Kembali ke konten utama
Lokakarya ASEAN & Asia Selatan ICDF Perdalam Bakat
2018-01-22

Wirausahawati

 

International Cooperation and Development Fund (ICDF) pada awal Mei lalu mengelar lokakarya "Kewirausahaan Perempuan", mengundang perempuan dari negara ASEAN dan Asia Selatan datang ke Taiwan untuk berpartisipasi dalam lokakarya ini.

Kelas yang berlangsung selama dua pekan terbagi menjadi pelajaran dalam kelas dan kunjungan ke perusahaan. Para peserta sangat tertarik dengan pelayanan yang diberikan pemerintah Taiwan bagi para pengusaha perempuan, meliputi pengembangan keterampilan, perencanaan kredit, konsultasi pemasaran dan lainnya. Melalui interaksi aktif dengan instruktur, diharapkan mereka dapat berbagi hasil belajar di Taiwan sekembalinya mereka ke tanah air.

 

Kelas lokakarya pengusaha perempuan ASEAN dan Asia Selatan berkunjung ke “Green-in-Hand”Kelas lokakarya pengusaha perempuan ASEAN dan Asia Selatan berkunjung ke “Green-in-Hand”

Sejak tahun 2000 “Perusahaan – Micro” mulai menjadi topik pembicaraan hangat di Taiwan dan bagi wirausahawati, pemerintah mencanangkan program “Pengusaha Micro Phoenix / Phoenix Micro Start-up”  dan “Angsa Terbang / Flying Geese” . Tahun lalu dalam ajang “Perempuan dan Forum Ekonomi Dunia” (World Economic Forum / WEF) yang diselenggarakan oleh badan Kerja Sama Ekonomi Asia Pacific (APEC), Taiwan berbagi pengalaman dalam membina pemberdayaan ekonomi dan kewirausahaan bagi kaum perempuan, pengalaman ini mendapat keyakinan dari para peserta APEC.

Wirausahawati

Kekuatan “Lunak” Taiwan

Dengan tujuan “Kekuatan lembut”, ICDF tahun ini untuk pertama kalinya mengelar lokakarya “Kkewirausahaan perempuan” dengan mengundang 12 siswi dari negara ASEAN dan Asia Selatan yaitu Nepal, Indonesia, Vietnam, India, Srilangka dan Thailand untuk datang ke Taiwan mengikuti program lokakarya ini.

Peserta dari Thailand dan Srilangka dengan cermat melihat produk “Green-in-Hand”, berharap membawa pulang pengalaman Taiwan ke tanah air.Peserta dari Thailand dan Srilangka dengan cermat melihat produk “Green-in-Hand”, berharap membawa pulang pengalaman Taiwan ke tanah air.

Pelatihan yang bertajuk “Kewirausahaan Perempuan” berfokus pada seminar dan kunjungan bisnis dengan konten memperkenalkan program “Pengusaha Micro Phoenix” dan “Angsa Terbang”. Selain itu, juga mengundang Taipei Awakening Association untuk berbagi bagaimana mengembangkan potensi pengusaha dan pemberdayaan perempuan serta Pusat Inkubasi Inovasi, Universitas Taitung yang berbagi informasi tentang inkubasi wirausahawati.

Selain seminar, lokakarya juga melakukan kunjungan ke Pemerintah Kota Kaohsiung dan Organisasi Perempuan setempat, dengan mendatangi perusahaan Anewei (Merek pakaian), Teh Xie Xie dan Green-in-Hand, serta lainnya yang merupakan contoh perusahaan sukses yang dirintis oleh pengusaha perempuan. Dengan belajar dan menyaksikan pengoperasian perusahaan, para peserta bisa merasakan langsung kekuatan lunak masyarakat Taiwan.

Peserta dari berbagai negara memanfaatkan kesempatan datang belajar di Taiwan, selain dengan aktif mengikuti pelajaran mereka juga mengunakan waktu senggang mengambil kesempatan langka ini untuk melakukan pertukaran dan membangun jaringan persahabatan serta mempererat hubungan Taiwan dengan negara-negara yang menjadi target kebijakan mengarah selatan baru.

Belajar Manajemen Bisnis di Taiwan

Beras yang dipadukan dengan desain trendi yang menarik perhatian orang.Beras yang dipadukan dengan desain trendi yang menarik perhatian orang.

Salah satu peserta asal Thailand, Chamaiporn Charoentangsombut adalah cucu dari seorang prajurit Nasionalis yang terdampar di Thailand Utara pada akhir Perang Saudara Tiongkok, ia adalah pendiri “93 Army Coffee”.

Chamaiporn Charoentangsombut merupakan alumni Universitas Nasional Taipei (NTPU), saat mengecap pendidikan di Taiwan ia sempat bekerja di kedai kopi. Sehingga sekembalinya ke Thailand, ia memulai usaha sendiri dan kini telah memiliki 3 kedai kopi. Di sela-sela kesibukannya sebagai pemilik kedai kopi, Chamaiporn masih menyempatkan diri untuk mengajar tentang ilmu dan pengetahuan akan kopi.

Kedatangannya kembali ke Taiwan kali ini bertujuan untuk belajar “Manajemen bisnis” untuk meningkatkan karier, inovasi dan pemasaran.

Bisnis kopi memiliki skala tertentu, “Dari dan untuk masyarakat”. Menghadapi masalah prostitusi yang serius di Thailand, Chamaiporn berharap melalui pelatihan ini bisa mempelajari cara perusahaan Taiwan memberikan kontribusi bagi masyarakat, ia ingin membantu kaun perempuan ini kembali pada pekerjaan biasa, ia berharap dengan keahliannya di bidang kopi dapat membantu mengembangakan ketrampilan ke dua dari perempuan Thailand.   

Program Kredit Usaha

Daya Tarik Kuat

Anggota Uni Perempuan Vietnam (The Vietnam Women’s Union / VWU), Diep Nguyen berpartisipasi dalam diskusi, aktif mengajukan pertanyaan.Anggota Uni Perempuan Vietnam (The Vietnam Women’s Union / VWU), Diep Nguyen berpartisipasi dalam diskusi, aktif mengajukan pertanyaan.

Program “Pengusaha Micro Phoenix” adalah program yang menyediakan subsidi bunga pinjaman kredit usaha disertai dengan layanan usaha dan penjaminan pembiayaan kredit; Program “Angsa Terbang” adalah program yang menyediakan pembinaan terpadu bagi wirausahawati. Kedua program ini merupakan sistem yang belum pernah ada di negara asal mereka sehingga para peserta sangat antusias membahas program ini.

Uni Perempuan Vietnam (the Vietnam Women’s Union/VWU) yang didirikan tahun 1930 di Hanoi bertanggung jawab atas semua yang terkait dengan serikat kerja perempuan Vietnam, isu-isu perempuan dan menyediakan dana serta pinjaman kredit kecil bagi keluarga kurang mampu di Vietnam

Kedua peserta Vietnam yang berpartisipasi dalam lokakarya selain berbagi pengalaman dan menjelaskan situasi Vietnam, mereka juga mengutarakan usulan program perencanaan 10 tahun VWU. 

Diep Nguyen, anggota VWU menyampaikan, kesulitan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengimplementasikan program perencanaan mereka, cara kerja sama antara instansi sipil dan pemerintah seperti apa yang seharusnya disediakan agar dapat membantu pengusaha perempuan, program  “Pengusaha Micro Phoenix” dan “Angsa Tebang” patut dijadikan sebagai pertimbangan.

Temukan Nilai Tambah Produk Pertanian

4 peserta dari Pusat Pelatihan Pertanian Nasional, Bandung, dengan gembira menikmati jalan-jalan di Taipei.4 peserta dari Pusat Pelatihan Pertanian Nasional, Bandung, dengan gembira menikmati jalan-jalan di Taipei.

Ada 4 peserta yang datang dari Pusat Pelatihan Pertanian Nasional, Bandung, Indonesia. Shinta yang adalah Pelatih Pertanian mengemukakan, kemajuan sosial masyarakat Taiwan dan menghormati  kaum perempuan membuatnya tertarik turut dalam lokakarya ini.

Setelah selesai mengikuti pelatihan Shinta mengatakan, populasi  pedesaan di Indonesia mengalami penuaan, generasi muda tidak bersedia terjun dalam pekerjaan ini, biasanya mulai dari menuai padi hingga ke masa menjelang menabur benih merupakan masa vakum bagi kaum petani, masa di mana tidak melakukan apa-apa. Melalui beberapa hari pelatihan ini, Shinta mempertimbangkan bagaimana cara untuk dapat meningkatkan nilai tambah pertanian, agar para petani selain bercocok tanam, mereka juga belajar konsep-konsep pemasaran.

Dari teknik pemasaran yang digunakan “Green-in-Hand” memberikan ide bagi Shinta, bekerja sama dengan petani padi di kawasan Huatung, melalui disain pengemasan dan penjualan online, sehingga padi tidak saja sebagai makanan pokok sehari-hari saja melainkan bisa menjadi buah tangan khas setempat. Dari pengalaman yang dibawa pulang ke Indonesia, Shinta berharap dan berencana untuk mengelar pelatihan agar dapat membantu perkembangan petani lokal.

Moza Pramono, seorang pengusaha perempuan yang datang dari kota Jakarta, Indonesia, dalam pelatihan kali ini Moza pemilik 3 perusahaan, ini merupakan perwakilan tertua dan terbesar ASEAN pendiri Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI).

Selama lokakarya berlangsung, Moza sangat supel, setiap kali sebelum kelas di mulai ia berinisiatif memperkenal diri pada peserta lainnya sambil membagikan kartu namanya.

Peserta Indonesia:

Taipei Kota yang Sangat Bersih

Peserta dari berbagai negara berkumpul di Taiwan, pertukaran antar negara, dengan gembira ber-selfie bersama.Peserta dari berbagai negara berkumpul di Taiwan, pertukaran antar negara, dengan gembira ber-selfie bersama.

Setelah menyelesaikan kuliah, Moza berkecimpung dalam dunia bisnis pakaian jadi, ia bertekad ingin menjadi wirausahawan namun tidak memiliki sumber daya. Kepribadian supel, agresif serta optimis membawanya terjun ke dunia media dan membentuk jaringan kontak awal bisnis masa depan. Ibu dari dua anak ini merasa keterbatasan sumber daya bagi perjalanan keluarga, untuk itu ia membangun situs “liburkeluarga.com” sebagai platform yang mengundang teman-teman berbagi pengalaman masing-masing. Kedatangannya kali ini ke Taiwan selain mengikuti pelatihan, Moza juga memotret produk dan tempat-tempat menarik yang direkomendasikan, merangkum data foto menjadi  video yang akan diunggah ke platform yang dirintisnya.

Yang patut diungkapkan adalah, Moza mengamati kalau tidak ada sampah berceceran di jalan-jalan kota Taipei, ia sempat penasaran dan saat di Dr. Sun Yat Sen Memorial Hall ia bertanya “Bisakah kamu beri tahu mengapa di tanah tidak ada sampah berceceran? Bagaimana kalau ada sampah yang ingin dibuang?” Setelah itu ia membuat cuplikan video pendek yang memperkenalkan lingkungan yang bersih dari Kota Taipei.

Moza yang gemar akan disain juga terjun dalam produk bulu mata palsu “Lashes by Moza” berbeda dengan pabrik bulu mata palsu lainnya, Moza bulu mata palsu buatan tangan menggunakan rambut asli yang dibuat oleh para ibu rumah tangga setempat di Indonesia. Merek Moza tidak hanya pada produknya saja, ia juga memasang logo mereknya pada kantung, casing telepon genggam dan produk lain, ia akan menjadikan merek produknya senantiasa dibawa, menempel dibadannya, setiap saat dan di mana saja ia dapat mempromosikan produk dan mereknya.

Peserta dari Indonesia, Moza Pramono dengan penuh keyakinan menunjukkan bulu mata palsu produknya, ia sendiri adalah pemasaran terbaik bagi perusahaannya.Peserta dari Indonesia, Moza Pramono dengan penuh keyakinan menunjukkan bulu mata palsu produknya, ia sendiri adalah pemasaran terbaik bagi perusahaannya.

Tingkat kesulitan yang dihadapi pengusaha perempuan cukup tinggi, harus mengatasi banyak masalah, untuk itu organisasi masyarakat sipil IWAPI adalah sebuah sarana pertukaran wirausahawan.

Moza yang juga sebagai direktur pemasaran IWAPI terpaksa harus pulang lebih awal sebelum lokakarya berakhir karena harus membantu IWAPI dan wirausahawan Internasional membuat perencanaan lokakarya untuk tahun ini, diperkirakan dari 8 kota bisa membina 800 perempuan Indonesia.

Dalam kesibukan jadwal yang ada, Moza menggunakan setiap kesempatan untuk bertukar pendapat dengan pengajar baik saat di kelas maupun saat kunjungan, membawa pulang pengalaman di Taiwan ke Indonesia dan diimplementasikan ke dalam bisnisnya, bersamaan itu juga berbagi dengan seluruh masyakat Indonesia.

Di ASEAN isu tenaga kerja perempuan, wirausahawan perempuan kerapkali diremehkan, namun seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran hak perempuan, memperpendek kesenjangan gender, pemberdayaan perempuan semakin bertambah, pengalaman Taiwan menarik banyak perempuan dari negara lain datang belajar di Taiwan.

Setelah lokakarya “Kewirausahaan perempuan” tahun ini ICDF berturut-turut akan mengelar lokakarya “Pengembangan Nilai Tambah Produk Pertanian” dan “Fasilitasi Perdagangan”, diperkirakan dalam satu tahun ini dapat melatih sekitar 50 orang yang datang dari 10 negara ASEAN dan 6 negara anggota Asia Selatan, melalui ini diharapkan dapat mempererat hubungan Taiwan dengan negara-negara yang menjadi target dalam kebijakan mengarah selatan baru.