Kembali ke konten utama
Revolusi Taman Bermain Mengembalikan Hak Bermain kepada Anak-Anak
2021-03-08

Pendiri Taiwan Parks & Playgrounds for Children by Children (PPCC) Zoe Lin (tengah), Sekretaris Jenderal PPCC Ariel Zhang (kanan) dan anggota PPCC Tsai Ching-hua (kiri), sama-sama berjuang untuk melindungi taman sendiri.

Pendiri Taiwan Parks & Playgrounds for Children by Children (PPCC) Zoe Lin (tengah), Sekretaris Jenderal PPCC Ariel Zhang (kanan) dan anggota PPCC Tsai Ching-hua (kiri), sama-sama berjuang untuk melindungi taman sendiri.
 

“Seseorang akan memperoleh kekuatan setelah menjadi seorang ibu.” Demikian bunyi idiom bahasa Mandarin yang kebenarannya disaksikan melalui ketabahan para ibu dalam kelompok advokasi Taiwan Parks & Playground for Children by Children. “Anak-anak kami menginspirasi kami untuk mendalami keahlian dan memperjuangkan hak mereka untuk bermain.” Para wanita ini menggunakan media sosial, membuat presentasi dan menulis artikel untuk menyuarakan kasus mereka pada pemerintah, berpartisipasi dalam pembenahan dan pembaruan perlengkapan taman bermain, dan mendesak warga untuk mengikuti aksi “taman sendiri, kita sendiri yang bertanggung jawab”. Selama tiga tahun terakhir, mereka telah membantu membangun lebih dari 100 taman bermain dengan keunikan tersendiri, secara total mengubah wajah taman bermain di Taiwan.

 

“Dulu saat hanya ada permainan plastik, karena kurang asyik, anak yang berusia dua tahun selalu merasa bosan, mereka sering menarik tangan saya sambil berkata, Ibu temani saya bermain.” Tsai Ching-hua, tokoh utama di belakang pembenahan Taman Guling di Kota Taipei, mengatakan sambil mendampingi putrinya Lele bermain monkey bar (ayunan tangga majemuk), “Sekarang tidak hanya kami saja yang datang ke sini setiap hari. Setiap sore usai sekolah, banyak anak SD, malamnya masih ada kelompok lainnya. Banyak anak yang berusia lebih besar berayun-ayun dengan lincah di monkey bar, bagaikan Spiderman!"

 

Melindungi Taman Sendiri

Tsai mengenal Taiwan Parks & Playgrounds for Children by Children (PPCC) ketika mengikuti sebuah acara panduan jalan-jalan di Kota Taipei saat Lele masih berusia dua tahun. Sejak itu, ia menemukan bahwa sebagai seorang ibu rumah tangga dan “Ibu professional”, ia dapat mengubah taman bermain yang dianggap membosankan oleh Lele.

Pertama-tama Tsai Ching-hua menanyakan pada pak lurah, yang kemudian merekomendasikannya untuk menghubungi Kantor Taman dan Lampu Jalan (Parks and Street Lights Office / PSLO), yakni lembaga di bawah Pemerintah Kota Taipei yang menangani tugas pemeliharaan taman. Ia mengajukan rencana pembenahan Taman Guling kepada PSLO yang telah mendapatkan dukungan tanda tangan dari hampir 100 warga lokal. Setelah itu, dengan desakan dari Tsai Ching-hua dan penduduk, PSLO dengan cepat memasukkan Taman Guling ke dalam daftar “Proyek Pembenahan dan Pembaruan” tahun 2018.

Taman Guling yang diselesaikan pada awal musim semi 2019, dengan anggaran lebih dari NT$ 2,5 juta dilengkapi dengan perosotan multi eksplorasi dan ayunan tangga majemuk spiral, semuanya terhubung dengan kerangka kayu.

Taman Guling hanya salah satu contoh dari hasil upaya PPCC mengadvokasi permintaan pembenahan taman dari warga dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini. Asal-usul organisasi dengan slogannya “taman sendiri, kita sendiri yang bertanggung jawab” dapat ditelusuri hingga tahun 2015, ketika Kota Taipei membongkar serangkaian perosotan teraso yang berbahaya dan menggantinya dengan peralatan taman bermain yang terbuat dari bahan polyester (PE) atau fiberglass reinforced plastics (FRP) yang umum disebut sebagai “peralatan kodian”. Pada saat itulah seorang ibu bernama Zoe Lin marah-marah dan mendirikan PPCC.

 

Pembongkaran Perlengkapan Taman Bermain

Mengingat kembali tentang bagaimana ruang bermain anak-anak mulai menarik perhatiannya, Zoe Lin yang berambut pendek berkata, “Awalnya saya tidak memberikan perhatian besar pada pembongkaran perosotan teraso di Taman Zhixing dan Taman Suku Adat (Indigenous People's Park) di Taipei. Pada saat pembongkaran sampai pada Taman Pemuda Taipei (Taipei Youth Park) yang berdekatan dengan rumah saya, saya pun menelepon untuk bertanya. Jawaban PSLO cukup sederhana: karena sudah tua, tidak aman, maka harus dibongkar.”

“Ada tiga perlengkapan permainan unik bersejarah panjang di Taman Pemuda Taipei, yakni perosotan logam, perosotan teraso dan sebuah ‘benteng luar angkasa’ yang didirikan untuk memperingati perjalanan Neil Armstrong ke bulan. Mereka adalah bagian dari memori banyak warga lokal.” Agar putrinya Xiaoxia bisa menikmati pengalaman serupa di lokasi yang sama, Zoe Lin yang pernah menjadi asisten manajer di Deloitte Taiwan sebelum menjadi ibu rumah tangga, menyiapkan laporan dengan teks dan gambar untuk mengajukan petisi pada anggota Dewan Kota Taipei yang mewakili Distrik Wanhua.

Laporan membela “Hak Bermain Anak-anak” ini mengetengahkan pentingnya hak seorang anak untuk berekspresi dan kekuatan partisipasi publik. Sejak akhir 2015, laporan ini diteruskan dari Dewan Kota ke Direktur PSLO, lalu ke Direktur Departemen Pekerjaan Umum Taipei, dan terakhir ke Walikota Ko Wen-je pada tahun 2018. Pemerintah kota kemudian juga mendengarkan opini publik, menganggarkan lebih dari NT$ 10 juta untuk membangun 30 taman bermain bertema inklusif. Ini bahkan menjadi prestasi pembangunan “kota ramah anak” yang disebut-sebut dalam kampanye pemilihan ulang Ko Wen-je.

Selain Zoe Lin, Sekretaris Jenderal PPCC Ariel Zhang juga mengalami hal serupa di Taman Daan dekat rumahnya. “Total ada 76 perosotan teraso di Kota Taipei pada tahun 2015. Karena tidak memenuhi persyaratan CNS (Standar Nasional ROC) dan dianggap tidak aman, 60 perosotan dibongkar, dan 16 sisanya dibiarkan” jelas Ariel Zhang.

Merasa bahwa pemerintah kota menangani keputusan tentang taman bermain ini dengan cara yang sembrono dan asal-asalan, Zoe Lin dan Ariel Zhang yang sebelumnya pernah menjadi manajer merek di sebuah perusahaan asing, mulai berbagi pemikiran dengan teman-teman sesama kaum ibu. Melalui jejaring media sosial, sekitar 100 orang ibu dan anak-anak mereka mengadakan demonstrasi di depan Balai Kota Taipei pada Desember 2015, meneriakkan slogan “menolak taman bermain kodian!” Dengan ini, pintu pemerintah untuk mempromosikan “Revolusi taman bermain anak-anak” pun terbuka lebar.

 

Tarik Tambang antara Keamanan dan Keunikan

Dalam rapat koordinasi bersama pemerintah kota, para pejabat memberikan penjelasan pada para ibu yang antusias bahwa hal ini harus dijalankan sesuai dengan hukum, “Perlengkapan bermain taman harus sesuai dengan standar keamanan CNS! Kalian ingin kami melanggar hukum? Kalian ingin mengabaikan keamanan anak-anak?”

Untuk memenuhi “standar keamanan” yang dimaksudkan oleh aparat pemerintah, para ibu begadang di malam hari usai menyelesaikan pekerjaan rumah untuk mempelajari hukum dan peraturan yang relevan; membentuk kelompok kecil membaca online dan menghubungi teman-teman di berbagai bidang; meminta mereka yang mahir berbahasa Inggris untuk menerjemahkan pedoman-pedoman dari luar negeri; mencari terapis okupasi serta psikolog anak untuk memberikan pengetahuan tentang pikiran, pendidikan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan anak-anak; dan belajar membaca cetak biru dan gambar desain dari arsitek lanskap.

Zoe Lin dan Ariel Zhang kemudian resmi mendirikan PPCC bersama sekelompok ibu yang berpendirian serupa. Dengan data dan pengetahuan profesional, mereka mendorong pemerintah kota menyediakan peralatan bermain yang memenuhi kebutuhan anak-anak dalam bidang latihan fisik, stimulasi sensorik dan dukungan emosional, yang dibutuhkan pada berbagai tahap perkembangan fisik dan mental mereka.

PPCC berharap para desainer di lembaga pemerintah bisa mempertimbangkan “hak berpartisipasi anak-anak” saat membuat perencanaan, serta mendengarkan suara anak-anak, memahami cara mereka bermain, dan merancang ruang bermain yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

 

“Taman Bermain Unik” Bermunculan di Seluruh Taiwan

Zoe Lin dan rekan-rekannya bahkan berkunjung ke Taichung dan Kaohsiung, mempromosikan ideologi PPCC dengan poster yang dibuat di atas kertas berukuran A3. Mereka terus meneriakkan "Taman sendiri, kita sendiri yang bertanggung jawab", sampai suara mereka serak. Kobaran api permintaan renovasi menyebar sangat cepat ke Kota New Taipei. Gerakan “Taman kami juga butuh keunikan!” ini menarik semakin banyak individu dan organisasi sependirian untuk turut bergabung. Taoyuan, Taichung, Tainan, Hsinchu, Keelung dan Kaohsiung serta kota dan kabupaten lainnya berturut-turut menindaklanjuti renovasi tempat bermainnya.

Karena memiliki lebih banyak ruang, taman bermain di Kota New Taipei lebih dapat dirancang untuk memenuhi kebutuhan kelompok usia dan kemampuan tertentu daripada di Kota Taipei. Misalnya “Bear Cub Park 23” di Distrik Linkou adalah taman bermain inklusif yang bisa mengakomodasi anak-anak dari berbagai usia untuk bermain bersama. Juga di Linkou, LOHAS Park lebih menantang. Panjat tebing dan perosotan setinggi lebih dari 4 meter di sini mungkin lebih cocok untuk anak-anak yang lebih besar, mereka bisa berlarian melintasi jaring seperti tupai.

Oleh karena itu PPCC mengusulkan tema “taman satelit” dengan menggunakan konsep “pembagian usia, pembagian wilayah” dalam perencanaan wilayah komunitas, untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda. Dengan demikian, semua taman di komunitas yang berlainan ini bisa menemani proses pertumbuhan setiap anak.

 

Taman Bermain di Jalanan

Lagi pula banyak rumah warga yang tidak ada tempat bermain atau taman di sekitar rumahnya, anak-anak hanya bisa menonton TV dan main gawai di rumah. Selaku organisasi advokasi hak bermain anak-anak, PPCC memutuskan untuk melangkah keluar dari taman, selain terus mempromosikan pembenahan taman bermain yang unik, mereka juga menetapkan sebuah tuntutan baru untuk tahun ini: “jalanan adalah taman bermainku!”

Melalui crowdfunding, organisasi ini mengadakan tiga kegiatan “jalanan adalah taman bermainku” pada tahun ini, untuk membantu memperjuangkan lebih banyak ruang bagi anak-anak untuk bermain dengan bebas. Idenya adalah, mendapatkan persetujuan dari komunitas atau kelurahan, permohonan “menutup jalan” dapat diajukan dengan cara yang sama seperti saat jalan ditutup untuk acara pemilihan umum, pameran seni atau karnaval. Dengan demikian, anak-anak akan dapat bermain di jalanan, bahkan penduduk lokal dapat keluar rumah untuk saling mengenal dan membangun rasa kebersamaan.

Pasal 31 dari Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuntut pengakuan atas hak anak untuk bermain, karena anak-anak menggunakan permainan untuk memahami dunia dan untuk belajar. Seperti pengamatan profesor Hideaki Amano yang dikutip PPCC: “Jika anak-anak tidak bisa bermain, jiwa mereka akan mati. Jiwa anak-anak adalah tanggung jawab orang dewasa.”