Kembali ke konten utama
Gaya Hidup Nol Sampah Menikmati Kebahagiaan dalam Kesederhanaan
2021-12-20

Gaya Hidup Nol Sampah

 

Tidak banyak perbedaan antara tempat tinggal pakar nol sampah dengan rumah orang biasa, tapi ruangan rumah kelihatan lebih nyaman dan rapi, bercitra kehidupan yang indah dalam konsep hidup yang penuh percaya diri.

 

Pagi-pagi sekali pada suatu hari Jumat, kami berkunjung ke Hotel Kucing yang dikelola oleh Lü Chia-ling dan Hsiao Chun-yen. Untuk keperluan mandi, mereka menggunakan sikat gigi elektrik dengan pasta bubuk soda, untuk ke toilet, mereka memakai alat siram air dengan handuk kain kasa. Menu makan pagi adalah yoghurt buatan sendiri dan teh hitam seduhan mereka juga. Lalu barang-barang belanjaan, semua kemasannya “dilepas” dan dimasukkan ke dalam wadah yang disiapkan sendiri. Untuk menu makan siang, terbuat dari bahan-bahan makanan ramah lingkungan.

Hotel Kucing mulai beroperasi, terlihat bahan-bahan makanan kucing dijual tanpa kemasan, tempat pasir kucing menggunakan wadah yang bisa diisi ulang. Menjelang sore, mereka membawa botol-botol gelas ke lahan peternakan untuk mengisi susu segar, yang akan diambil oleh para warganet usai pulang kerja. Kemudian, suami istri ini memasak bersama, menikmati nuansa makan malam mereka. Dan terakhir, mereka mandi dengan sabun cair aroma lemon buatan sendiri, untuk menghilangkan penat. Dalam sehari penuh, mereka sama sekali tidak menghasilkan sampah apa pun!

Petualang Melatih Keberanian

Sebelum bergaya hidup nol sampah, Lü Chia-ling bisa dikatakan adalah ratu belanja, sebelum berangkat ke luar negeri ia sudah memesan dulu barang belanjaannya untuk dikirim ke hotel, jadwal wisatanya penuh dengan acara belanja, sampai-sampai koper tidak muat, dan harus membeli koper baru.

Sosok suka belanja seperti ini bisa mengalami perubahan 180 derajat setelah menganut gaya hidup nol sampah. Pada akhir 2016, ketika Lü Chia-ling sedang makan pagi, ia melihat status facebook temannya yang menyediakan wadah sendiri saat membeli sarapan, sangat kontras dengan keadaannya di mana sebuah meja penuh dengan wadah sekali pakai, hal ini membuatnya terpukul dan tersadar untuk menelusuri ke mana perginya sampah-sampah ini? Sehingga Lü Chia-ling pergi ke pulau Penghu membersihkan pantai, ia menyaksikan sendiri sampah tak terhingga memenuhi pantai yang tidak habis dipunguti, hal ini membuat tekadnya semakin bulat untuk menjalankan gaya hidup nol sampah.

Pada awalnya, suami istri sering konflik, solusi untuk mengatasi rasa malu sang suami membawa wadah sendiri, Lü Chia-ling yang pergi membeli. Ketika menyertai ayah bunda ke pasar, ia juga menyiapkan wadah untuk mereka, membantu memasukkan barang ke wadah, “Sebab yang ingin mengurangi sampah adalah diri saya sendiri, maka tidak boleh meminta orang lain melakukannya.”

Hsiao Chun-yen mendapatkan pujian dan bonus lauk dari penjual ayam goreng hanya karena ia membawa panci sendiri, adanya kejutan indah seperti ini membuat Hsiao Chun-yen semakin bersemangat. Untuk kucing tercinta yang mereka pelihara, Lü Chia-ling menyediakan makanan daging mentah kualitas prima, selain mengurangi sampah kemasan makanan kucing, juga membuat kucingnya menikmati makanan sehat. Kotoran kucing dicampurkan ke serbuk kayu yang bisa melebur dengan alam, semuanya dikumpulkan dan dijadikan pupuk kompos bersama limbah dapur, suatu tindakan untuk mengembalikan semua yang alami ke bumi, guna mencegah terjadinya pembakaran sampah (insinerasi). Lü Chia-ling pernah menghitung berat sampah yang diciptakan di rumah, dua orang ditambah tujuh ekor kucing, dalam sebulan sampah yang mereka hasilkan hanya seberat 104 gram, lebih ringan dari sebungkus kertas tisu.

Sendirian Berjalan Bisa Cepat, Sekelompok Orang Berjalan Bisa Lebih Jauh.

Gaya hidup nol sampah membuat Lü Chia-ling menata kembali kebiasaannya yang suka ke pasar tradisional, berbelanja ke toko kelontong, karena di sana ia bisa membeli produk pertanian tanpa kemasan, juga bisa mengurangi jumlah emisi karbon transportasi. Salah satu toko yang mendapatkan pengaruh dari Lü Chia-ling adalah kios penjual buah-buahan dan sayuran hasil pertanian alami, penjualnya sekarang tidak menyediakan kantong plastik, walaupun kadang mendapatkan keluhan dari pembeli, tapi disambut baik oleh pelanggan yang bisa menerima konsep nol sampah.

Untuk mempromosikan gaya hidup peduli lingkungan nol sampah, Lü Chia-ling membuat grup online bernama “Zero waste Life Group” (Grup Kehidupan Nol Sampah), sebenarnya nol sampah tidak berarti memusuhi plastik, tapi mengutamakan pemakaian ulang. Lü Chia-ling beranggapan “Barang yang bisa terpakai adalah sumber daya, dan semahal apa pun barang yang tidak terpakai itu tetap sampah.” Maka ia mendorong anggota grup onlinenya untuk saling menyalurkan barang yang tak terpakai untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan melalui internet.

Lü Chia-ling tidak saja membuat sendiri, ia juga menulis buku berjudul “Kehidupan Nyaman Nol Sampah”, yang mencatat proses kehidupannya sendiri yang tanpa sampah, dan bagaimana ia menemukan jati dirinya kembali. Sambil tertawa Lü Chia-ling menuturkan, bahwa dulu yang ia pikirkan adalah bagaimana mendapatkan uang yang lebih banyak, tetapi setelah bergaya hidup nol sampah, kepada pembeli yang masuk ke tokonya, ia malah membimbing mereka, untuk membedakan membeli karena butuh atau hanya karena ingin membeli saja. Memang pendapatannya tidak sebanyak masa lalu, tapi kehidupan nol sampah membuat pengeluaran yang tidak perlu menurun banyak, ia mempunyai lebih banyak waktu untuk belajar hal-hal yang disukai, membuat kehidupannya menjadi lebih berarti.

Menjadi Sosok Idaman

Di sebuah rumah studio seluas 27 meter persegi, ketika kita berdiri di depan pintu, sudah terlihat semua, koridor pintu depan, dapur, ruang tamu, dan tempat tidur. Rumah yang tidak ada penyekatnya ini terlihat rapi, terang, tanaman terpelihara dengan bagus, di dinding terpajang foto-foto kehidupan sehari-hari, inilah rumah nol sampah kreasi suami istri yang sama-sama dokter bernama Shang Chieh dan Yang Han-hsuan.

Shang Chieh sebelum bergaya hidup nol sampah adalah seorang dokter internship, kesibukan menangani pasien, pelajaran ilmu kedokteran dan jurnal yang tidak habis dipelajari, tidak bisa mengisi kekosongan hatinya. Sampai akhirnya ia menemukan buku karya Bea Johnson yang berjudul Zero Waste Home di internet. Di buku itu ia mengetahui makna yang terkandung dalam gaya hidup nol sampah, yaitu membuang sifat melekat kepada material di masa lalu, ditransformasikan ke dalam praktik hidup. “Kebahagiaan yang didapatkan lebih bertahan lama daripada mengejar kepuasan materi di masa lalu” begitu tuntas Shang Chieh. Semula ia mengira kehidupan nol sampah hanya suatu kepedulian terhadap lingkungan, di luar dugaan, malah membuat dirinya menjadi orang yang lebih bahagia dan lebih baik dari masa lalu.

Shang Chieh seperti terbuka pemikirannya, ia berinisiatif menghubungi penulis buku untuk menanyakan hak penerbitan, selain itu ia juga merekomendasikan dirinya sendiri kepada pelbagai badan penerbit, dan akhirnya perempuan yang tanpa pengalaman penerjemahan ini, berhasil menerjemahkan buku “Zero Waste Home” ke dalam bahasa Mandarin, dengan demikian dimulailah perjalanannya menjajaki kehidupan nol sampah. 

Sambil menerjemahkan, Shang Chieh mencoba kehidupan nol sampah seperti dalam buku. Dimulai dari menyediakan wadah sendiri, membawa tas belanja sendiri, sampai ke pembalut wanita yang bisa dipakai ulang, ia perlahan-lahan mengubah kebiasaan lamanya. “Kami memulainya dengan memilih beberapa hal yang bisa dilaksanakan sekarang, seperti saya memang peminum kopi, yang berubah hanya sekarang saya membawa gelas ramah lingkungan, sekaligus mengurangi sampah.” Yang Han-hsuan mengakui gaya hidup peduli lingkungan tidak bisa memaksakan semuanya harus tercakup, yang malah akan menjadi tekanan.
 

Bergaya hidup nol sampah membuat Shang Chieh dan Yang Han-hsuan bisa mendengarkan suara hatinya, tidak mengejar kehidupan materialistis, tapi bersama-sama menjalankan kehidupan yang mereka inginkan.

Bergaya hidup nol sampah membuat Shang Chieh dan Yang Han-hsuan bisa mendengarkan suara hatinya, tidak mengejar kehidupan materialistis, tapi bersama-sama menjalankan kehidupan yang mereka inginkan.
 

Semua Kembali pada Kebutuhan

Sejak memulai gaya hidup nol sampah pada 2016, Shang Chieh dan Yang Han-hsuan mengalami banyak perubahan drastis seperti menikah, pindah rumah, anggota keluarga meninggal dunia, mengandung dan melahirkan serta merawat anak dan lain sebagainya. Sasaran tantangan mereka berdua tidak pernah berubah yaitu tidak menciptakan sampah. Misalnya dalam upacara pernikahan mereka, Shang Chieh selama pesta hanya mengenakan satu pakaian pengantin putih hingga akhir acara, sedangkan Yang Han-hsuan memakai jas lama yang dimodifikasi dengan biaya NT$250. Para tamu diminta membawa wadah sendiri, makanan yang tidak habis, bisa dibawa pulang. Begitu juga dengan suvenir, berupa kantung jala dari tali rami buatan sendiri untuk mengisi buah-buahan lokal. Mereka berdua memeras otak agar dapat menyelenggarakan upacara perkawinan yang nol sampah.

Sebenarnya mereka berdua tidak mengharuskan diri untuk tidak menciptakan sampah, melainkan mereka ingin kembali pada makna kebutuhan itu sendiri, mencari cara tepat agar bisa mengurangi sampah. Sebagai contoh, mereka memilih melahirkan di rumah, memakai sejumlah besar handuk untuk mengurangi pemakaian pembalut nifas. Mempertimbangkan secara saksama kapasitas barang kebutuhan bayi, mereka memilih barang yang bisa dipakai kembali, dan memprioritaskan untuk membeli barang bekas, atau membuat sendiri, agar dapat menghemat lebih banyak sumber daya dari bumi ini.

Bahagia Itu Mudah

Suami istri ini, satu dokter medis barat dan satunya lagi dokter pengobatan tradisional Tionghoa, mereka tidak tinggal di gedung perumahan mewah, melainkan menyewa sebuah rumah studio yang luas ruangan sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan transportasi. Untuk mencari lemari baju yang cocok, mereka melakukan evaluasi dengan kepala dingin, menghabiskan waktu dua bulan mencari yang sesuai, akhirnya mereka memadankan rak dan tongkat gantungan baju menjadi lemari pakaian terbuka yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Ranting pohon yang dipungut di pinggir jalan, setelah dibenahi, telah menjadi dekorasi indah di ruang tamu. Sedikit demi sedikit mereka membangun rumah yang nyaman, sembari menikmati prosesnya dengan penuh kebahagiaan.

Shang Chieh yang praktik di klinik kedokteran Tionghoa, membuat jadwal praktik yang tidak padat, agar dirinya mempunyai waktu untuk menulis, tahun ini ia telah menerbitkan buku berjudul Dwelling in a Waste-Free Apartment yaitu Kehidupan di Rumah Nol Sampah, ia menceritakan bagaimana mereka meniti jalan kehidupan yang tanpa sampah. Benda-benda yang ideal untuk gaya hidup nol sampah adalah sapu tangan, peralatan makan yang bisa dipakai terus, gelas air, wadah dan tas belanja, semua disarankan Shang Chieh kepada pembaca, sebagai lima benda untuk memulai kegiatan dalam satu hari. Jika belum punya, jangan tergesa membelinya, tanyakan dulu kepada saudara dan sahabat, kemungkinan akan mendapat kejutan yang indah.

“Gaya hidup nol sampah bisa dimulai kapan saja, bisa dimulai dari hal yang kecil secara bertahap, setelah terbiasa, Anda akan semakin yakin dan bersemangat.” Begitu kata Shang Chieh. Kehidupan nol sampah belum tentu harus mengemban misi peduli lingkungan, cukup sebagai sebuah pola hidup sederhana yang menyenangkan, demi diri sendiri yang lebih baik.