Kembali ke konten utama
Dugu House,Do Good Things Arena Didikan Hoch Ho yang Tidak Biasa
2021-11-08

Dugu House

 

Berdiri tegak di samping jalan yang menghubungi kawasan Danshui dengan Jinshan, mobil berlalu lalang melewati pinggir pesisir pantai Tiaoshi, rumah berbentuk lubang semut dengan warna gurun pasir itu, memberikan kesan tersendiri bagi yang melihatnya. Itu bukan kafe juga bukan homestay, dilihat dari ketinggian di atas, tampak seperti penyu yang tengah meringkuk di pinggir pantai. Pemilik rumah ini, Hoch Ho menamainya Dugu House.

Bunyinya memiliki kesamaan dengan bahasa Hokkien “tuh-ku” (tidur sejenak), membuat orang menjadi rileks dan nyaman, sama halnya dengan nama dalam bahasa Inggris “DoGoodHouse”, yang mengemban misi untuk melakukan sesuatu yang baik (do something good).

 

Tak seperti kebanyakan bangunan pada umumnya yang mempunyai sudut tajam, halus dan tanpa cacat, Dugu House memiliki struktur yang melengkung dengan kisi-kisi jendela berbentuk kipas, serta dinding dengan sentuhan bergelombang, dan sarat dengan unsur yang menarik.

Pada tahun 2008, Hoch Ho mengajak sekelompok pelajar dari Taipei Municipal Jianguo High School, Universitas Nasional Taiwan dan kerabat petani yang berada di sekitar untuk membangun rumah. Menghabiskan waktu tiga bulan untuk menyelesaikan pembangunan tersebut, meski tidak dilengkapi pendingin ruangan, tetapi pondok ini terasa sejuk di musim panas dan hangat pada saat musim dingin. Sebagai seorang amatir, Hoch Ho pun berhasil memenangkan hadiah pertama dalam perhelatan perdana Kompetisi Bangunan Hijau Taiwan.

 

Sebuah Percakapan dengan Yang Maha Kuasa

Hoch Ho lahir dari keluarga kurang mampu, sejak kecil ia telah terlatih untuk bekerja keras. Dirinya pun berhasil mengejar gelar Ph.D jurusan ilmu teknik dan teknik kelautan di Universitas Nasional Taiwan. Setelah lulus, Hoch Ho meniti karier di bidang usaha sekolah kursus. Bersama sang istri, Hoch Ho dikaruniai dua orang putri, menikmati kehidupan yang makmur dan lancar, layaknya impian yang diidam-idamkan kebanyakan orang pada umumnya.

“Apakah hidup adalah untuk terus menerus menghasilkan uang?” Di saat memiliki tahun terbaik untuk mengukuhkan harapannya, Hoch Ho malah diterjang “krisis paruh baya”.

Hingga seorang teman berbagi pengalaman pribadinya, “Mengapa Anda menghabiskan banyak waktu untuk menghasilkan uang yang tidak dapat Anda gunakan?”                                         Ungkapan tersebut pun membangkitkan ilham kehidupan pada dirinya, “Jika hanya tinggal satu tahun kehidupan yang tersisa, hal apa yang terpenting?”

“Kesehatan anggota keluarga”, jawaban tersebut keluar tanpa ada keraguan.

Oleh karena itu, Hoch Ho yang menyukai panorama di pesisir pantai utara, ia akhirnya membeli dan mengelola sebidang tanah pertanian, serta merawat anggota keluarganya dengan makanan sehat. Tak disangka, karena alasan inilah ia pun mendapat sebuah ilham “percakapan sunyi dengan Yang Maha Kuasa”.

 

Sampah Laut Menjadi “Barang Berguna”

Sebagai orang awam di bidang pertanian, Hoch Ho dengan gamblang mengatakan, pada awalnya ia menanam apa-pun tanpa pandang bulu. Hingga pada akhirnya ia menerapkan “Metode Penanaman Sandwich”, yang menggunakan lapisan tanah organik dengan sekam dan sisa makanan, kemudian dibalut kembali dengan tanah organik. Sisa makanan tersebut akan menjadi kompos dan tidak mengeluarkan bau apa pun, yang cocok digunakan untuk kebun sayur di kawasan perkotaan.

Dia juga mengamati perubahan terhadap sampah di lautan. Pada masa silam, sampah tersebut berasal dari Taiwan sendiri, kemudian muncul sampah dari pesisir Daratan Tiongkok tersapu ke perairan Taiwan. Dengan berlatar belakang pendidikan teknik, ia senantiasa menekankan landasan ilmiah dalam setiap langkah, Hoch Ho pun menekankan pentingnya pemecahan masalah yang ada. Sampah tetaplah sampah. “Barang yang merusak bumi seharusnya diubah menjadi sesuatu yang dapat mencintai bumi”.

Hoch Ho berpikir, dengan mengubah sampah menjadi benda praktis barulah dapat terwujud prinsip keberlanjutan. Bola berukuran besar atau kecil yang sering ditemukan terapung di pinggir pantai, diolah sedikit oleh Hoch Ho, kemudian dijadikan sebagai hiasan lampu atau speaker menawan dengan memanfaatkan bentuk aslinya yang menyerupai bola. Hal tersebut bahkan menarik beberapa pihak datang ke galeri seninya untuk membahas negosiasi kerja sama dan proyek penjualan.

Sampah styrofoam berukuran besar juga mendatangkan inspirasi tersendiri. Hoch Ho mendesain ulang kotak styrofoam yang dibuang menjadi kotak sayuran, lapisan bawah untuk menyimpan air dan lapisan atas untuk menanam sayuran, serta ditumpuk secara berurutan, kemudian dihubungkan dengan tali nilon. Tali nilon tersebut berfungsi sebagai media pengaturan penyimpanan air, yang sesuai dengan fenomena kapiler. Dengan demikian dapat menyerupai proses pengairan di alam terbuka, yaitu dengan bergantung pada “air alam” tanpa perlu menerima penyiraman tambahan.

 

Aplikasi Praktis dari Buku Pelajaran, Membangun Rumah Alam

Mengingat penggunaan waktu untuk berladang di sawah sangat panjang,  membuat Hoch Ho tergerak niat membangun sebuah rumah pondok petani. “Apa gunanya bersekolah?” Yang tidak bisa dijawab oleh pendidikan formal, biarlah rumah pondok ini menjawab dengan jelas.

Hoch Ho pun memutuskan membuat bangunan berstruktur pelengkung, yang merupakan garis fungsi kuadrat, seperti yang diajarkan dalam matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Gaya arsitektur konvensional ini, bagaikan rumah igloo bangsa Eskimo yang memiliki daya tahan terhadap angin taifun berkekuatan 17 dan gempa bumi bermagnitudo 8.

Hari di mana wawancara berlangsung, suhu di luar ruangan sangat tinggi yaitu sekitar 40℃, sehingga kami pun tidak sabar untuk segera masuk ke dalam ruangan untuk berteduh.

Rahasia dari rumah hemat energi ini dapat dijelaskan secara gamblang oleh fisika sederhana tingkat SMP. Hoch Ho mengatakan, pertama adalah bahan bangunan yang tidak menggunakan beton bertulang, melainkan tanah berpasir daur ulang yang memiliki daya tahan mumpuni terhadap hawa panas. Berikutnya adalah menempatkan banyak lubang ventilasi di area tinggi dan rendah, sehingga angin yang berembus di atas rerumputan di luar rumah akan menurun suhunya, dan ketika mengalir ke dalam ruangan, maka udara panas akan naik dan keluar melalui bagian atas. Pada saat yang sama, jendela yang mengarah ke barat daya bisa menyongsong tiupan angin barat daya di musim panas dan menghalangi udara dingin yang dibawa oleh angin monsun timur laut.

Dari segi konstruksi, ia memilih bentuk melengkung dengan menggunakan lapisan yang bertumpuk. Dindingnya dicat dengan cat nano berpori yang berbasis air, sehingga kelembapan serta hawa panas dapat masuk dan keluar secara bebas. Di bagian akhir, Hoch Ho mengecat lapisan luar dengan menggunakan cat fotokatalis, yang dapat menguraikan minyak dan kotoran hewan. Meski telah berusia 12 tahun, tetapi bangunan tersebut masih tampak seperti baru.

 

Matematika, Fisika dan Kimia hingga Pendidikan Kehidupan

Hari-hari pembersihan pantai di sepanjang pesisir, telah membantu penyembuhan serta pembentukan kembali fisik dan mental dari seorang Hoch Ho. Meski pembersihan pantai setiap harinya terlihat seperti mesin, tetapi melalui kegiatan inilah seluruh hal dapat diikhlaskan, serta terobosan muncul di tengah hati yang kaku, melahirkan kreativitas dan ide yang segar.

“Jika saya hanya peduli terhadap diri sendiri, maka saya 100% sama saja dengan dunia ini. Namun, ketika saya melakukan hal-hal yang tidak hanya baik untuk diri sendiri, meski saya tidak gembira, tetapi hal itu hanya 1% saja. Jika orang yang saya sayangi merasa bahagia, maka saya akan turut bahagia demi mereka,” demikian ungkapnya.

Dugu House sekarang sudah tidak hanya berfungsi sebagai rumah pondok tempat alat pertanian, tetapi juga menjadi tempat Hoch Ho mewujudkan impian yakni mempromosikan konsep “perlindungan lingkungan, bangunan hijau dan pertanian terkini”. Enam tahun lalu, Hoch Ho berhasil membujuk keluarganya menjual perusahaan mereka dan mengabdikan diri sepenuhnya dalam aspirasi kehidupan saat ini.

Meskipun telah meninggalkan posisi garda terdepan di sektor pendidikan, tetapi sebagai seorang guru, kepedulian Hoch Ho terhadap para siswa tidak pernah padam. Terutama saat dirinya mengamati orientasi utilitarianisme sosial masyarakat sekarang ini. Meskipun diberkahi dengan material yang berlimpah, tetapi kondisi mental masyarakat malah kian terpuruk. Oleh karena itu, ia menggunakan karyanya saat ini untuk mengajar para siswa tentang apa yang tidak bisa diajarkan oleh para guru, bukan perihal materi bahasa Mandarin, bahasa Inggris, matematika, fisika atau kimia, melainkan setiap hal yang berkaitan dengan edukasi lingkungan dan filosofi kehidupan.

Setelah meninggalkan ruang kelas dan turun dari podium, Hoch Ho kian terlihat seperti apa yang pernah disebut oleh orang tua terdahulu, “Guru, adalah seorang pendidik pengetahuan dan pembina kepribadian, juga seorang pengajar profesional serta mentor untuk memecahkan permasalahan.”

 

Pendidikan Alternatif di Luar Kelas

Pada suatu sore, kami pun mengikuti Hoch Ho mendatangi Sekolah Dasar Bo Ai berlokasi di sebelah Gedung Taipei 101 yang ramai. Ia cukup sibuk di saat liburan musim panas ini, memanfaatkan hari libur anak sekolah untuk melakukan proyek kecil di 3 sekolah.

Ketika naik ke lantai tiga, kami melihat barisan tanaman hijau. Teras yang menghubungkan kedua bangunan ini, awalnya adalah ruang terbuka yang terpapar langsung oleh sinar matahari. Namun kini telah direnovasi menjadi sky garden yang indah di bawah perencanaannya.

Salah satu sisi ditutupi dengan lapisan rumput, rimbunnya hijau melambangkan Gunung Gajah yang berada tidak jauh. Sedangkan di sisi lain berbaris tiga kotak sayuran dengan bentuk melingkar. Kotak kayu yang diletakkan di ketinggian berbeda melambangkan bangunan bertingkat yang berada di sekitar. Tanaman herbal yang berada di dalamnya, akan tumbuh bergiliran sesuai dengan musimnya. Tentu saja, ini semua mengikuti desain dari kotak sayuran, dengan hanya mengandalkan hujan, dan tanpa perlu disiram manual.

Sekolah Dasar Heping yang terletak di pinggiran Kota Taipei – Shiding, dibangun dengan bersandar pada gunung. Dengan serangkaian wacana baru, Hoch Ho mengembangkan pembangunan sumber daya air untuk sekolah terkait. Mata air pegunungan yang alami dan limbah bekas cuci tangan para siswa, dialirkan ke kolam ekologi untuk dimurnikan menjadi sumber air bersih, dengan melewati proses aerasi dan penyaringan oleh tanaman air. Selain untuk bermain, air tersebut akan mengairi terasering yang berada di sisi lainnya.

Ia menyertakan semua hal ke dalam detail dari desainnya, meliputi perlindungan lingkungan, pangan hasil pertanian dan aplikasi ilmiah. Hoch Ho mengatakan, “Dengan ini, Anda dapat menyalurkan ide kepada anak-anak, tanpa harus menggunakan rasional.”

Di masa pensiunnya, Hoch Ho tetap terus berkarya. Sekolah adalah titik utama bagi Hoch Ho untuk mempromosikan ide-idenya. Meski harus berpindah-pindah dan merasa kelelahan, tetapi setiap interaksi dengan para siswa akan membuat bersemangat kembali. Saat ini, Hoch Ho telah menemukan titik kebahagiaan yang diidam-idamkannya.