kayu juga bisa hemat energi dan nyaman. “Ini adalah rumah contoh kami”, agar semua orang dapat mengalami kembali keindahan dan kenyamanan bangunan kayu.
 

Pesona Chiayi mengajak Anda untuk datang menikmatinya.

Pesona Chiayi mengajak Anda untuk datang menikmatinya.
 

Pemandangan Sahaja, Menghapus “Dandanan” Bangunan Tua

Mengenai kebijakan promosi terkait industri produk kayu terhadap pemukiman penduduk di kawasan perkotaan, Chen Cheng-che mengusung proyek “Menghapus dandanan bangunan tua”. Berkeinginan agar topik bangunan kayu di jalan-jalan kecil dapat memberikan efek riak, Chen Cheng-che mengusulkan renovasi dimulai dari fasad, “Kami terlebih dulu merawat fasad bangunan, karena fasad bangunan adalah harta milik publik.” Dengan metode penggunaan pencahayaan lampu dan mengurangi pergola teras yang berantakan, lembaran besi yang menutupi, mencabut segelan jendela rumah, untuk mengembalikan keadaan semula dari pondok tua, dengan demikian kita baru dapat menemukan begitu indah dan elegannya bangunan tua yang dibangun pada masa itu.

Chen Cheng-che juga mengungkit beberapa lokasi agar kami bisa melihat hasil proyek perbaikan bangunan tua. “Apotek Xinyangchun” yang berlokasi di Jalan Lanjing, bersambungan dengan dua bangunan berlantai dua gaya Jepang yang setelah diperbaiki seperti sekarang ini, kembali terlihat jendela bundar di lantai dua, balkon melengkung, warna cat papan yang mengkilap dan lainnya, membawa kembali kenangan akan kejayaan masa lalu.

“Toko Permen Dayi” di Jalan Zhongzheng adalah bangunan yang pernah dituangkan dalam karya lukisan dari Tan Teng-pho. Masuk ke dalam bangunan dan berbincang dengan pemilik toko, ia tidak lupa menunjukkan lukisan karya Tan Teng-pho yang dibuat ulang di atas dinding, dan berujar, “Gedung ini adalah gedung itu.” Chen Cheng-che mengemukakan, “Yang paling menarik dari gedung itu adalah atap pelananya, tetapi dulu dibungkus dengan lembaran besi.” Chen Cheng-che mengumpamakan membenahi bangunan tua layaknya “Membuka telur berwarna”, mendatangkan kejutan setiap membuka bangunan gedung. Misalnya, banyak rumah yang tampak luarnya terlihat seperti teraso, awalnya dikira dibangun dengan batu bata atau beton bertulang RC, setelah dibuka ternyata semua adalah struktur kayu. Chen Cheng-che mengklasifikasikan ini sebagai struktur bangunan “permukaan palsu”, kami dengan bergurau menyebut metode arsitektur ini “berlebihan”, dan teknik bangunan seperti ini mengingatkan kembali masa keemasan bangunan kayu di Chiayi.

Proses membenahi bangunan tua kerap mengundang keprihatinan dari tetangga sekitar untuk membahas situasi gaya bangunan pada masa itu agar kita semua dapat melihat, juga mendiskusikan peluang bagi masa depan bangunan tua.

Dari perjalanan perlahan-lahan bisa diketahui kisah-kisah terkait bangunan kayu, yang mencerminkan sejarah perkembangan industri kayu Taiwan. Untuk itu pada kesempatan kembali berwisata ke Chiayi di masa depan, kami yakin Anda pasti sudah punya rencana untuk rute perjalanan Anda.

 

MORE

Kisah-kisah Kota Kayu Berjalan Santai di Jalan Kedua Chiayi