Kembali ke konten utama
Dengarkan Mereka Bersuara Papan Nama - Panorama Jalanan Taiwan
2023-12-25

Papan nama dengan aksara Han menampilkan karakter dan semangat melalui gaya hurufnya, menjadi daya tarik utama di jalanan.

Papan nama dengan aksara Han menampilkan karakter dan semangat melalui gaya hurufnya, menjadi daya tarik utama di jalanan.
 

Pada tahun 1930, melalui lukisan berjudul “Festival on SouthStreet”,KuoHsueh-huberhasil “menggambarkan” suasana hidup dan semarak di jalan Dadaocheng, membawa penikmat lukisan seolah berada di tengah-tengah kerumunan orang yang sedang berdesakan. Pada tahun 2017, majalah Jepang “Brutus” merilis edisi khusus tentang Taiwan. Panorama Jalan Guohua di Tainan menjadi sampul depan majalah tersebut. Dengan berbagai jenis papan nama yang mencerminkan kehidupan sehari-hari, membuat banyak warga Jepang dengan segera bisa mengenali, “Ah, itu pasti Taiwan!”

 

Panorama jalan di yang Taiwan tidak tersusun rapi dan warna-warnanya juga tidak selaras, tetapi hal tersebutlah yang menjadikannya penuh dengan kekhasan dan membuat orang merasa dekat dan akrab. Papan nama dengan tulisan aksara Han berdiri tegak, seolah-olah berteriak, “Pilih aku, pilih aku”. Energi dan vitalitas yang begitu menonjol, membuat banyak wisatawan asing memiliki kenangan yang mendalam tentang Taiwan.
 

Papan nama pedagang kaki lima bertujuan untuk menarik perhatian, menggabungkan berbagai gaya dan kreativitas.

Papan nama pedagang kaki lima bertujuan untuk menarik perhatian, menggabungkan berbagai gaya dan kreativitas.
 

Panorama Jalanan yang Bertumpuk-tumpuk

Sosiolog yang gemar berjalan sambil membaca, CEO Searchlight Culture Lab, Dr. Lee Ming-tsung, menggunakan istilah “Palimpsest” untuk menjelaskan pandangannya tentang papan nama di jalanan Taiwan. Palimpsest yang diterjemahkan menjadi perkamen atau kertas tulis ulang, merupakan bahan tulisan khas Bangsa Barat selama Abad Pertengahan. Pada masa lalu, orang menulis di atas perkamen. Ketika perlu menulis lagi, mereka harus menghapus apa yang telah ditulis sebelumnya agar dapat digunakan kembali; Namun, jejak dari tulisan sebelumnya tidak dapat dihapus sepenuhnya, selalu ada sisa yang tertinggal.

Ia menggunakan proses ini untuk menganalogi perubahan panorama jalanan Taiwan. Sejarah modernisasi Taiwan tidak terlalu panjang, sehingga dapat terlihat bagaimana benda-benda dari masa lampau berusaha terus untuk dihilangkan, tetapi tidak sepenuhnya lenyap. Kemudian, hal-hal baru ditumpuk di atasnya, tetapi tidak sepenuhnya menggantikannya. “Fenomena ini dapat terlihat jelas dan rinci di jalanan, yakni melalui papan nama.”

Papan nama di jalanan Taiwan mencerminkan keberagaman budaya yang ada. Dia menjelaskan secara cermat, “Pertama, tak dapat dipungkiri bahwa ada budaya aksara Han dalam bahasa Mandarin, selanjutnya adalah budaya dari kolonisasi Jepang, dan terakhir tentu saja terkait dengan globalisasi, terutama pengaruh dari Amerika Serikat. Lebih baru lagi, kita bahkan dapat menemukan unsur budaya suku penduduk asli dan dari negara-negara Asia Tenggara, semua telah digabungkan ke dalamnya.” Bisa dibilang, “Papan nama adalah representasi singkat dari budaya.”

 

Papan Nama Ukiran Kayu: Museum Seni di Alam Terbuka

Kebudayaan papan nama di Taiwan berasal dari masa pendudukan Jepang, dan berkembang bersamaan dengan pembentukan masyarakat industri dan komersial. Pada periode awal, selain terbuat dari seng, papan nama ukiran kayu juga merupakan jenis yang populer.

Terletak di Taichung, “Chen’s Wood” adalah sebuah toko ukiran kayu lama yang telah membuat banyak papan nama. Generasi kedua pemilik toko, Chen Wen-tsai, mengenang kejayaan masa lalu. Mulai tahun 1970-an, ekonomi Taiwan mulai melonjak pesat, berbagai organisasi didirikan, pabrik-pabrik baru dibangun, dan interaksi antara sektor publik dan swasta meningkat. Akibatnya, jumlah permintaan untuk papan nama tumbuh setiap hari.

“Dulu ada orang yang khusus menulis dengan tangan, mereka dikenal sebagai ‘penjual tinta’. Mereka bisa menulis dalam empat gaya tulisan, tetapi kebanyakan papan nama bisnis menggunakan tulisan gaya reguler karena terlihat lebih formal.”  Papan nama adalah wajah dari sebuah bisnis, bahkan untuk proses pengirimannya dilakukan dengan sangat hati-hati. ”Setelah selesai diukir, papan nama akan dihias dengan pita merah dan dua bunga emas. Kemudian, bekerja sama dengan kelompok delapan alat musik perkusi, mereka akan mengantarkan papan nama dengan alunan alat musik tersebut sepanjang jalan.”

“Toko yang memesan papan nama ukiran kayu sangat beragam, tetapi yang paling banyak adalah toko obat herbal, rumah sakit, dan toko dupa.” Pemilik generasi ketiga, Chen Hsi-yen, menunjukkan foto papan nama yang diukir oleh Chen’s Wood sambil menjelaskan, “Industri-industri ini sangat menghargai reputasi mereka. Melalui material, kaligrafi, dan kualitas ukiran dari papan nama, mereka dapat menampilkan kredibilitas dan integritas toko.”

“Papan nama ukiran kayu adalah karya seni yang menggabungkan kaligrafi dan berbagai teknik ukiran kayu, bisa dibilang ini merupakan sebuah karya seni. Banyak jalanan di Taiwan memiliki bangunan arsitektur Minnan dengan teras yang dirancang untuk pejalan kaki. Dulu, papan nama kayu digantung di atas pintu masuk. Chen Wen-tsai menggambarkannya, saat berjalan melewati setiap toko, rasanya seperti berada di sebuah museum seni di alam terbuka, bisa menikmati satu per satu. “Tulisan papan nama milik beberapa toko begitu memikat, semakin lama dilihat semakin ingin menikmatinya.”
 

Lee Ming-tsung mengatakan bahwa papan nama di jalanan Taiwan mencerminkan jejak dari berbagai era dan merupakan ringkasan dari kebudayaan yang beragam.

Lee Ming-tsung mengatakan bahwa papan nama di jalanan Taiwan mencerminkan jejak dari berbagai era dan merupakan ringkasan dari kebudayaan yang beragam.
 

Negara Aksara Han: Kreativitas yang Menyala

Dari perspektif yang sama berasal dari Jepang, seorang desainer tipografi Jepang bernama Kentaro Fujimoto, menerbitkan buku berjudul “Jelajahi Tipografi di Taiwan: Observasi Aksara di Jalanan”. Meski Taiwan dan Jepang sama-sama berada dalam lingkaran aksara Han, tetapi melalui mata Kentaro Fujimoto, ia menangkap banyak hal menarik yang biasa dilihat oleh orang Taiwan tetapi sering diabaikan. Sebagai contoh, tulisan pada papan nama industri fashion pasti menarik, ada sentuhan gaya Gothic yang mewah atau dipengaruhi oleh nuansa Showa Jepang yang menampilkan kesan modern. Ia juga menyebut tentang lampion yang sering ditemui di kuil, dengan tipografi yang didesain sedemikian rupa hingga tampak datar, membuatnya “terpikat” pada pandangan pertama. Dalam bukunya, ia juga menyebutkan bahwa banyak papan nama di Taiwan menampilkan kreativitas tulisan tangan, dengan kebebasan dalam mengurangi jumlah garis karakter yang melampaui imajinasi, dan berbeda sekali dengan Jepang.

Pakar studi tulisan di Taiwan, But Ko, dalam bukunya menggunakan format kolom memperkenalkan situasi penulisan di Taiwan. Ia menuturkan, konteks sejarah bahasa di Taiwan cukup kompleks untuk dijelaskan secara mendalam. Keanekaragaman bahasa juga terintegrasi dalam papan nama, seperti penggunaan karakter Jepang “の”, romanisasi “ê”, simbol fonetik
“ㄟ”, kata Jepang “便當”, dan sebagainya, yang semuanya digunakan di Taiwan dengan cara yang kompleks tetapi penuh dengan kehidupan. 

Ia juga menyatakan bahwa desain aksara Han di Taiwan lebih menekankan pada karakteristik masing-masing aksara serta kekuatan bentuk garisnya, sehingga desainnya cenderung lebih emosional.

Lee Ming-tsung mengangkat tentang kompleksitas lingkungan di Taiwan yang merupakan kombinasi antara hunian dengan komersial. Tingginya persaingan di area bisnis dan keberadaan sektor ekonomi informal seperti pedagang kaki lima, bagaimana menarik perhatian pelanggan menjadi tantangan. Dalam hal ini, papan nama menjadi salah satu aspek penting bagi para pemilik bisnis untuk menunjukkan kreativitas mereka. “Campuran dari berbagai gaya, penggunaan kata-kata yang bermain dengan bunyi serupa, penggunaan multi-bahasa, kuso (parodi), atau bahkan culture jamming, membuat 1+1 tidak hanya sama dengan 2, bahkan lebih dari 2, sangat menarik.” Ini adalah sesuatu yang ingin kami bagikan kepada para wisatawan asing. Papan nama di jalanan Taiwan menyimpan banyak kreativitas dan humor dalam bahasa Mandarin. Saat mengunjungi Taiwan, pastikan untuk mendapatkan pemandu yang baik, yang bisa “menjelaskan makna di balik setiap kata” untuk Anda.

 

Dekade 1980-an yang Pernah Liar

Pada era tahun 1990-an, masyarakat mulai mendiskusikan tampilan jalanan Taiwan dari sudut pandang yang berbeda. Papan nama menjadi sasaran kritik dan ada tuntutan untuk pengaturan ukuran dan penyeragaman bentuk. Namun, upaya-upaya ini belum pernah benar-benar berhasil di Taiwan.

“Sebelum terburu-buru menganggapnya sebagai sesuatu yang jelek dan harus dihilangkan, kita seharusnya mencoba memahami mengapa hal tersebut bisa terjadi?” Lee Ming-tsung mengingatkan, untuk tidak hanya fokus pada penampilan luar, tetapi mencari tahu penyebabnya. “Setelah mengalami tekanan yang berkepanjangan, era 1980-an adalah periode ketika masyarakat Taiwan sedang mengalami darurat militer. Itu adalah masa di mana mereka mencari kebebasan.” Kemajuan dalam teknologi material juga berperan penting. Dengan akrilik menjadi bahan utama untuk papan nama, sehingga memungkinkan dilakukannya produksi massal. Pada masa itu, tujuan utama para pedagang adalah agar dilihat, jadi papan nama yang lebih mencolok tentunya lebih baik, tanpa mempertimbangkan penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.
 

Keterampilan yang dimiliki oleh Chen Wen-tsai kini mendapatkan ruang baru untuk berkembang di era kontemporer.

Keterampilan yang dimiliki oleh Chen Wen-tsai kini mendapatkan ruang baru untuk berkembang di era kontemporer.
 

Menemukan Identitas Diri

Ada yang berpendapat bahwa papan nama di jalanan Taiwan perlu dilakukan penataan besar-besaran atau dengan bantuan dari pemerintah untuk memberikan pengarahan. Namun, menurut Lee Ming-tsung, jika bukan berasal dari hal-hal yang tumbuh dari komunitas lokal, maka itu akan berbahaya. “Seharusnya, hal ini dimulai dari pendidikan estetika, pengalaman estetika, dan pemahaman masyarakat tentang keindahan. Ini akan memerlukan waktu yang lama.”

Selain itu, “Taiwan tidak perlu mengambil jalan pintas.” Ketika masyarakat mulai sering membahasnya, dan ada lebih banyak panduan tur di jalan-jalan, membantu semua orang untuk “melihat” dan “membahas”, maka perubahan generasi akan terjadi secara bertahap, dan dengan sendirinya akan menemukan identitas tersendiri. Sebenarnya, dalam beberapa tahun terakhir, desain papan nama dari beberapa bisnis telah secara diam-diam mengubah tampilan jalanan. Tujuannya bukan lagi untuk mendominasi, melainkan untuk merenungkan bagaimana mereka ingin terlihat.

Chen’s Wood, yang berusia hampir satu abad tersebut, kini menghadapi penurunan produksi. Dengan keterampilan yang dimilikinya, Chen Wen-tsai merasa tidak mempunyai panggung untuk menampilkan kemampuannya, dan pernah terlintas di benaknya untuk pensiun dan menutup toko. Namun, berkat rekomendasi dari timnya, Chen’s Wood mulai berkolaborasi lintas bidang dengan para desainer industri. Mereka membuat papan nama untuk banyak studio desain dan merek startup, seperti Joe Fang Studio, Light House, Bleu & Book dan Fufu Grocery Store serta lainnya. Menggabungkan desain dan keterampilan, sehingga papan nama ukir kayu ini menjadi panorama unik di jalanan.

Setiap papan nama memiliki cerita sendiri. Seperti “Toko Kue Xi Yue” di Lukang, hurufnya ditulis tangan oleh sang ayah, dan mengukir keinginan warisan keluarga ke dalam papan nama. “Wuming Rice Cakes” di Tainan meminta Chen’s Wood untuk mereplikasi papan nama besi tua, mempertahankan jenis huruf, tata letak, dan karakteristik kunonya, sehingga rasa toko tua tetap berkelanjutan. Kafe “1035 collab” yang baru dibuka tahun lalu di Taichung, diubah dari rumah tua era 1910-an. Merek mereka berasal dari nomor telepon di era penjajahan Jepang. Chen Wen-tsai mengukir gestur angka 1035 menjadi bagian depan bangunan, yang sangat menarik perhatian.

“For Hello Tattoo Studio” adalah karya Chen Wen-tsai di mana ia kembali mengangkat pena dan menghidupkan kembali panorama papan nama dari masa lalu dalam bentuk teks tiga dimensi. “Yuan Huan Pien Oyster Egg Omelette” di pasar malam Ningxia, Taipei adalah kedai jajanan khas Taiwan yang mendapat rekomendasi Michelin. Pemilik lama meminta seorang desainer untuk mendesain yang kemudian dikerjakan oleh Chen’s Wood. Dengan teknik ukiran relief dan metode pewarnaan yang memberikan kesan vintage, papan nama tersebut menampilkan bentuk kerang yang tampak lezat dan menggoda. Ini adalah gabungan indah dari makanan khas Taiwan dengan kerajinan tradisional.

Dari perencanaan perkotaan hingga keahlian para tukang, aspek yang dapat dibahas dari papan nama sangat dalam dan luas, sulit untuk dijelaskan hanya dengan kata-kata. “Tanpa keberagaman budaya, tidak akan ada papan nama yang menarik.” Kata-kata dari Lee Ming-tsung tersebut bisa dijadikan kesimpulan untuk saat ini!

 

MORE

Dengarkan Mereka Bersuara Papan Nama - Panorama Jalanan Taiwan