Kembali ke konten utama
SEAMi Ruang Interaksi Budaya
2018-03-26

Para petugas yang ada di SEAMi, membangun benteng kepedulian dengan sesama perantau asal Asia Tenggara

Para petugas yang ada di SEAMi, membangun benteng kepedulian dengan sesama perantau asal Asia Tenggara

 

SEAMi, SouthEast Asian Migrant Inspired, yang berlokasi di Taoyuan, adalah sebuah ruang serta batu loncatan yang berfungsi sebagai tempat melakukan interaksi pertukaran kebudayaan bagi para imigran baru asal Asia Tenggara. Dengan lingkungan sekitar yang ramah untuk masuknya unsur budaya asing, SEAMi telah berhasil melahirkan banyak benih talenta baru yang mandiri. Seiring dengan berlalunya sang waktu, ingatan akan kampung halaman yang mereka miliki juga perlahan memudar, berganti dengan tumbuhnya sebuah kenyamanan dan kebahagiaan menetap di negeri orang, sembari membangkitkan asa hidup yang gemilang untuk masa depan.

 

Pencetus SEAMi, Lin Zhou-xi berharap mampu menciptakan sebuah ruang yang bersahabat bagi para imigran baru Asia Tenggara.Pencetus SEAMi, Lin Zhou-xi berharap mampu menciptakan sebuah ruang yang bersahabat bagi para imigran baru Asia Tenggara.

Sebutir benih yang ditaruh di tempat yang benar, maka ia akan tumbuh berkembang dan menghasilkan dedauan hijau yang memesona . SEAMi adalah sebuah ruang kecil yang terletak di belakang Stasiun Kereta Taoyuan. Sang pencetus, yang juga merangkap sebagai Kepala Asosiasi Penelitian Pendidikan Kebudayaan Inovatif Asia Tenggara Kota Taoyuan, Lin Zhou-xi menyampaikan bahwa dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini, hanya dengan bermodalkan semangat dan kerja keras, ditambah  dengan bantuan dari beberapa rekan seperjuangan, mencoba untuk berkarya dalam dunia Imigran Baru Asia Tenggara.

Kecil Namun Konsisten

Takkala berjalan menyusuri lorong bawah tanah di Stasiun Kereta Taoyuan, bagaikan memasuki mesin waktu. Papan reklame, poster dan sebagainya, menyibak tirai mata untuk segera memandangnya, dalam sekejap dapat terasa atmosfir kehidupan Asia Tenggara. SEAMi berada di lantai dua di salah satu rumah makan khas Indonesia. Pada suatu  Kamis sore, terlihat beberapa petugas yang sedang melakukan rapat kerja. Lin Zhou-xi tampak fokus dengan kalkulator yang ada di tangannya, menghitung dengan teliti setiap biaya pengeluaran kegiatan. “Dengan dana yang selalu membebani jiwa, menyurutkan wajah setiap orang, namun setiap kegiatan digelar, semua akan ikut turun tangan dengan ramah dan bersemangat, setiap pekerja menunjukkan kegigihan yang luar biasa”, ungkap Lin Zhou-xi.

Dari Nol Hingga Wujudkan Mimpi

Dalam salah satu kegiatan, terlihat paduan warna yang berupaya untuk menawarkan kebahagiaan.Dalam salah satu kegiatan, terlihat paduan warna yang berupaya untuk menawarkan kebahagiaan.

Kawasan Taoyuan yang memang memiliki banyak pabrik, menjadi salah satu lokasi tempat berkumpulnya para pekerja migran. Ditambah dengan banyaknya pasangan kawin campur, maka diprediksi jumlah warga asing yang ada di Taoyuan kurang lebih sekitar 130 ribu orang. “Saya berharap mampu membangun sebuah jembatan penghubung dan ruang interaksi antara penduduk setempat dengan para imigran baru. Kobarkan kembali bara api dan berharap dapat merubah situasi sosial masyarakat yang ada saat ini”, umbarnya saat mengenang masa lalu.

Perpustakaan Interpretasikan Perubahan Era

Dalam ruang terlihat barisan buku tersusun rapi di atas rak,  membawa ragam kisah tak berbatas akan imigran asing. Setiap hari pasti ada ‘Kisah Cerita’ yang berlangsung di dalam ruang tersebut. Lin menjelaskan bahwa mereka tidak menggunakan metode pendidikan formal, namun mencoba menarik perhatian  masyarakat dengan cara yang berbeda

Seorang perantau Tionghoa asal Filipina, Michael Ty memiliki segudang pengalaman dalam mengajar, ia adalah satu satu benih unggul yang terdapat di SEAMi. Setelah lulus ia menetap di Taiwan selama lebih dari 20 tahun, dan bekerja di sebuah perusahaan agensi Buruh Migran sebagai penerjemah dan pembimbing, Michael Ty sangat memahami perasaan hati setiap pekerja migran.

“Pekerja asal Filipina biasanya berusia sekitar 20 hingga 35 tahun, entah apakah telah menikah atau tidak, pasti akan selalu merasa kesepian takkala harus meninggalkan kampung halaman”, katanya sembari menjelaskan jika manusia adalah mahluk yang memiliki perasaan. Bagi mereka yang merantau, jika tidak ada jalur yang tepat untuk mengisi waktu kosong, maka kerap bisa menimbulkan permasalahan psikologis. “Sempat ada seorang pekerja migran yang bersifat pendiam, jarang berbicara dengan yang lainnya. Kala malam tiba, ia malah terlihat keluyuran di saat yang lain tengah beristirahat. Kelakuan aneh tersebut membuat majikan dan lingkungan sekitar menjadi khawatir dan akhirnya ia pun dipulangkan kembali ke negaranya”, cerita Michael Ty. Dan yang dipulangkan tersebut, justru akan semakin tertekan kondisi psikologisnya, dimana dirinya harus menghadapi hutang biaya agensi, dengan catatan perilaku yang tidak baik semasa di luar negeri, membuatnya menjadi tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Sang pekerja akhirnya mengakhiri nasibnya atau hidup dalam keterpojokkan sosial masyarakat. “Saya senang dengan adanya ruang seperti ini, sehingga menjadi sebuah ruang aktivitas, belajar dan berinteraksi sesama pekerja migran, serta mengurangi masalah buruk lainnya”, ungkap Michael Ty. Dengan berbagai cerita dan pengalaman berbeda namun berharga, bisa membantu mengembangkan visi pekerja itu sendiri, serta mampu menemukan solusi untuk masalah yang mereka hadapi.

Dalam kelas memasak SEAMi, para imigran baru dapat saling berbagi resep masakan asal Asia Tenggara.Dalam kelas memasak SEAMi, para imigran baru dapat saling berbagi resep masakan asal Asia Tenggara.

Pernikahan Lintas Negara

“Mendapati perlakuan yang tidak baik saat pertama kali bekerja di Taiwan, saya bersumpah tidak akan kembali lagi. Namun karena kondisi ekonomi keluarga yang mendesak, maka saya hanya mampu menahan air mata dan kembali bekerja di Taiwan”, kenang Pham My Hanh asal Vietnam. Banyak kisah pilu yang mewarnai hidupnya selama 10 tahun di Taiwan.

“Seminggu sebelum Tahun Baru Imlek 2001, aku tiba di Taiwan dan bekerja sebagai seorang perawat. Kala itu, berat tubuhku hanya 40 kg dengan usia  belum mencapai 20 tahun, namun setiap subuh harus membantu majikan mempersiapkan berbagai jenis masakan yang akan dijual di rumah makan, mencuci peralatan makan tamu, dan masih harus menjaga nenek berbobot 70 kg yang kena ‘stroke’”, ujarnya. Karena beban pekerjaan yang terlampau banyak, ditambah dengan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan, maka Pham memutuskan untuk pulang kembali ke Vietnam sebelum masa kontrak habis.

Mai Thi Thanh Tuyen asal Vietnam kini tengah menempuh pendidikan S3 di Universitas Kristen Chung Yuan. Ia juga menyediakan sarana alat untuk mengajar.Mai Thi Thanh Tuyen asal Vietnam kini tengah menempuh pendidikan S3 di Universitas Kristen Chung Yuan. Ia juga menyediakan sarana alat untuk mengajar.

Awalnya ia mengira dapat melanjutkan kehidupan dengan bekerja di Vietnam, namun tak diduga terjadi musibah kebakaran yang membuat keluarganya kembali berada dalam kesulitan perekonomian. Pham hanya mampu menahan tangis, dan kembali ke Taiwan untuk mengadu nasib.

Tanpa dikira, Pham menemukan jodoh di negeri Formosa, yang akhirnya merubah jalan hidupnya.

Sekalipun dirinya mampu berbahasa Mandarin dan Taiyu, namun majikannya berlatar belakang suku Hakka, sehingga ia pun harus mulai mempelajari bahasa Hakka. Berkat tekad untuk terus berjuang yang tidak pernah sirna, membuahkan hasil yang cukup menawan untuk bidang bahasa baru yang dipelajarinya. Sang majikan terharu dengan perjuangan Pham, dan memberikan bantuan pinjaman sebesar NT$ 100 ribu baginya untuk membeli tanah di kampung halaman. Tali persahabatan yang terjalin antara mereka pun berkelanjutan, majikan  sempat memperkenalkan dirinya dengan pria. Namun Pham menolak untuk keluar berpacaran dan memilih untuk tetap merawat sang nenek, sikapnya itu berhasil meluluhkan hati majikan. Selang dua tahun kemudian, Pham akhirnya menikah dengan cucu majikan,  tempat yang sempat menyakiti hatinya, berubah menjadi kebahagiaan.

Pernikahan Lintas Negara

Pham My Hanh kini memiliki 3 orang anak. Gemar belajar bahasa adalah hobi yang kemudian mengantarnya untuk menjadi guru bahasa. Berkat panduan dari Kementerian Pendidikan, ia mengawali karirnya sebagai guru lepas untuk sebuah sekolah dasar, kemudian  bergabung dengan SEAMi dan membuka kelas pelajaran bahasa Vietnam.

Sembari tertawa Pham mengatakan, “Terkadang suamiku bisa mengucapkan terima kasih untukku dalam bahasa Vietnam, dan ini menghangatkan jiwa saya.” Selain itu, nenek juga kerap berkomunikasi dalam bahasa Vietnam dengan keluarganya, hal seperti ini memberikan  kesan indah dalam hati Pham.

“Dulu aku sering sakit hati saat ada yang menyebutku sebagai pengantin Vietnam, namun kini aku dapat memahaminya”, tukas Pham.  Perbedaan kebudayaan, kerap membuat kita tanpa sengaja  melukai hati orang lain. untuk itu Pham berharap akan ada lebih banyak lagi masyarakat yang memahami kebudayaan Vietnam, sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahpahaman. Ia yakin, SEAMi dapat mencapai target tersebut.

SEAMi kerap menggelar berbagai kegiatan bagi anak-anak imigran baru, khususnya dalam hal menemukan identitas diri yang baik dan sehat. (Foto: SEAMi)SEAMi kerap menggelar berbagai kegiatan bagi anak-anak imigran baru, khususnya dalam hal menemukan identitas diri yang baik dan sehat. (Foto: SEAMi)

Bahasa Adalah Duta Budaya Lintas Negara

Mai Thi Thanh Tuyen asal Vietnam Utara telah tinggal di Taiwan selama 7 tahun lebih, dan kini tengah menempuh pendidikan S3 di Universitas Kristen Chung Yuan. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Taiwan pada 9 September 2009, dalam benak Mai  terdapat pemikiran untuk berkarya dalam hal mediasi antara Vietnam dengan Taiwan. Seiring dengan Kebijakan Menuju Asia Selatan Baru, pendidikan bahasa-bahasa Asia Tenggara juga diprediksi akan mulai diterapkan di dalam kurikulum sekolah dasar pada tahun depan, dan ini juga menjadi sebuah tantangan baru bagi Mai untuk bergerak di dalamnya. Bahasa adalah sebuah jembatan komunikasi, yang juga berfungsi untuk mencapai toleransi dalam membina hubungan tali silaturahmi. “sistem pendidikan yang saya terapkan untuk mendidik  pengajar bahasa Vietnam yang terampil, yang terbagi menjadi kelas pengusaha, masyarakat umum dan pelajar”, kata Mai yang mengaku sangat mencintai mata pelajaran budaya.

Bahasa Adalah Duta Budaya Lintas Negara

Di SEAMi, Mai berperan sebagai pengajar bahasa Vietnam untuk kalangan guru dan dosen setempat. Ia tidak saja mengajar, namun juga menciptakan berbagai sarana dan alat pengajaran yang inovatif. Selain memberikan bantuan penerjemahan untuk sesama perantau asal Vietnam, ia juga menyediakan sistem penerjemahan akurat untuk bahasa Vietnam dan Mandarin, yang juga turut membuka peluang kesempatan kerja bagi para perantauan Vietnam di Taiwan.

Senyuman Manis

“Rencana awal, SEAMi hanya akan dioperasikan selama 2 tahun saja, namun setelah dilakukan, timbul rasa sungkan untuk menghentikannya”, tukas Lin Zhou-xi yang selalu teringat akan senyuman manis dari anak-anak yang dilahirkan oleh para imigran baru. Baginya ini adalah sebuah  tugas yang diberikan untuknya, untuk bertindak sebagai pengisi ruang kosong di dalam jalinan hubungan dengan Taiwan. “Hanya dengan memahami, barulah mampu memiliki sikap percaya diri untuk menghadapi masa depan. Terlebih di dalam bidang industri budaya kreatif, harus mengakar dengan baik dan kuat, sehingga dapat turut menggerakkan roda perekonomian bidang lainnya”, ujar Lin yang menyadari bahwa apa yang dilakukannya bukan untuk nama semata, namun adalah sebuah jalan menuju integrasi kebudayaan yang panjang dan berkesinambungan.