Kembali ke konten utama
Bangkit dari Peta Kuno Pesona Tenang dan Damai - Kota Xingang, Chiayi
2024-04-22

Rumah leluhur Lin Hwai-min, pendiri Cloud Gate Dance Theatre yang bersejarah dan dinamakan “Pei Gui Hall” di Kabupaten Chiayi, kini dibuka untuk umum, menambahkan sentuhan seni dan budaya di Xingang.

Rumah leluhur Lin Hwai-min, pendiri Cloud Gate Dance Theatre yang bersejarah dan dinamakan “Pei Gui Hall” di Kabupaten Chiayi, kini dibuka untuk umum, menambahkan sentuhan seni dan budaya di Xingang.
 

Xingang di Chiayi, yang sudah muncul di peta kuno Taiwan sejak 400 tahun lalu, telah mengalami berbagai bencana seperti banjir dan gempa bumi, serta migrasi besar-besaran, serta perubahan dari pelabuhan perdagangan menjadi kota pertanian. Ketika berkunjung ke Xingang, Anda dapat menikmati keindahan arsitektur kuil yang mengagumkan, atau mengunjungi rumah leluhur pendiri Cloud Gate Dance Theatre, Lin Hwai-min, yang bernama “Pei Gui Hall”, menikmati secangkir kopi di rumah tua, atau menjelajahi daya tarik pembangunan komunitas pedesaan dan merasakan pesona kota kecil yang dibangun oleh kebersamaan warganya.

 

Pada hari libur, Jalan Zhong Shan di depan Kuil Fengtian di Xingang, Chiayi, terdengar suara gemuruh sepanjang hari, dengan peziarah yang datang berduyun-duyun dari seluruh penjuru Taiwan, mengikuti tradisi pulang ke Kuil Leluhur Matsu. Saat membicarakan Xingang, maka tidak bisa lepas dari Kuil Fengtian. Selain prosesi arak-arakan Dewi Matsu dari Da Jia ke Kuil Fengtian, maka rata-rata setiap tahunnya ada lebih dari 5.000 Kuil Matsu yang pulang ke Kuil Fengtian untuk melakukan ritual sembahyang, menunjukkan kesetiaan dan kepopuleran yang sangat menakjubkan.

 

Sebutan “Taiwan Kecil” di Abad ke-18

Dewasa ini, Xingang merupakan pusat penting bagi budaya dan agama. 400 tahun silam, tempat ini sudah muncul di peta kuno sebagai pelabuhan sungai yang penting. Profesor Huang A-yu dari Departemen Sejarah Terapan Universitas Chiayi menyebutkan bahwa Xingang kuno dikenal sebagai “Pankam”. Pada tahun 1623, seorang warga Belanda bernama Moses Claesz Comans menggambar peta Taiwan dengan skala besar, di mana sudah tertera nama “Pankam” di sisi selatan sungai Pankam, yang menjadi jalan utama bagi orang Belanda untuk bergerak ke utara. Dia mengatakan, setelah era Dinasti Qing hingga sebelum tahun 1784, Pankam adalah titik distribusi beras dan biji-bijian dari Kabupaten Zhuluo ke Lu’ermen. Pada masa itu, perdagangan berkembang pesat dan pemerintah Dinasti Qing juga mendirikan kantor pemerintahan di Pankam.
 

Kuil Fengtian tidak hanya menjadi pusat kepercayaan bagi masyarakat, tapi juga merupakan pusat geografis Xingang.

Kuil Fengtian tidak hanya menjadi pusat kepercayaan bagi masyarakat, tapi juga merupakan pusat geografis Xingang.
 

Transformasi Xingang

Pankam kuno berkembang pesat karena pelabuhannya, Jalan Pankam Selatan yang ramai merupakan pusat perdagangan yang sibuk, di antara kota-kota pesisir Taiwan pada masa Dinasti Qing sebelum tahun 1784, hanya ada satu kota pelabuhan yang dapat menyaingi tempat ini ── Kota Taiwan (Kota Tainan saat ini), oleh karenanya mendapat sebutan “Taiwan Kecil”. Sekitar awal abad ke-19, Sungai Beigang sering meluap, sehingga para bangsawan di Jalan Pankam Selatan berpindah ke Ma Yuan Liao, sekitar tiga hingga empat kilometer ke arah timur, yang kemudian dikenal sebagai Xingang. Xingang yang berada di daerah dataran ini akhirnya cukup berkembang dalam sektor pertanian. Pada masa awal, tanaman utama di daerah ini adalah tebu, kacang tanah, wijen, dan asparagus.

 

Evolusi Kuil Fengtian

Kuil Fengtian adalah kuil ternama di Xingang. Kuil Fengtian dibangun ketika penduduk pertama datang ke Taiwan pada tahun 1622. Di saat itu, mereka membawa “Mazu of the Boat” (merujuk kepada Dewi Matsu). Dewi Matsu menunjukkan kepada mereka untuk tinggal selamanya di Pankam, dan baru pada tahun 1700, penduduk setempat membangun Kuil Tianfei. Menurut Huang A-yu, ini adalah Kuil Matsu pertama yang dibangun di Kabupaten Zhuluo, yang kemudian berganti nama menjadi Ben Gang Tianhou Palace.

Setelah itu, musibah banjir dari meluapnya Sungai Beigang meruntuhkan Tianhou Palace. Penduduk yang berpindah ke Xingang akhirnya membangun sebuah kuil baru, yang selesai pada tahun 1813, dan dinamakan Kuil Fengtian. Kuil ini juga dikenal sebagai “Kai Tai Ma Zu”, karena melindungi penduduk awal dalam pembukaan lahan di Pankam. Gempa kuat di Chiayi pada tahun 1906 menghancurkan hampir seluruh Kuil Fengtian. Direktur Eksekutif Pusat Penelitian dan Dokumentasi Budaya Matsu Dunia di Kuil Fengtian, Lin Bo-chi, mengatakan bahwa selama masa pendudukan Jepang, meskipun pemerintah Jepang mempromosikan gerakan asimilasi Jepang dan menekan kepercayaan tradisional Taiwan, tetapi mereka mengizinkan Kuil Fengtian untuk membawa Dewi Matsu keluar (untuk berkeliling) untuk menggalang dana.  Akhirnya, pada tahun 1918, Kuil Fengtian dibangun kembali. Hal ini menunjukkan ikatan erat antara penduduk Xingang dengan Kuil Matsu.
 

Kuil Fengtian telah mengalami beberapa kali renovasi, yang turut mendorong perkembangan industri tembikar koji, serta seni memotong dan menempel keramik di Xingang.

Kuil Fengtian telah mengalami beberapa kali renovasi, yang turut mendorong perkembangan industri tembikar koji, serta seni memotong dan menempel keramik di Xingang.
 

Renovasi Kuil Memicu Kebangkitan Seni Tembikar Koji

Saat gempa Chiayi melanda pada tahun 1999, yang juga dikenal dengan gempa 21 September dan 22 Oktober, Kuil Fengtian mengalami kerusakan serius. Pihak kuil memilih pengrajin tingkat nasional untuk memperbaiki dan merenovasi kuil. Masing-masing pengrajin bersaing untuk menghasilkan karya terbaik mereka, misalnya seni memotong dan menempel keramik, tembikar koji, ukiran kayu, dan lukisan. Pada akhirnya menjadikan kuil ini terlihat lebih megah dan indah. Kuil Fengtian, yang telah beberapa kali direnovasi, memiliki permintaan besar terhadap keramik tanah liat serta seni memotong dan menempelkan keramik. Tidak heran jika Xingang akhirnya menjadi pusat utama untuk tembikar koji, serta seni memotong dan menempel di Taiwan. Lin Bo-chi mengatakan, “Bahan-bahan untuk tembikar koji, serta tang khusus untuk memotong dan menempel keramik, sekarang hanya bisa dibeli di Xingang.”

Profesor Ho Wen-ling dari Departemen Seni Visual Universitas Chiayi, dalam bukunya “The Temple History Renewal Fengtiangong, Xingang”, menyatakan bahwa arsitektur dan dekorasi Kuil Fengtian mengandung unsur kerajinan yang indah dan abadi, sangat bernilai secara artistik.

 

Transformasi Kota Perdagangan Menjadi Kawasan Pedesaan Pertanian

Selama era Dinasti Ming dan Qing, Xingang mengalami masa kejayaan di sektor perdagangan. Setelah pindah ke kawasan timur, Xingang mengalihkan fokusnya ke sektor pertanian. Pada masa-masa awal, Taiwan dikenal sebagai kerajaan asparagus, dan Xingang memiliki peran penting dalam produksinya. Saat ini, Xingang masih merupakan salah satu daerah pertanian utama di Kabupaten Chiayi. Menurut data dari pemerintah Kabupaten Chiayi, hasil panen padi di Xingang merupakan yang terbesar di antara semua kota dan desa di kabupaten tersebut.

Selain padi, kebun-kebun berteknologi rumah kaca di Xingang juga sangat berkembang. Ketua Promosi Pertanian di Xingang, He Lizhi, mengatakan bahwa tanaman yang ditanam di rumah kaca seperti kangkung, daun ubi, paprika berwarna, dan eustoma merupakan produk khas daerah ini. Khususnya kangkung, produksinya merupakan yang terbesar, menyumbang hampir 60% dari seluruh produk pertanian yang dijual di pasar lelang di seluruh Taiwan.

Untuk mendukung upaya Ditjen Pangan dan Pertanian dalam mendorong penanaman berbagai jenis tanaman biji-bijian di berbagai daerah, maka Asosiasi Petani di Xingang juga memberikan bimbingan kepada para petani untuk beralih menanam kacang hitam selama periode kedua penanaman padi. Kacang hitam yang ditanam ini kemudian diproses menjadi kecap, susu kedelai, dan produk olahan lainnya. Di Black Beans Cafe yang dikelola oleh Asosiasi Petani Xingang, para pengunjung dapat menikmati berbagai hidangan lezat yang dibuat menggunakan kacang hitam lokal tersebut.

Selain produk pertanian, makanan khas Xingang juga cukup ternama, terutama permen maltosa Xingang. Pada masa awal, Xingang berdekatan dengan pabrik gula Beigang dan pabrik gula Suantou. Pendiri permen maltosa Xingang, Lu Qi-tou, menciptakan permen dengan mencampur gula, kacang tanah, dan maltosa, lalu membuat “Shuang Ren Run”. Kemudian, dia pindah ke Xingang dan menggunakan nama merek “Jin Chang Li”, mengganti nama permen menjadi permen maltosa Xingang. Pada saat yang sama, juga memperkenalkan permen maltosa pisang, yang sangat populer. Pada awal masa kolonial Jepang, permen maltosa Xingang sering berpartisipasi dan memenangkan banyak penghargaan di Expo Internasional di Jepang, sehingga kian terkenal luas. Hingga hari ini, permen tersebut masih menjadi salah satu buah tangan terbaik dari Xingang.

Toko Xingang Xuan (SGS Food) yang terletak di depan Kuil Fengtian, tidak hanya membuat permen maltosa Xingang, tetapi juga menawarkan berbagai pilihan makanan nostalgia lezat lainnya, misalnya kue besar Xingang, kue khas Han, kue pernikahan Zhuang Yuan, kue labu daging babi, serta biskuit almon yang dilapisi dengan maltosa dan potongan kacang almon, juga merupakan buah tangan yang sering dibeli oleh pihak kuil saat patung Dewi Matsu Kuil Fengtian hendak pergi bertamu.

Selain itu, di halaman Kuil Fengtian, ada sup daging bebek yang terkenal. Sup ini disajikan dengan daging bebek segar yang dicampur dengan irisan rebung renyah, dan kemudian dimasak dengan tepung ubi. Ini adalah makanan wajib dicoba bagi para wisatawan yang berkunjung.
 

Oseng-oseng daging bebek bambu renyah, sup daging bebek favorit adalah hidangan beraroma lezat dengan sebutan keren aroma wok-heinya yang kuat.

Oseng-oseng daging bebek bambu renyah, sup daging bebek favorit adalah hidangan beraroma lezat dengan sebutan keren aroma wok-heinya yang kuat.
 

Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Xingang, Pelopor Pembangunan Komunitas

Pada era 1980-an, saat ekonomi Taiwan tengah berkembang pesat dan mencapai puncaknya, yang mana juga dikenal zaman “uang berlimpah”, muncul tren perjudian ilegal bernama “Da Jia Le” di tengah masyarakat. Dokter Chen Jin-huang, seorang dokter di sebuah kota kecil, menyaksikan banyak pasiennya menderita sakit kepala, insomnia, dan kecemasan akibat kebiasaan berjudi ini, yang membuatnya sangat khawatir. Oleh karena itu, ia mengundang Lin Hwai-min, pendiri Cloud Gate Dance Theatre yang juga merupakan warga asli Xingang, untuk kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pertunjukan publik.

“Sebagai sebuah pertunjukan tari, saya ingin agar anak-anak di Xingang dapat menyaksikan pertunjukan seni dan budaya bertaraf internasional, serta mengadopsinya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka,” ujar Chen Jin-huang, pendiri Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Xingang. Saat itu, Lin Hwai-min juga memiliki keinginan yang sama untuk menyebarkan seni dan budaya ke tingkat yang lebih mendasar dalam masyarakat. Visi mereka yang sejalan ini kemudian mendorong pembentukan yayasan tersebut.

Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Xingang didirikan pada tahun 1987, merupakan yayasan “tingkat kota kecil pertama” di Taiwan yang memimpin dalam pembangunan komunitas secara menyeluruh. Prioritas utamanya adalah penanaman nilai seni dan budaya, dengan memulai program perpustakaan keliling yang mengunjungi desa-desa terpencil dan sekolah, dan saat ini juga memberikan layanan kepada para lansia di berbagai desa.

Di masa lalu, Xingang di Chiayi dikenal sebagai pusat berkembangnya musik tradisional Beiguan di Taiwan, bahkan mendapat julukan “Sarang Beiguan”. Namun, seiring berubahnya zaman dan perubahan kebiasaan hiburan masyarakat menimbulkan kevakuman budaya. Untuk mengatasi hal ini, yayasan memulai sebuah program “transfer pengetahuan” dengan kelompok seni terkemuka setempat, Wu Feng Xuan, untuk merekrut anggota baru guna melanjutkan warisan musik yang telah berusia lebih dari seratus tahun. Pihak yayasan juga berinisiatif menghidupkan kembali tradisi Song Jiang Zhen di Sekolah Dasar Gumin, yang hampir meredup. Lebih dari itu, yayasan juga berkomitmen pada isu-isu lingkungan dan penghijauan. Mereka mengorganisir sukarelawan untuk membersihkan abu dari petasan, serta menjaga kebersihan lingkungan. Di “Taman Hijau”, yang ditanami sayuran oleh Ibu Chen, pihak yayasan juga menanam bibit pohon, untuk membuat Xingang menjadi lebih hijau dan indah.

Pada tahun 1982, sistem jalur kereta api gula terakhir serta jalur Chiayi-Beigang Taiwan Sugar Corporation berhenti beroperasi, stasiun Xingang menjadi terbengkalai dan dipenuhi dengan semak belukar. Pihak yayasan mengambil inisiatif untuk mengerahkan staf dan merenovasi stasiun Xingang - Taiwan Sugar Corporation yang tidak lagi berfungsi, lalu mendirikan “Taman Kereta Api”, yang merupakan taman pertama di Taiwan yang menggunakan nama kereta api. Asrama karyawan Taiwan Sugar Corporation yang berada di dekat taman diubah menjadi “Ruang Tamu Xingang – HKFSCE”, yang menjadi tempat bagi masyarakat setempat untuk menyelenggarakan pesta.

Di tengah penuaan populasi yang merupakan masalah serius bagi daerah non-metropolitan, layanan yang disediakan oleh yayasan juga beradaptasi dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. “Taman Hijau” kemudian diubah menjadi “Taman Su”, yang diubah fungsinya menjadi pusat perawatan jangka panjang untuk merawat individu dengan disabilitas berat.

 

Pembangunan dan Revitalisasi Jalanan

Jalan Daxing yang berada di belakang Kuil Fengtian (juga disebut Gang Belakang), merupakan contoh pertama di Taiwan di mana pembangunan dan pembenahan jalan dilakukan dari bawah ke atas dengan kerja sama antara pemerintah dan warga. Setelah direnovasi, jalan ini menghadirkan suasana yang unik dengan perpaduan elemen modern dan tradisional. Di sini terdapat berbagai toko, seperti toko obat herbal, toko kelontong, serta toko Shuangxiexing yang telah berusia seratus tahun yang menjual berbagai barang kelontong. Selain itu, juga ada toserba yang menawarkan perlengkapan pernikahan, menjadikan area ini sangat ideal untuk perencanaan wisata di Gang Belakang.

Klinik dan rumah Dokter Lin Kai-tai, yang adalah kakek dari Lin Hwai-min dan dikenal sebagai “Dokter dan Penyair yang Hebat”, juga berada di jalan ini. Keluarga Lin, yang selalu mengedepankan filosofi “Mengutamakan kepentingan umum daripada pribadi”, telah mendonasikan rumah tersebut. Bangunan ini kemudian didaftarkan sebagai situs bersejarah dan direstorasi oleh Pemerintah Kabupaten Chiayi, dan dibuka untuk umum pada tahun 2023.
 

Penduduk Desa Bantou menggunakan kekuatan kolektif mereka untuk menghidupkan kembali Stasiun Bantou di jalur kereta api gula Beigang.

Penduduk Desa Bantou menggunakan kekuatan kolektif mereka untuk menghidupkan kembali Stasiun Bantou di jalur kereta api gula Beigang.
 

Rumah Leluhur Lin Hwai-min, “Pei Gui Hall” Dibuka untuk Umum

Pintu masuk utama bertuliskan “Pei Gui Hall”, sebuah kaligrafi yang dibuat oleh ayah Lin Kai-tai, yakni Lin Wei-chao. Bangunan lama ini memiliki tampilan sederhana dengan konstruksi atap ubin merah.

Di dalamnya, tidak banyak dekorasi yang berlebihan. Yang ada hanyalah tulisan kaligrafi Lin Wei-chao dan Lin Kai-tai, serta buku-buku milik paman dan bibi Lin Hwai-min. Lin Huai-min mengatakan, “Ruangan ini sangat indah, nyaman, dan tenang. Saat orang masuk, jarang ada yang berbicara. Ada juga yang duduk dengan tenang di ruang tamu untuk waktu yang lama. Sensasi bisa duduk dan merenung di sini sangatlah menyenangkan.”

Di samping Pei Gui Hall, terdapat jalan setapak yang dipenuhi oleh bunga thunbergia berukuran besar yang mengarah ke taman belakang, di mana aroma kopi Starbucks menyapa pengunjung. Kombinasi antara rumah tua, dengan pohon hijau, dan aroma kopi ini menambah nuansa budaya di Xingang.

Xingang, yang telah melalui berbagai cobaan dan badai, berhasil mekar menjadi simbol ketahanan dan integrasi. Untuk benar-benar mengenalnya, cara terbaik adalah dengan berjalan santai menyusuri jalanan dan gang, menemukan kisah-kisah baru dari kota tua ini.

 

MORE

Bangkit dari Peta Kuno Pesona Tenang dan Damai - Kota Xingang, Chiayi