Kembali ke konten utama
Berseminya Vegetarian di Taiwan Suatu Tren yang Tengah Berkiprah
2022-04-11

Penggagas Pasar No Meat – vegetarian fairs Chelsea Chang (kiri no.3) bersama para relawan menebarkan ajakan bervegetarian.

Penggagas Pasar No Meat – vegetarian fairs Chelsea Chang (kiri no.3) bersama para relawan menebarkan ajakan bervegetarian.
 

Ini adalah sebuah aksi sosial yang ceria penuh tanggung jawab karena tidak ada suara protes dan situasi genting apalagi cacian dan kecaman. Dengan slogan “Sehat, Peduli Lingkungan, Berkelanjutan” gerakan ini berhasil menggugah hati manusia, tanpa melalui propaganda dan perlawanan. Inilah tren Vegan yang mendunia.

 

Dalam nuansa udara mendung yang tak kunjung lenyap, berkunjung ke “Bazar Berkesinambungan” yang diadakan di Taman Kreatif dan Budaya Shongshan (Eslite Songshan Cultural and Creative Park) yang lebih sering disingkat menjadi Song Yen, membuat hati menjadi nyaman, sebab kita merasakan adanya suatu harapan yang lebih baik bagi lingkungan dengan keberadaan bahan-bahan pangan murni vegan dan organik, di sini juga terdapat produk ramah gaya hidup rendah emisi karbon, hingga buku-buku tentang makanan aman, sayuran dan pertanian.

Jika kita berganti menyoroti “No Meat – Vegetarian Fairs” (Pasar Vegan Tanpa Daging), “Taiwan Vegan Frenzy” yang diselenggarakan secara tidak berkala di berbagai tempat, di mana ada makanan khas Taiwan seperti aneka hamburger, ayam asin, sosis besar isi sosis kecil, Takoyaki (Grilled Octopus Balls) serta berbagai makanan yang semuanya adalah kudapan vegetarian, sungguh mengundang selera. Meski harus antre panjang, menuntut kesabaran dan berstrategi baru bisa mendapatkan makanan vegetarian, di samping itu kita harus menyediakan sendiri wadah peralatan makan, semua kendala ini tidak menyurutkan hasrat para pecinta makanan vegetarian dari seluruh penjuru Taiwan untuk memburu ke mana saja pasar ini digelar.

Penggalakkan aksi Vegan oleh Leezen Perusahaan Sayuran Organik terbesar di Taiwan dan Tse-Xin Organic Agriculture Foundation and Green Media dengan menggelar “The Good Food Festival” maupun “No Meat – Vegetarian Fairs” yang selalu mengundang antrean panjang para vegan. Individu atau panitia penyelenggara bercita-cita untuk mempromosikan vegetarian, tren kuliner tanpa daging atau sedikit daging yang sudah menjadi sebuah gaya hidup, dan saling berharap untuk mencapai sasaran hidup serta lingkungan yang lebih baik dari sekarang.

 

Demi Kesehatan Demi Bumi Kita

“Merebaknya virus Covid-19 pada 2020, membuktikan bahwa pola hidup vegetarian sangat penting bagi kesinambungan lingkungan dan ramah satwa”. Charlene Yeh manager marketing dan promosi Yayasan Tse-Xin menambahkan, mengingat virus Covid-19 kemungkinan berasal dari satwa liar yang dikonsumsi manusia, maka ditinjau dari sudut pandang epidemiologi, mengurangi konsumsi daging adalah salah satu cara menyelamatkan diri, memilih pola hidup vegan akan menurunkan risiko penularan yang terjadi antar manusia dengan hewan.

Sejak 2004 Yayasan Tse-Xin sudah mempromosikan vegetarisme, pendiri yayasan Master Jih-Chang beranggapan, menjadi vegetarian bisa mengurangi pembantaian satwa, menghargai nyawa makhluk hidup, dan ini memang merupakan kehidupan substantif para umat Buddha. Berkat pengaruh Buku Diet for a New America karangan John Robbins, Master Jih-Chang mendirikan Tse-Xin dengan harapan menciptakan keharmonisan antara humanitas dan alam melalui pertanian organik, dan mempromosikan vegetarisme sebagai salah satu misi Tse-Xin. Bukan hanya umat Buddha saja, tapi setiap insan hendaknya mengurangi konsumsi daging, agar hidup lebih sehat, dan belajar mencintai satwa dan dunia.

Buddha's Light International Association BLIA menggalakkan sebuah petisi bernama “Vegan Plan A” di mana telah ditandatangani oleh lebih dari 330 ribu orang di seluruh dunia, yang mencanangkan hidup vegan bukan hanya demi kepentingan agama atau hidup sehat, tetapi adalah aksi untuk memperlambat pemanasan global dan mengatasi krisis pangan. Dari angka statistik yang diperoleh Bliss and Wisdom Buddhism Foundation, pada tahun 2020 sudah ada lebih dari 10 ribu orang berpartisipasi dalam program ini, mereka telah mengonsumsi 6,87 juta menu vegetarian, dan ini sama dengan telah mengurangi penebangan atas 1,03 juta batang pohon, mengurangi  1,032 ton emisi karbon, menghemat sebanyak 55 metrik ton air, dan mengurangi pemborosan 3,77 juta metrik ton pangan.

Tidak hanya sasaran mengadvokasi vegetarisme menjadi semakin luas dan mendalam, strategi penggalakannya di masa lalu yang menasihati dari sisi moral dan kesadaran nurani, sekarang sudah semakin terbuka dan fleksibel. Yayasan Tse-Xin, Vegan 30 (sekarang berganti nama Badan Ramah Satwa Taiwan) dan instansi lainnya, setelah mengundang CEVA(Center for Effective Vegan Advocacy) membagikan pengalamannya dalam menggalakan vegetarisme agar lebih pragmatis dan efisien pada tahun 2018, membawa pengaruh yang sangat besar. Pada 2020, Yayasan Tse-Xin menayangkan program “7 langkah kiat hidup vegetarian”, yang tidak secara khusus melarang konsumsi 5 bahan bumbu seperti bawang putih, bawang prei, kucai, bawang merah dan bawang bombai serta tidak mengonsumsi telur dan susu, memperbolehkan sesekali mengonsumsi daging guna merealisasikan hidup vegetarian dengan santai, yang pada akhirnya merasuk menjadi bagian dari kehidupan manusia. 

Salah seorang anggota yang semula membuka kedai keluarga bermenu daging, setelah berpartisipasi dalam “Vegan Plan A”, mengubah kedainya menjadi kedai kopi vegetarian, ada pula pemilik perusahaan yang  mentraktir semua pegawainya sebulan sekali makan nasi kotak menu vegetarian, dan menyumbangkan nasi kotak vegetarian gratis untuk para tenaga medis, Charlene Yeh mengatakan, “Karena adanya orang-orang baik seperti mereka, dalam kondisi pandemi Covid-19, Taiwan masih tetap tegar sejahtera”.

 

Veganisme Juga Bisa Keren

Berbeda dengan vegetarian yang mengonsumsi telur dan susu, para Vegan adalah pihak yang bergaya hidup lebih ketat, murni mengonsumsi tumbuh-tumbuhan saja karena bertujuan melindungi hak asasi satwa, banyak orang salah persepsi, mengira mereka adalah golongan vegetarian paling ekstrem. Sidney, perempuan berprofesi sebagai guru bahasa Inggris dan penerjemah, sering dijuluki teman-temannya sebagai herbivor, ia berhasil menggalakkan konsep Vegan menjadi lebih trendi.

Vegan bukan vegetarian karena faktor agama yang tidak mengonsumsi 5 bahan masakan tabu dalam agama Buddha, tetapi adalah orang-orang yang melindungi satwa dan lingkungan, sehingga tidak memakan dan juga tidak memakai produk dari hewan, termasuk telur, susu, foie gras selai hati angsa, madu, dan kulit bulu hewan serta sutera, juga tidak ambil bagian dalam kegiatan komersial yang merugikan satwa seperti pergi ke kebun binatang dan menonton pertunjukan sirkus.

“Vegan adalah sebuah gaya hidup”, Sydney mengakhiri masa pacaran bertahun-tahun dengan Tyler dengan sebuah pesta perkawinan yang tidak menciptakan sampah pada Juni 2020, menunjukkan gaya hidup seorang vegan dan juga menggalakkan konsep mencintai bumi dan peduli lingkungan. Sebagai seorang pemusik, Tyler membaurkan konsep Taiwan Vegan Frenzy sebagai festival kehidupan, ia mengundang beberapa pemusik seperti Cliff sang trubadur dan Sung pemusik perempuan untuk berkolaborasi, mereka menjadi primadona di Taiwan Vegan Frenzy, dalam acara ini para hadirin saling berbagi  pengalaman hidup sebagai vegetarian dan menjalin persahabatan.

Taiwan Vegan Frenzy berhasil merekrut para simpatisan Vegan, dari stan kuliner vegetarian yang populer sampai produk murni tumbuh-tumbuhan seperti lipstik dari bahan minyak tumbuh-tumbuhan organik, pewarna bukan dari bahan kimia tapi dari bubuk mineral; tidak menggunakan produk dari kulit, melainkan memakai sepatu ramah lingkungan yang terbuat dari sepatu daur ulang dan botol plastik bahan PET, upaya-upaya ini merealisasikan konsep sirkulasi hijau, terlebih lagi meredakan penderitaan satwa. Daya tarik kuliner dan gaya hidup Vegan adalah dapat menikmati hari-hari yang penuh arti, lebih sehat, segar dan bisa menegakkan keadilan demi menurunkan pemanasan global.

 

“No Meat – Vegetarian Fairs” Padat Pengunjung

No Meat – vegetarian fairs atau Pasar Vegan Tanpa Daging telah diselenggarakan secara tak berkala di berbagai penjuru Taiwan dalam waktu 3 tahun ini, setiap kali selalu dipadati pengunjung. Seperti Pasar No Meat – vegetarian fairs yang diadakan di Tsaotun Nantou, perkampungan jenderal di Hsinchu dan daerah sekitarnya, telah menyerap perhatian warga dari Taipei dan Kaohsiung datang berkunjung, mereka sebagian besar bukan vegetarian tapi menjadi tertarik.

Pasar Tanpa Daging ini telah menjadi ajang berkumpul seratus lebih merek dagang vegetarian. Toko Kue Wheels of Fortune dari Kaohsiung, memasarkan aneka kue rasa San Bei Ji dan bola-bola Boba saus kustar, aromanya sangat memukau. Dari Tainan, Papa Vegan X Tsasan Café mengetengahkan kudapan sosis kecil dalam sosis besar, Tree Nest yang sekarang dikelola generasi kedua menayangkan Toona pancake, juga kudapan tradisional Bakwan “Murah Hati” dengan siraman saus beras, semua mengundang antrean panjang. 

 Penggagas Pasar No Meat – vegetarian fairs, Chelsea Chang adalah seorang ibu rumah tangga yang menjaga anaknya penuh waktu, ia bukan demi agama, bukan demi keuntungan, hanya ingin memberikan sebuah lingkungan yang lebih baik bagi putrinya Evelyn.

Chelsea Chang mengungkapkan, Di usianya 20 tahun, saat ia masih senang minum minuman alkohol di klub malam, pada suatu hari tiba-tiba bersama kekasihnya yang saat ini adalah suaminya membuat kesepakatan untuk makan vegan sehari, tetapi hal ini berlanjut hingga sekarang, sudah berjalan selama 16 tahun, ternyata Chelsea Chang yang sebenarnya memiliki masalah sindrom iritasi usus besar ditambah dengan rinitis alergi sehingga sering ke rumah sakit untuk diinfus, masalah ini tidak lagi muncul selama 10 tahun lebih karena menjadi vegan murni.

 

Suka Cita Hidup Vegan

Namun, masalah sampah timbul pasca penyelenggaraan pasar tanpa daging tersebut, sungguh berlawanan dengan konsep peduli lingkungan, untuk itu ketika mengadakan pasar tanpa daging versi 2.0 di Perkampungan Jendral Hsinchu, Chelsea Chang menerapkan sistem baru “jual tanpa kemasan”, ia mempromosikannya secara besar-besaran di pelbagai blog, mengadakan undian di akun Facebook No Meat – vegetarian fairs, warganet bisa mendapatkan kupon tanpa antre, dan tak lupa mempersiapkan fasilitas tempat mencuci dan penyewaan peralatan makan.

Di luar dugaan, penerapan “jual tanpa kemasan” pertama kali ini langsung sukses, dalam satu hari ada 7000 lebih pengunjung, tapi tidak ada yang mengeluh atau protes karena pembelian tidak disertai peralatan makan. Tampaknya ketidak leluasaan kecil bisa meringankan beban bumi, menurut Chelsea Chang, ia melihat ada pengunjung yang membawa sekoper peralatan dan kotak makanan, untuk mengisi semua makanan yang akan dibelinya dari setiap stan.

“Saya berharap penjual mampu menggugah hati konsumen melalui makanan vegetariannya, dan konsumen akan memengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk ikut menyadari manfaat pola hidup vegan, yaitu tidak menambah lebih banyak beban  bagi bumi kita ini”. Chelsea Chang dengan gaya bicara yang cepat menuturkan bahwa banyak yang bukan vegan datang berkunjung, mereka yang tidak pernah mencoba makanan vegetarian ini bisa merasakan daya tarik penuh rasa cinta kasih, untuk menyebarkan konsep cinta kepada bumi dan juga kepada sahabatnya dengan memperkenalkan budaya kuliner tanpa daging.

Chelsea Chang yang mempercayai “pemberian dengan sepenuh hati akan mendatangkan kebahagiaan”,  untuk itu akan terus mengadakan festival musik tanpa daging, lari maraton tanpa daging, agar gaya hidup vegan semakin terdengar  dan berkelanjutan. Seperti yang dikatakan Dr. Will Tuttle advokasi Vegan Internasional, “Makan tiga kali sehari membuat kita merenungkan kembali kaitan diri kita dengan dunia luar, setiap kali makan adalah suatu upacara, yang kita asup bukan sekedar pangan saja, melainkan sebuah upacara penggabungan kembali dengan makhluk alam semesta yang lama terlupakan”. Di tahun yang baru ini, mengapa tidak kita mulai dengan makan sekali tanpa menu daging, atau sehari tanpa menu daging, mencintai diri kita juga bumi ini.

 

MORE

Berseminya Vegetarian di Taiwan Suatu Tren yang Tengah Berkiprah