Kembali ke konten utama
Presiden Lai Ching-te Hadiri Pembukaan Ketagalan Forum: Dialog Keamanan Indo-Pasifik 2024, Paparkan 4 Pilar Perdamaian
New Southbound Policy。Terletak di rantai pulau pertama, Taiwan menghadapi ancaman langsung dari China. Namun, Taiwan tidak akan terintimidasi. Presiden Lai menegaskan, “Kami akan memikul tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dengan menerapkan rencana aksi Empat Pilar Perdamaian.”
Terletak di rantai pulau pertama, Taiwan menghadapi ancaman langsung dari China. Namun, Taiwan tidak akan terintimidasi. Presiden Lai menegaskan, “Kami akan memikul tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dengan menerapkan rencana aksi Empat Pilar Perdamaian.”

Tanggal 21 Agustus 2024, Presiden Lai Ching-te menghadiri acara pembukaan Ketagalan Forum: Dialog Keamanan Indo-Pasifik 2024, dan menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, otoritarianisme semakin berkembang menjadi lebih agresif, dan kini menjadi tantangan di tingkat global.
 
Presiden Lai menjelaskan bahwa Taiwan, yang terletak di rantai pulau pertama, akan menerapkan rencana aksi Empat Pilar Perdamaian untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Rencana aksi ini mencakup penguatan pertahanan nasional, peningkatan keamanan ekonomi, penguatan kemitraan dengan negara-negara demokratis, serta kepemimpinan lintas selat yang stabil dan berprinsip.
 
Presiden Lai menekankan bahwa Taiwan bertekad untuk menjadi penggerak utama dalam pengembangan demokrasi, perdamaian, dan kemakmuran global. Ia berharap mitra -mitra Taiwan dapat bersatu saat Taiwan mendukung payung demokrasi dan mempertahankan nilai-nilai yang dijunjung bersama.
 
Kita telah menyaksikan invasi Rusia terhadap Ukraina, dan ancaman Korea Utara terhadap perdamaian dan stabilitas Asia Timur Laut. Saat ini konflik juga telah pecah di Timur Tengah.
 
Kita juga telah melihat ekspansionisme militer Tiongkok di Laut China Timur dan Selatan, tidak hanya melalui latihan militer di Selat Taiwan, tetapi juga dalam latihan laut dan udara bersama dengan Rusia di Laut China Selatan, Pasifik Barat, dan Laut Jepang. Tindakan semacam ini bertujuan untuk mengintimidasi negara-negara tetangga Tiongkok serta merusak perdamaian dan stabilitas regional.
 
Tiongkok bahkan memanfaatkan perdagangan sebagai senjata. Tiongkok menggunakan berbagai tekanan dan ancaman, serta melakukan manipulasi politik tidak hanya terhadap Taiwan, tetapi juga terhadap Jepang, Korea, Australia, Lithuania, Kanada, dan negara-negara lainnya. Presiden Lai menjelaskan bahwa taktik koersi ekonomi secara sepihak ini sudah lumrah dialami oleh tamu-tamu dari Australia dan Australia.
 
Terletak di rantai pulau pertama, Taiwan menghadapi ancaman langsung dari China. Namun, Taiwan tidak akan terintimidasi. Presiden Lai menegaskan, “Kami akan memikul tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dengan menerapkan rencana aksi Empat Pilar Perdamaian.”
 
Pertama, Taiwan akan memperkuat pertahanan nasional.
 
Taiwan akan terus mereformasi pertahanan nasional dan meningkatkan anggaran pertahanan. Dengan kemandirian dalam bidang pertahanan nasional dan memfasilitasi pengadaan militer, Taiwan akan melengkapi tentara nasional dengan peralatan dan persenjataan yang dibutuhkan. Bersamaan dengan itu, Taiwan akan menciptakan mekanisme untuk memanfaatkan teknologi baru, memperkuat ketahanan pertahanan sipil, dan meningkatkan kemampuan dan menunjukkan tekad untuk mempertahankan diri.
 
Kedua, Taiwan akan membangun keamanan ekonomi.
 
Tiongkok terus menekan kehadiran Taiwan dalam komunitas internasional, menghalangi Taiwan untuk menandatangani perjanjian perdagangan dengan negara lain dan berpartisipasi dalam ekonomi regional. Namun, tekad Taiwan untuk terlibat dengan dunia tetap kuat.
 
Selama beberapa tahun terakhir, Taiwan terus memperluas kehadiran global ekonomi dan mendiversifikasi risiko, serta mengurangi ketergantungan pada Tiongkok secara signifikan.
 
Taiwan juga telah mencapai hasil signifikan dengan pelaksanaan Kebijakan Baru Arah Selatan (New Southbound Policy, NSP). Hingga pertengahan pertama tahun ini, ekspor Taiwan ke 18 negara mitra NSP mencapai USD 50,2 miliar, jumlah tertinggi yang pernah ada untuk kurun waktu ini.
 
Kedepannya, Taiwan akan terus berupaya untuk bergabung dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP), dan bersama negara-negara lain di kawasan ini, Taiwan ingin menciptakan lebih banyak kesuksesan ekonomi dan meningkatkan ketahanan ekonomi.
 
Ketiga, Taiwan akan memperkuat kemitraan dengan negara-negara demokratis.
 
Taiwan akan terus memperluas kerja sama dengan mitra-mitra demokrasi di semua bidang melalui diplomasi berbasis nilai. Forum tahun ini akan menampilkan diskusi tentang peran semikonduktor Taiwan dalam menstabilkan rantai pasokan global. Dalam hal ini, Taiwan akan terus bekerja sama dengan mitra-mitra sehaluan mengenai "chip demokrasi" untuk membangun rantai pasokan yang berkelanjutan, demi memajukan kemakmuran dan pembangunan global.
 
Keempat, Taiwan akan menjalankan kepemimpinan lintas selat yang stabil dan berprinsip.
 
Sebagai anggota komunitas internasional yang bertanggung jawab, Taiwan tidak akan menyerah, tidak memprovokasi, dan akan mempertahankan status quo di Selat Taiwan. Presiden Lai menyampaikan, “Dengan asas kesetaraan dan martabat, Taiwan bersedia untuk melakukan pertukaran dan bekerja sama dengan Tiongkok untuk menghasilkan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.”
 
Forum tahun ini mengundang mantan Perdana Menteri Jepang sekaligus Penasihat Tertinggi Partai Demokrat Konstitusional, Yoshihiko Noda; mantan Perdana Menteri Slovakia, Eduard Heger; serta mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Nikki Haley, untuk menyampaikan pidato khusus.
 
Peserta forum terdiri dari pejabat penting dan akademisi untuk membahas topik-topik seperti konflik zona abu-abu di Selat Taiwan, Laut China Selatan, dan Laut China Timur; membangun ketahanan ekonomi dan penghilangan risiko (de-risking); peran semikonduktor Taiwan dalam menstabilkan rantai pasokan global; serta bagaimana otoritarianisme digital mempengaruhi demokrasi melalui penyebaran disinformasi.
 
Dalam pidato kunci, mantan Perdana Menteri Yoshihiko Noda menyatakan bahwa hubungan Taiwan dan Jepang terjalin sangat erat di berbagai bidang, dan Jepang akan terus mendukung Taiwan untuk berpartisipasi dalam WHO sebagai pengamat, serta menyambut baik pengajuan Taiwan untuk bergabung dalam "Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik" (CPTPP).  
 
Yoshihiko Noda juga menegaskan bahwa perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan telah menjadi konsensus internasional. Ia menentang keras segala upaya sepihak untuk mengubah status quo melalui kekerasan atau paksaan, serta menekankan pentingnya penyelesaian sengketa secara damai.