Kembali ke konten utama
Membawa Taiwan Berpijak di Atas Ring Olimpiade Petinju Huang Hsiao-wen Raih Medali Perunggu
2021-12-27

Huang Hsiao-wen sepenuhnya berdedikasi untuk bertarung kembali di Olimpiade Paris 2024.

Huang Hsiao-wen sepenuhnya berdedikasi untuk bertarung kembali di Olimpiade Paris 2024.
 

“Di awal pertandingan Huang Hsiao-wen memanfaatkan keunggulan dari tinggi badannya, kerap kali menggunakan lengan tangannya yang lebih panjang untuk mengendalikan jarak dengan lawan, serangan pancingan dari tangan depan selalu didukung tangan belakang yang siap menyerang sewaktu-waktu.”

“Setelah Huang Hsiao-wen mengeluarkan jurus pukulan straight dan jab yang memancing lawannya, kemudian dilanjutkan dengan serangan, empat dari lima juri memberi dia 10 poin pada ronde pertama.”

 

“Meresapi apa yang disampaikan oleh pelatihnya, Huang Hsiao-wen mampu bertahan hingga ronde ke tiga, mencetak poin 5:0, berhasil masuk ke pertandingan babak semi final.” Suara komentator yang berkobar-kobar melaporkan secara langsung situasi pertandingan cabang olah raga tinju Olimpiade Tokyo 2020 (Selanjutnya disebut Olimpiade Tokyo). Perolehan medali pada awal pertandingan Olimpiade Tokyo, dipastikan atlet Huang Hsiao-wen memetik medali perunggu dan kemenangan ini menoreh lembaran baru dalam sejarah cabang olah raga tinju Taiwan.

Beberapa tahun terakhir ini, cabang olah raga tinju wanita Taiwan berkali-kali berhasil meraih medali dalam pertandingan internasional. Olimpiade Tokyo kali ini mempertandingkan 5 kategori kelas cabang olah raga tinju wanita, sementara Taiwan berkualifikasi masuk 4 kategori kelas. Huang Hsiao-wen mengatakan, “Sebelumnya Taiwan tidak termasuk sebagai negara kuat perebut medali untuk cabang tinju di Asia, akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini, berkat upaya keras dari petinju wanita senior seperti Lin Yu-ting, Chen Nien-chin dan lainya. Saat ini ketika menyebut negara-negara kuat petinju wanita di antaranya adalah Daratan Tiongkok, Kazakhstan, India dan Taiwan.” Pencapaian prestasi ini adalah perjuangan keras dengan kucuran keringat dan air mata di atas ring.

 

Latihan Keras Persiapan Olimpiade Tokyo

Sebelum bertanding di Olimpiade Tokyo, Huang Hsiao-wen telah menyandang peringkat pertama untuk petinju wanita Asosiasi Tinju Internasional (Internasional Boxing Association) kelas 54 kilogram, tetapi pertandingan Olimpiade Tokyo cabang olah raga tinju kali ini tidak ada kelas 54 kg, sehingga Huang Hsiao-wen mengubah haluan dan ikut dalam pertandingan tinju kelas 51 kilogram, untuk itu dia berusaha keras mengontrol berat badannya.  Huang Hsiao-wen yang berperawakan tinggi badan 177 cm mengatakan, “Ini benar-benar membuat saya menderita”.

“Biasanya dua minggu sebelum pertandingan baru mulai menurunkan berat badan, dengan demikian tidak perlu merasa kelelahan dan kelaparan dalam waktu lama, yang dapat mengakibatkan kondisi badan menjadi buruk sekali, saat bertanding juga tidak mampu tampil dengan prima.” Karena itu, mulai Desember 2020, ia mengikuti program bimbingan dari tim pelatihan olah raga dan ahli nutrisi dari National Sports Training Center (NSTC), secara perlahan dalam waktu satu bulan berat badan turun satu kilogram, membuat tubuhnya tetap bugar dalam menjalani latihan berat dan kuat bertarung.

Mengontrol berat badan menjadi standar pertama yang wajib dilalui. Tiga hingga empat minggu sebelum pertandingan merupakan periode pelatihan terberat. Dalam kurun waktu satu bulan ini, pelatih Liu Tsung-tai berkonsentrasi memberikan latihan yang paling intensif, pagi hari menjalani pelatihan fisik dasar, sore hari menjalani sparring (latih tanding). Pertandingan resmi hanya tiga ronde, setiap putaran berdurasi tiga menit, akan tetapi pelatih Liu Tsung-tai beranggapan kapasitas latihan yang diberikan semestinya melampaui berkali lipat dari tiga ronde, dengan demikian baru mampu bertanding. Karena itu beberapa pekan sebelum pertandingan, satu minggu berlatih empat hari, berlatih empat ronde dan jumlah ronde juga ditambah secara bertahap, dilengkapi dengan simulasi pertarungan, simulasi situasi pertandingan serta pelatih Liu Tsung-tai membimbing lebih mendetail untuk kekuatan, gerakan kaki, posisi tubuh dan kecepatan.

Hingga dua pekan sebelum pertandingan, latihan dititikberatkan pada kemahiran teknik Huang Hsiao-wen. Hasil analisa dari NSTC, Huang Hsiao-wen berpeluang tinggi untuk bertanding dengan atlet kidal, maka pelatih Liu Tsung-tai semenjak dini mengatur mitra latih tanding yang cocok, menjalani simulasi pertarungan agar Huang Hsiao-wen mampu lebih awal mengatasi segala tantangan dari pihak lawan.

Melalui pelatihan yang berat ini, membuat Huang Hsiao-wen berkesempatan berdiri di atas ring internasional pertandingan Olimpiade, sementara lengan bagian kanan Huang Hsiao-wen yang dipenuhi dengan gambar tato yang sangat menarik perhatian. Gambar tato pertama adalah “Taiwan”, karena dia berharap setiap kali mengeluarkan pukulan dapat memperlihatkan kepada semua orang bahwa dia berasal dari Taiwan, tato lain di bagian atas tulang selangka bertuliskan “Boxer girl, remember why you started”, ini merupakan hadiah pemberian dari ayahnya, seorang seniman tato yang mengingatkannya agar “Jangan lupa dengan niat awalnya”.

 

Percaya Diri Berkat Tinju

Pencerahan perjalanan tinju Huang Hsiao-wen adalah saat bertemu dengan pelatih Liu Tsung-tai semasa duduk di bangku SMP Taipei Lan-Zhou. Sejak kecil orang tuanya telah berpisah, ayahnya juga jarang menemaninya. Semasa kecil ia dibesarkan oleh kakeknya. Ia sempat minder, namun tinju membangun rasa percaya diri, “Perasaan menang ketika wasit mengacungkan tanganmu, saya sendiri merasa upaya keras saya mendapat pengakuan.”

Kesan pelatih Liu Tsung-tai saat pertama kali bertemu dengan Huang Hsiao-wen, “Tinggi badan anak ini sangat bagus (tinggi badan Huang Hsiao-wen sewaktu SMP mencapai 166 cm), akan tetapi kondisi persyaratannya masih kurang baik, dikarenakan bentuk badan terlalu ramping.” Akan tetapi setelah diamati beberapa waktu, baru diketahui ternyata “Staminanya kuat dan tahan banting, misalkan latihan dasar lari dan tinju karung pasir, tidak peduli seberapa lelah yang dirasakannya, Huang Hsiao-wen selalu menyelesaikan setiap tugas yang saya berikan.”

“Dia termasuk petinju yang menguasai jarak, kecepatan dan kemahiran,” ujar Liu Tsung-tai. Kriteria unggul yang dimiliki Huang Hsiao-wen adalah tinggi badan, yang mampu mengambil jarak untuk menjauhi serangan dari lawan, kekuatan level menengah bisa diimbangi dengan kecepatan, kemahiran didapat sejak SMP menjalani pelatihan dasar secara intensif, “Ditambah lagi dirinya yang sangat displin”, Huang Hsiao-wen atlet yang selalu tiba lebih awal di tempat latihan, sebegitu disiplinnya membuatnya sukses sebagai atlet peraih “Medali Olimpiade”.

 

Menikmati Proses Pertandingan

Sebelumnya, Huang Hsiao-wen yang sangat peduli akan menang-kalah pertandingan, namun berkat bimbingan dari pelatih Liu Tsung-tai maka sekarang dia menikmati olah raga tinju.

Huang Hsiao-wen pernah menghadapi lawan peraih medali perak Olimpiade, malam hari sebelum pertandingan pelatih Liu Tsung-tai mengirim pesan untuknya, “Jika ingin menjadi atlet yang tenang, kamu harus yakin dengan diri sendiri, harus percaya diri. Saya sebagai pelatih juga yakin dengan kamu.” Walaupun pertandingan tersebut akhirnya Huang Hsiao-wen kalah, akan tetapi Huang Hsiao-wen berkata, “Saya sangat menikmati pertandingan itu, pihak lawan bukan atlet biasa dan saya berkesempatan bertarung dengannya, sehingga dapat mengoptimalkan standar level diri sendiri, bahkan pada ronde ke-3 masih mendapat 10 poin dari 2 juri, ini adalah pengakuan juri untuk saya.”

Dalam pertandingan penting di Olimpiade Tokyo, Huang Hsiao-wen menghadapi Buse Naz Cakiroglu, atlet asal dari Turki. Ia adalah atlet unggulan dalam Olimpiade kali ini, juga juara turnamen Eropa. “Sebelum pertandingan saya sempat melihat penampilannya, membuat saya semakin penasaran ingin bertanding dengannya dan merasa seharusnya saya mampu, saya merasa aura penampilannya dalam pertandingan sangat bagus, dan saya bisa belajar darinya.” “Proses lebih penting daripada hasil, kalah berarti kita masih ada kekurangan, maka perlu perbaikan dan meningkatkan kemampuan diri.” Huang Hsiao-wen meresapi kata-kata yang diucapkan pelatih Liu Tsung-tai, selalu menjadi diri sendiri dalam perjalanan karir tinju.

 

Pelatih adalah Ayah Kedua

Setelah Huang Hsiao-wen memetik medali Olimpiade Tokyo, beberapa hari kemudian Taiwan merayakan Hari Ayah. Huang Hsiao-wen dalam laman facebooknya memposting ucapan terima kasih kepada pelatih Liu Tsung-tai yang telah dianggapnya sebagai ayah kedua.

“Jika tidak ada dia, ada kemungkinan saya selalu berpikiran untuk meninggalkan dunia tinju.” Huang Hsiao-wen berkata, Liu Tsung-tai tak kenal lelah membawanya ke atas ring, selalu mengingatkannya agar jangan gegabah dan selalu percaya dengan diri sendiri.

Saat Huang Hsiao-wen naik ke SMA kelas satu, ia sempat terpuruk pada satu ajang pertandingan, ini menjadi pukulan terberat yang dirasakannya. Karena semasa SMP, hampir setiap pertandingan ia mampu menaklukkan lawannya. Selama hampir satu tahun, dia menjauhi arena latihan, menjauhi ring tinju. Pelatih Liu Tsung-tai membimbing Huang Hsiao-wen yang ingin lari melepaskan diri dari dunia tinju, Liu Tsung-tai memintanya untuk kembali berlatih, mengikuti seleksi atlet nasional dan pada tahun 2013 dia terpilih sebagai atlet nasional, yang membawanya masuk ke dalam kehidupan yang berbeda.

Pelatih Liu Tsung-tai sangat memperhatikan Huang Hsiao-wen. Pada tahun 2018, ketika Huang Hsiao-wen berlaga di kompetisi Asian Games di Jakarta, pada pertandingan semifinal ronde ke tiga, saat melompat dia tidak sengaja mematahkan tulang pada telapak kaki kanan, tetapi dia tetap bertahan hingga pertandingan usai, akhirnya masuk babak semifinal dan mendapat medali perunggu. Pelatih Liu Tsung-tai mempertimbangkan kondisi atletnya dan memutuskan untuk melepas kesempatan bertanding meraih medali emas di babak berikutnya. “Pelatih beranggapan saya masih muda, masih bisa berjuang, dia sangat memperhatikan perjalanan saya sebagai atlet di kemudian hari, jika pada hari tersebut dia tidak mengambil keputusan ini, saya sendiri tidak yakin apakah saat ini saya dapat ikut bertanding di Olimpiade” Huang Hsiao-wen mengenang kembali masa lalunya. Akibat cedera ini, Huang Hsiao-wen beristirahat selama setengah tahun, pelatih Liu Tsung-tai mendampingi Huang Hsiao-wen menjalani terapi perawatan secara bertahap. Mulai dari nol, apa yang hilang, satu per satu dicari kembali. Satu tahun kemudian, setelah Huang Hsiao-wen pulih dan kembali mengikuti turnamen tinju Rusia pada tahun 2019, ia berhasil meraih medali emas.

Ketika bertarung sendiri di atas ring tinju, di tengah suara hiruk-pikuk Huang Hsiao-wen mampu mendengar petunjuk penting yang dilontarkan oleh pelatihnya dan segera mengeluarkan jurus pukulannya, inilah kekompakan antara guru dan murid, setiap ajang di atas ring menjadi pertandingan bagi mereka berdua.

 

2024 Kembali Bertarung

Persiapan untuk pertandingan Olimpiade kali ini, Huang Hsiao-wen dan Liu Tsung-tai serentak mengatakan, bantuan program emas yang diberikan Direktorat Jenderal Olah Raga, Kementerian Pendidikan sangat bermanfaat. Yang pertama, ada tenaga medis profesional yang setiap saat memberikan perlindungan. Kedua, dukungan untuk sparring partner. Mendapatkan sparring partner yang disesuaikan dengan tinggi badan dan tingkat kemahiran dari Huang Hsiao-wen sangatlah tidak mudah, pelatih Liu Tsung-tai harus mengerahkan atlet nasional untuk latih tanding dengan Huang Hsiao-wen. Menurut informasi tentang data pihak lawan, daftar nama untuk tinju kelas 51 kilogram yang diikuti oleh Huang Hsiao-wen, sebagian besar adalah atlet kidal. Dalam program emas disediakan bantuan relokasi pelatihan agar Huang Hsiao-wen dapat latih tanding dengan lawan yang berbeda, untuk mengumpulkan pengalamannya.

Liu Tsung-tai mengenang kembali masa-masa atlet menjalani latihan, diibaratkan dengan idiom “Pembuatan baja ala tradisional”. “Lebih banyak praktik latihan, sementara teknik bermain masih kurang, jenis latihan yang diajarkan sangat minim, menyebabkan pemain mudah cedera, juga semakin lama semakin tidak bertenaga.” ujar Liu Tsung-tai sambil menjelaskan. Menurutnya, cara pengajaran tradisional bukannya tidak penting, akan tetapi jika menang bertarung di atas ring internasional maka hanya mampu mencapai 30% dari total latihan, sementara 70% mengandalkan teknik keterampilan modern. Dengan adanya analisa dari tim kerja NSTC yang profesional, misalkan analisa berapa kali pihak lawan akan menyerang posisi perut pada satu putaran atau frekuensi serangan aktif, bahkan juga menjabarkan arah pukulan dan kebiasaan dari pihak lawan. Data yang diberikan NSTC digunakan untuk mensimulasi strategi pertarungan untuk menghadapi segala teknik serangan lawan, sehingga dapat membuat atlet semakin percaya diri.

Sekembali dari Olimpiade Tokyo, istirahat beberapa hari, Huang Hsiao-wen kembali aktif menjalani latihan, mengikuti pertandingan olah raga nasional bulan Oktober, mempersiapkan pertandingan di Asian Games 2022, saat bersamaan melakukan persiapan jauh lebih awal demi mengejar target pertandingan Olimpiade Paris 2024.

“Kamu telah berhasil, kamu pasti bisa.” Inilah perkataan yang disampaikan Liu Tsung-tai kepada Huang Hsiao-wen, yang juga menjadi seruan dari semua pendukung untuk Huang Hsiao-wen.