Salah satu sudut di Rumah Buku Cerita Vietnam (Foto: Jimmy Lin)
Selama 5 tahun lebih, Rumah Buku Cerita Vietnam (Vietnam Storybook House) yang berlokasi di Hualien mengelar kelas belajar Bahasa Vietnam gratis setiap hari Sabtu, para guru membacakan buku cerita bergambar, bermain, membuat makanan Vietnam bersama anak-anak.
Ide untuk membangun rumah buku cerita dicetuskan oleh seorang penduduk migran asal Vietnam, Dao Thi Que, sebagai balas budi dan tanda terima kasih atas pendidikan yang diterimanya selama sembilan tahun di Taiwan
Pada suatu sore di akhir pekan pertama bulan Maret, kehangatan dan tiupan angin sepoi-sepoi musim semi, mengibarkan Bendera Vietnam di atas panggung Liberty Square Kota Hualien.
Kaum perempuan berkostum Ao Ba Ba (kemeja lengan panjang, sempit pada bagian pinggang), semuanya bermain permainan menangkap babi dengan mata tertutup, menimpuk kaleng dengan sandal, suara tawa bercampur di tengah suara hiruk pikuk keramaian; Anak-anak bermain tarik tambang atau bermain lompat karung, sorakan memberikan semangat diwarnai dengan sedikit perasaan tegang, ini adalah suasana di Rumah Buku Cerita Vietnam yang memanfaatkan waktu sehari sebelum perayaan Hari Perempuan Internasional 8 Maret untuk menyelenggarakan kegiatan Festival Anak-Anak Vietnam.
Rumah Buku Cerita Vietnam menggelar kelas belajar Bahasa Vietnam gratis setiap hari Sabtu malam, dinding kelas digantung foto Bapak Kemerdekaan Vietnam, Ho Chi Minh dan 6 kata Bahasa Vietnam “Tiên học lễ, hậu học văn” (bermakna seseorang harus terlebih dulu belajar menjadi orang sebelum ia dapat mempelajari ilmu). Yang bertanggung jawab menjadi guru adalah Huynh Quoc Tuan dan Huynh Le Anh Huy, keduanya adalah mahasiswa S3 Studi Regional Asia-Pasifik Universitas Nasional Dong Hwa, yang mengajarkan dengan menggunakan Bahasa Vietnam dan Inggris.
Mengarungi Lautan Menikah Dengan Orang Asing
Dao Thi Que sang pendiri Rumah Buku Cerita, menikah dengan keluarga yang menjalankan sebuah hostel di dekat stasiun kereta api Hualien. Sekitar sepuluh tahun lalu hostel ini penuh setiap hari. Ibu mertua, Su Yu-gui adalah pensiunan kerja di kantor polisi menderita frozen shoulder (adhesive capsulitis) sehingga sulit untuk membersihkan kamar, sehingga ia berharap putranya dapat segera mempersunting seorang istri. Putranya Liu Zhi-zhong yang pendiam sebenarnya tidak berpikiran untuk menikah, tetapi perhatian kepada ibunya, sehingga bersedia dikenalkan dan dijodohkan, kemudian memboyong Dao Thi Que ke rumahnya.
Dao Thi Que yang baru genap berusia 20 tahun dan tidak bisa Bahasa Mandarin sepatah kata pun saat menikah dan datang ke Taiwan. Dalam ingatannya seperti belum lama terjadi, “Saya tiba di Taiwan pada tanggal 9 September, dua hari kemudian yaitu tanggal 11 September, ibu mertuanya langsung mengajak saya ke kelas belajar Bahasa Mandarin di SD Ming Yi Hualien.” Di sana Dao bertemu dengan banyak mereka yang sekampung halaman, “Mereka semua sangat memperhatikan saya, guru juga dengan sepenuh hati mengajarkan saya, memberikan perasaan hangat dan tenteram, sehingga tidak terlalu merindukan kampung halaman.”
Menikah ke Taiwan, menjadi pemilik hostel tetapi sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan dan dibutuhkan oleh pelanggan, hanya merasa pelanggan sedang berbicara. Dao Thi Que yang sangat kebingungan memaksakan diri untuk menghafal 40 – 50 kata setiap harinya. Setelah selang 3 bulan kemudian, Dao Thi Que sudah dapat mengerti dan berkomunikasi dengan Bahasa Mandarin dengan pelanggannya.
Ayah dan ibu mertua melihatnya dapat beradaptasi dengan baik, menyarankan untuk menjadi sukarelawan telepon di Pusat Pelayanan Keluarga Imigran Baru di YWCA (Young Womens’s Christian Association), memberikan layanan konsultasi seperti beradaptasi dalam kehidupan di Taiwan dan ujian surat izin mengemudi.
Setiap kali menerima kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Dao Thi Que tidak dapat menahan perasaan untuk berterima kasih dan bersyukur, dengan nada bicara penuh kebahagiaan dan puas mengatakan, “Ayah dan ibu mertua saya tidak menganggap saya sebagai menantu, melainkan sebagai anaknya sendiri.”
“Ayah mertua saya mengatakan, belajar Bahasa Mandarin di sekolah adalah pendidikan sekolah, menjadi sukarelawan adalah pendidikan sosial, masih ada pendidikan keluarga.” Dao Thi Que mengatakan bahwa ayah dan ibu mertua sangat menghormati tradisinya, oleh karena itu setiap kali sebelum makan, mereka yang junior harus terlebih dulu mengatakan “Kakek dan nenek, mari makan.” baru mulai makan. Dalam pendidikan keluarganya memadukan budaya etiket dari Vietnam.
Buku cerita bergambar di Rumah Buku Cerita Vietnam meminjamkan buku-bukunya dengan menggunakan konsep pertukaran buku (bookcrossing). (Foto: Jimmy Lin)
Terbang Ribuan Mil untuk Bertaruh
Mengenal suaminya dalam waktu 2 jam saja, kemudian langsung memutuskan untuk menikah, Dao Thi Que tidak dapat menahan diri untuk berbicara lebih keras saat mengatakan, “Suami saya merasa ini adalah jodoh, tetapi bagi saya, ini adalah pertaruhan hidup.” Karena kehidupan keluarga Dao Thi Que yang sangat susah, ayah mertuanya pernah mendeskripsikan keadaan keluarganya di Vietnam seperti keadaan Taiwan 40 tahun yang silam, dengan rumah gubuk jerami, toilet adalah lubang jamban, semua berjongkok di lantai saat makan, Dao Thi Que bertaruh dengan harapan jika menikah dengan suami dan keluarga yang baik berarti ia dapat memperbaiki kehidupan keluarganya.
“Pada hari kedua saya di Taiwan, saya belajar bagaimana merapikan ranjang dari 7 jenis kamar yang berbeda, mengisi dan melengkapi peralatan.” Dao Thi Que bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan untuk tamu, suaminya bertugas membersihkan kamar mandi, dan menyiapkan makanan untuk seluruh keluarga saat waktu makan tiba. Ayah dan ibu mertua melihatnya bekerja sepenuh hati untuk keluarga Liu, sehingga memberinya uang saku setiap bulan, mengizinkannya mengirim semua uangnya ke Vietnam. Setelah sepuluh tahun berlalu, ketika ia dan suami telah melunasi kredit hostel Hualien, ayah dan ibu mertua memberikan lagi sejumlah uang untuk membangun rumah orang tuanya di Vietnam. Berkat upaya kerja kerasnya ini juga dapat memperbaiki kehidupan keluarga di kampung halamannya.
Pendirian Rumah Buku Cerita Vietnam
Dao Thi Que yang hanya lulusan SMP di Vietnam, setelah di Taiwan ia belajar mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah kejuruan manajemen bisnis di National Hualien Commercial High School. “Saya belajar di sekolah malam selama sembilan tahun, tidak perlu membayar uang sekolah dan biaya lainnya untuk sekolah tambahan, bahkan karena menduduki 3 besar dan mendapat bea siswa.” Demikian tutur Dao Thi Que dengan bangga.
Taiwan juga memiliki mekanisme bantuan pinjaman kredit sekolah dan lainnya, sehingga pendidikan tidak menjadi beban yang sangat berat bagi orang tua. Dao Thi Que mengatakan, “Saya menerima bantuan yang begitu banyak dari masyarakat, saya ingin melakukan sesuatu sebagai balasannya, tetapi saya hanya mahir dalam berbahasa Vietnam.” Pada tahun 2018, Dao Thi Que mendaftarkan diri untuk Program Akselerator Kekuatan Baru Kewirausahaan Perempuan dan menerima subsidi sebesar NT$150.000, dengan menerbangkan 1.000 lebih buku cerita bergambar dari Vietnam dengan berat 100 kg lebih ke Taiwan, terdiri dari buku pelajaran sekolah dasar, sawo duren, tujuh kurcaci dan buku bergambar yang dituliskan dalam Bahasa Vietnam, dari sinilah dimulainya “Rumah Buku Cerita Vietnam”.
Bercita-cita adalah baik, tetapi Rumah Buku tentu harus memiliki buku, sementara para perempuan Vietnam lainnya disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, dan pekerjaan lainnya sehingga tidak memiliki waktu untuk membacakan buku cerita untuk didengarkan anaknya, sang anak juga tidak bisa membaca Bahasa Vietnam, sehingga timbul gagasan Dao Thi Que untuk memberikan kelas pelajaran Bahasa Vietnam gratis.
Saat ini kelas Bahasa Vietnam digelar setiap hari Sabtu, untuk 1 jam pertama kelas diisi dengan belajar kosa kata dan menulis, pada jam kedua diisi dengan pelajaran bercerita yang dipadukan dengan permainan, tarian, membuat kudapan. Ada anak yang telah mengikuti kelas belajar ini selama 2 tahun berturut-turut tanpa terputus, interaksi dan pembelajaran di kelas menjadi sebuah ajang yang menghadirkan ragam budaya.
Rumah Buku Cerita Vietnam juga pernah menggelar kelas belajar Bahasa Vietnam online gratis, 30 orang lebih dari pengusaha, mereka yang mempekerjakan pekerja migran di rumahnya, mahasiswa yang tertarik dengan budaya Vietnam dan lainnya mendaftarkan diri untuk kelas yang di seluruh Taiwan mendaftarkan diri di kelas diajarkan oleh Nguyễn Thị Kim Hoàng.
Mahasiswa S3 Universitas Nasional Dong Hwa, Huynh Quoc Tuan merasa, saat mengajar Bahasa Vietnam dapat melihat para keturunan imigran baru yang antusias untuk mempelajari bahasa ibunya, memahami budaya kampung halaman ibunya sendiri, dan dapat lebih lanjut membangun identitas diri.
Sebarluaskan Budaya Vietnam
Sejak tahun 2020, hampir setiap bulan Rumah Buku Cerita Vietnam mengelar kegiatan dengan tema utama budaya Vietnam di alun-alun atau taman komunitas setempat, kegiatan yang terbuka untuk orang luar, biasanya diselenggarakan pada akhir pekan agar para pekerja migran yang libur dapat turut berpartisipasi, melepaskan raga rindu akan kampung halaman.
Setiap Festival Musim Semi (Tahun Baru Imlek), Rumah Buku Cerita menggunakan pohon plum kuning untuk dekorasi, kakak beradik memakai busana tradisional berwarna merah yang menandakan kebahagiaan. Mereka yang berasal dari Vietnam Utara membuat bakcang asing yang terbuat dari beras ketan Vietnam, pisang ketan manis; mereka yang dari Vietnam Selatan mempersiapkan semangka, sementara yang lainnya menyediakan leci, mangga dan lainnya sebanyak 5 piring yang terdiri dari 5 jenis buah, terdapat perbedaan tradisi antara Vietnam Utara dan Selatan, tetapi semuanya bermakna agar memiliki makanan dan pakaian yang berkecukupan.
Menggelar kegiatan Festival Pertengahan Musim Gugur yang sebenarnya adalah Festival Anak-Anak Vietnam selama 5 tahun berturut-turut, para relawan Rumah Buku Cerita menggunakan botol plastik untuk membuat lentera, mengajak anak-anak berkeliling di jalan-jalan kecil untuk mengambil permen dan memakan pamelo. Setiap kali kegiatan Festival Anak-anak, para kaum perempuan yang mengekspresikan subjektif budaya, bersamaan dengan itu juga mencapai target pewarisan budaya.
Bagi Dao Thi Que, petualangan selama 16 tahun pertama kehidupannya menjadikan Taiwan sebagai rumahnya, juga sangat mengagumi keamanan, kemajuan medis Taiwan; Melalui partisipasi dalam urusan publik, ia akan membantu para kaum perempuan sekampung halaman dan keturunannya dengan kebaikan dan kebahagiaan yang dia dapatkan.
Anggota Legislator Kabupaten Hualien Yang Hua-mei beranggapan, para kaum Perempuan di Rumah Buku Cerita Vietnam menggunakan cara kelas bahasa, kegiatan festival dan cara lainnya menunjukkan kesubjektifan, dialog dengan Masyarakat Taiwan dan melalui pengalaman lintas batas dalam kehidupan mereka untuk menambahkan keragaman gaya hidup dan budaya di Taiwan.
MORE