Kembali ke konten utama
Seirama dengan Debaran Tanah Air: Sheng-xiang & Band
2021-04-12

Lin Sheng-xiang

 

Lin Sheng-xiang adalah sebuah suara unik dalam komunitas musik Taiwan. Sejak dulu, Lin selalu memperhatikan isu pertanian, industri ketenagakerjaan dan lingkungan, dengan dasar musiknya yang merupakan perpaduan antara tradisional dan modern serta mengintegrasikan musik tradisional Taiwan dengan rock ala Barat.

Selain memenangkan penghargaan Golden Melody Awards dan Golden Indie Music Awards, sejak 2001 Lin Sheng-xiang telah mengadakan konser keliling di lebih dari 10 negara di Eropa, Asia dan Amerika. Pada 2005, dengan gaya unik rock pedesaan Taiwan, Lin menciptakan guncangan dahsyat di TFF-Rudolstadt, festival musik folk terbesar di Jerman. Penyiar Ma Shih-fang pernah mengatakan, “Dalam hatiku, Lin Sheng-xiang adalah penyanyi-penulis lagu kontemporer paling penting di Taiwan.”

 

Pada tahun 2014, sebuah konser diselenggarakan untuk memperingati 15 tahun peluncuran album Lin Sheng-xiang yang berjudul Let Us Sing Mountain Songs, kemudian pada tahun 2017, sebuah konser kembali diselenggarakan untuk merayakan 15 tahun peluncuran album The Night March of the Chrysanthemums. Untuk konser peringatan 20 tahun kariernya di dunia musik pada 2018, banyak teman diundang untuk bermain musik bersamanya di atas panggung yang menjadikan acara tersebut sebagai ajang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kini, persiapan konser peringatan 15 tahun album Getting Dark sedang berlangsung, sementara album Water Snowflake Goes to Market yang baru dirilis menyajikan musik yang terinspirasi oleh kuliner Hakka, membuat penonton mendengar musik sambil menahan rasa lapar.

Tidak banyak penyanyi di Taiwan yang bisa menyamai rekor Lin Sheng-xiang. Setiap album yang dirilis selalu luar biasa, setiap lagu dimainkan dengan penuh emosi, membuat pencipta lagu pada generasi yang sama tertinggal jauh di belakang.

 

Anak Pedesaan Hakka Menyanyikan Lagu Sendiri

Lin Sheng-xiang yang lahir pada tahun 1971 di Distrik Meinong, Kaohsiung, adalah anak tipikal keluarga petani. Lin kembali ke Meinong untuk mengikuti kampanye menentang pembangunan waduk pada akhir tahun 1998. Lin Sheng-xiang dan anggota Labor Exchange Band mendirikan studio sederhana di gudang pengeringan tembakau tradisional, di mana mereka merekam dua album, yaitu Let Us Sing Mountain Songs dan The Night March of the Chrysanthemum, yang kini dianggap sebagai karya klasik dalam sejarah gerakan sosial dan musik di Taiwan.

Lin Sheng-xiang bekerja sama dengan beberapa grup musisi yang berlainan selama karirnya, dari Kuan-tsu Music Pit, Labor Exchange Band, Water3, sampai pada formasi tujuh orang Sheng-xiang & Band saat ini. Lin sendiri adalah penyanyi utama dan memainkan yueqin (instrumen seperti kecapi dengan empat senar dan kotak suara bulat). Chung Yung-feng banyak mengarang lirik lagu yang mengharukan; gitaris Ken Ohtake adalah kolaborator lama Lin; pemain bass Toru Hayakawa memiliki fondasi kuat dalam musik jazz; Alex Wu menangani perkusi, bergabung sejak album I-Village pada 2013; dan pada 2016 pemain drum Noriaki Fukushima dan peniup suona (alat musik tiup tradisional Tiongkok) Huang Po-yu direkrut untuk album konsep ganda Village Besieged, melengkapi grup yang menghidupkan imajinasi musik Lin Sheng-xiang.

Terpengaruh oleh penyanyi lagu bahasa Holo (bahasa Taiwanese) gaya baru seperti Chen Ming-chang, Lin Sheng-xiang mulai berkarya dalam bahasa Hakka pada tahun 1993. “Saya mengerti dengan jelas bahwa nilai artistik dari lagu yang saya tulis dalam bahasa ibu akan lebih tinggi daripada lagu yang saya tulis dalam bahasa Mandarin. Saat berkreasi, yang ingin ditampilkan adalah sisi terbaik, bukan yang terbaik kedua. Jadi saya tidak ragu dalam mengejar karier di musik berbahasa Hakka,” tuturnya.

Let Us Sing Mountain Songs adalah album tentang kampanye menentang pembangunan waduk di Meinong, Kaohsiung. Mungkin musik tentang gerakan sosial membutuhkan interaksi dan koneksi dengan publik, sehingga sangat penting untuk melibatkan penonton atau bernyanyi sebagai respons. Misalnya, lagu Title Track memberi semangat kepada warga Meinong yang menempuh perjalanan jauh ke Taipei untuk memprotes di Yuan Legislatif. “Ayo! Mari kita menyanyikan lagu gunung,” ajak sang penyanyi dan orang-orang di bawah panggung menanggapi secara massal dengan menyanyikan kembali kalimat tadi untuk saling memberi semangat. Contoh lain adalah lagu The Night March of the Chrysanthemums, yang mengisahkan cerita tentang seorang pemuda bernama A-Cheng dari pedesaan yang gagal berkarier di kota dan kembali ke kampung halaman untuk menanam bunga krisan. Dalam lamunannya, ia membayangkan dirinya sebagai seorang komandan yang memeriksa absensi barisan bunga krisan di depannya. Dalam setiap pertunjukan, segera setelah intro lagu ini dimainkan, para penonton akan dengan senang hati berperan sebagai bunga krisan, berdiri dengan penuh perhatian, siap untuk meneriakkan “Hadir!” sebagai tanggapan atas panggilan absensi dari Lin. Yang berada di atas dan di bawah panggung bergabung menjadi satu, semuanya menjadi bagian dari pertunjukan. Inilah suara orang-orang yang menyanyikan lagu sendiri.

 

Suara Akrab yang Baru dari Kampung Halaman

Selama di Labor Exchange Band, Lin Sheng-xiang memadukan alat musik tradisional seperti suona, yueqin, gong dan drum ke dalam karya musiknya. Ia mengenang, “Saat berada di band ini, saya merasa harus menghubungkan musik saya dengan suara tradisional. Harapan saya adalah ketika warga pedesaan mendengar lagu saya, meskipun merupakan karya yang sangat kontemporer, mereka tetap bisa merasakan koneksi dengan kehidupan mereka.”

Lin Sheng-xiang kemudian beralih untuk mempelajari yueqin, sementara “suara suona bagi banyak orang terdengar seperti suara panggilan”, warna suara suona yang nyaring dan menusuk, hadir di acara-acara besar di pedesaan Hakka, seperti pernikahan atau pemakaman, jadi ia selalu terkait dengan momen-momen penting dalam memori kehidupan.

Masih ada satu lagu lagi yang pasti membuat masyarakat Taiwan melambaikan tangan, tertawa terbahak-bahak dan menggelengkan kepala saat mendengarnya, yakni “Ah-Kim Runs for Mayor” dari album I-Village. Melodi utama bercorak akar rumput yang dimainkan dengan tempo ceria menggunakan gitar listrik, suara petasan dan ditambah dengan narasi dari Lin Sheng-xiang dan Chung Yung-feng, diselingi alunan musik pilu namun bersemangat dari keyboard. Ini adalah musik pemilihan umum khas Taiwan, suatu genre yang sangat langka di dunia, namun pasti dikenali setiap orang Taiwan pada pendengaran pertama. Setiap kali dimainkan secara live dalam konser, Lin selalu mengajak penonton untuk mengikuti ritme dan meneriakkan “Terpilih! Terpilih!” untuk mengobarkan semangat ke puncak tertinggi.

 

Catatan Hal Kecil dalam Kehidupan

Berawal dari era Labor Exchange Band, kombinasi lirik dari Chung Yung-feng dan melodi dari Lin Sheng-xiang telah menghasilkan banyak komposisi yang mengagumkan. Chung terkadang menggunakan lensa lebar untuk menampilkan globalisasi dan dominasi aparatur negara, terkadang juga berfokus pada orang-orang awam yang terjebak dan tak berdaya di dalam sistem. Misalnya, dalam lagu “My Old 125-cc Motorcycle” yang menuliskan tentang seorang pengembara yang pulang kampung dengan perasaan malu, “Dewa Bumi, Dewa Bumi, muridmu ingin memohon maaf / Tolong, tolong / Matikan lampu jalan / Anda tidak perlu bertanya mengapa saya kembali.” Gambaran seorang protagonis yang mengendarai sepeda motor tuanya yang reyot di sepanjang jalan pedesaan, dipadukan dengan kepedihan nyanyian Lin, membuat orang yang tidak mengerti bahasa Hakka pun turut menangis.

Lin berkata, “Dalam kreasi musik, ada satu syarat pokok yang saya tuntut. Kalau tidak ada gambar dan kesan pemandangan yang bisa diproyeksikan, berarti itu bukan musik yang sukses.” Seperti lagu “Planting Trees” yang melantunkan, “Tanamlah agar serangga memiliki tempat untuk melarikan diri / Tanamlah agar burung memiliki tempat untuk bertengger / Tanamlah agar matahari dapat menari bersama bayangannya.” Lagu ini didasarkan pada kisah seorang penduduk desa yang selalu berinisiatif membantu menegakkan kembali pohon yang tumbang dan giat menanam pohon baru usai serangan badai taifun. Lirik yang puitis menggambarkan beragam imajinasi dalam benak pendengar.

Sebelum kami berangkat ke Meinong untuk wawancara, Lin Sheng-xiang mengirim pesan mengingatkan bahwa rumahnya tidak mampu ditemukan di Google Maps, ia kemudian memberi petunjuk jalan dengan menggunakan cermin lalu lintas dan kebun pepaya di pinggir jalan sebagai tanda. Dengan mengikuti pedoman yang dilukiskan Lin, kami menemukan tempat tinggalnya, dan baru menyadari bahwa cara memberi petunjuk seperti ini sangat mirip dengan lagu “I-Village” dengan lirik, “Di timur, pohon buah-buahan menyapu lereng gunung / Di barat, nenek moyang tidur di kuburan / Di utara, pegunungan mengirimkan angin sejuk / Di selatan, kanal memberikan air yang dibutuhkan ladang.” Menggunakan empat titik kompas untuk melukiskan batas desa dan menggambarkan sensasi empat musim dalam setahun, musik Lin Sheng-xiang adalah catatan hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.

 

Berdialog dengan Kontemporer

Desember 2019, Sheng-xiang & Band tampil di Hong Kong, di tengah maraknya aksi protes anti UU Ekstradisi. Lin berkata, “Mengetahui bahwa Hong Kong berada di tengah kekacauan dalam enam bulan terakhir, saya harus ke sini bernyanyi untuk masyarakat Hong Kong.” Tahun 2002, Labor Exchange Band memenangkan Golden Melody Awards ke-13 untuk kategori Band Terbaik. Saat di atas panggung Lin Sheng-xiang mengatakan, “Andaikata Labor Exchange Band adalah sebuah mikrofon, kami harap bisa diletakkan di depan para petani dan pekerja, agar kami dapat mengisahkan apa yang kami lihat dan diperdengarkan kepada masyarakat.” Dari komentar ini, kita tahu pihak mana yang didukung oleh Lin.

Kalau I-Village dari tahun 2013 menyanyikan realitas setiap pedesaan pasca-modern, Village Besieged yang dirilis pada 2016 adalah album konsep untuk memprotes pencemaran udara, sebuah topik yang berhubungan dengan setiap orang di pulau ini. Banyak orang bilang Meinong memiliki lingkungan yang indah dan bersih, tapi sebenarnya tidak demikian. Lin Sheng-xiang membuka sebuah aplikasi di HP-nya yang menunjukkan indeks polusi PM2,5 dan PM10, sambil berkata, “Kalau PM2,5 tinggi, kita tidak akan bisa melihat Pegunungan Sentral dari Meinong. Dan pada petang hari, polusi udara di pesisir akan tertiup ke pegunungan, membuat kualitas udara menjadi buruk, sampai-sampai kita tidak bisa berolahraga. Inilah topik yang dibahas dalam Village Besieged.”

 

Dedikasi pada Musik

Suatu kali saat konser di atas panggung, Lin tiba-tiba mendapati dirinya tidak dapat mengontrol jari-jarinya dengan baik. “Hari itu saya sangat sedih. Itu adalah pertama kalinya saya mengalami kegagalan dalam karier musik saya, dan mungkin saya khawatir bahwa karier saya akan segera berakhir,” katanya. Saat mulai berpikir lebih jauh ke depan, ia bertanya-tanya: Apakah saya memiliki syarat untuk pensiun? Berbicara sampai sini, rasanya seolah-olah ada awan gelap di atas kepala kami. Tapi dengan cepat Lin mengubah topik dan terbarunya. tentang ide-ide baru yang ingin ia coba di album terbarunya.

Saat kita berbicara tentang masa lalu, nada bicara Lin selalu tenang, tetapi ketika berbicara tentang masa menyulitkan dan menakutkan ini, serta tentang bagaimana ia memulihkan semangatnya, tiba-tiba wajahnya menjadi lebih berseri, nada suaranya meninggi, dan kegembiraan seperti anak kecil muncul di wajahnya. “Jika saatnya tiba, ketika saya tidak bisa tampil di atas panggung lagi, saya bisa bekerja di belakang layar, mengumpulkan musisi untuk bersama merekam musik, dan saya akan sangat senang dengan itu.”

“Namun, ketika saya melihat bahwa idola saya masih di atas panggung pada usia 70 tahun, saya rasa saya harus bekerja keras untuk mengikuti jejak mereka.”

“Saya benar-benar bebas dan merasa paling nyaman saat menampilkan musik. Saya harap ketika saya sudah lebih tua lagi, masih akan ada orang yang ingin mendengar saya bernyanyi. Yah, semoga lah!” tutur Lin di tengah senyuman puas.