Kembali ke konten utama
Wujudkan Impian di Negeri Orang “Program Membangun Impian bagi Imigran Baru dan Keturunannya”
2022-03-28

Lee Ming-fang, Asisten Dirjen Divisi Urusan Imigrasi Badan Imigrasi Nasional Kementerian Dalam Negeri, memamerkan hasil kumpulan ragam program yang didapatkan saat mengusung “Program membangun impian bagi imigran baru dan keturunannya”.

Lee Ming-fang, Asisten Dirjen Divisi Urusan Imigrasi Badan Imigrasi Nasional Kementerian Dalam Negeri, memamerkan hasil kumpulan ragam program yang didapatkan saat mengusung “Program membangun impian bagi imigran baru dan keturunannya”.
 

Kesuksesan besar adalah di saat kita memiliki keberanian besar untuk mewujudkan impian, baik besar maupun kecil. “Program membangun impian bagi imigran baru dan keturunannya” dari Badan Imigrasi Nasional Kementerian Dalam Negeri yang telah dimulai sejak tahun 2015, hingga kini telah memberikan keuntungan bagi lebih dari 250 orang, turut menginspirasi pembangunan diri dan mendorong pertukaran ragam budaya.

Taiwan adalah negara yang ramah akan keragaman. Di saat komunitas imigran baru masuk ke dalam ruang lingkup yang asing, tetapi dengan adanya atmosfer yang bersahabat di Taiwan, tidak hanya dapat segera menyesuaikan diri dengan kebudayaan lokal, tetapi juga bebas untuk memperkenalkan keunikan kebudayaan negara sendiri, berkembang dengan rasa suka cita, percaya diri dan turut berkontribusi.

 

Harapan yang Tulus

“Saya selalu terharu saat mengenang harapan yang mereka sampaikan,” ungkap Lee Ming-fang, Asisten Dirjen Divisi Urusan Imigrasi Badan Imigrasi Nasional Kementerian Dalam Negeri. Saat membahas perjalanan program tersebut, tanpa terasa matanya memerah, sulit mengungkapkan perasaan haru yang ada dalam diri dengan kata-kata.

“Sebenarnya apa yang mereka inginkan tidaklah banyak, tetapi di saat impian dapat menjadi kenyataan, hal tersebut adalah sesuatu yang sangat mengembirakan dan mengharukan, membuat saya sulit untuk melupakannya.” Saat membuka buku kumpulan hasil karya “Program membangun impian bagi imigran baru dan keturunannya” periode 1, tercatat nama Huang Zhi-yang, keturunan imigran baru yang tengah menekuni taekwondo. Berkat hadiah program, ia mampu mewujudkan 2 impian, selain berhasil mendapatkan biaya pendidikan taekwondo dan perlengkapannya, dirinya yang berbakti tersebut juga berhasil mengajukan pembelian sebuah mesin cuci bagi sang ibu. Dengan demikian, kelak ibunya tidak perlu lagi membungkukkan pinggang saat mencuci baju taekwondonya yang kotor. Takkala pihak NIA memberikan mesin cuci yang dihias dengan pita hadiah, ibu dari Huang Zhi-yang menangis terharu.

Selembar foto ibu dan anak-anak yang saling berpelukan di tepi pantai, dapat mencerminkan kisah yang mengharukan. “Merekonstruksi keretakan hubungan keluarga melalui program yang ada”, melalui pengajuan keikutertaan putri dari Zheng Chun-xing asal Pulau Hainan, akhirnya mampu mewujudkan impiannya untuk mengambil foto pengantin setelah selang 10 tahun pernikahan berlalu. Meskipun kesehatan sang suami dalam kondisi akut, bahkan saat pengambilan foto juga telah berpulang ke pangkuan YME, namun dalam menghadapi kesedihan kepergian sang suami, masih terdapat sebuah memori yang indah serta foto yang membangkitkan kenangan. Bantuan yang datang, jika tidak dilakukan di kala itu, mungkin akan meninggalkan penyesalan selamanya.

 

Menghormati dan Memahami adalah Langkah yang Benar

“Sebenarnya sikap menerima dan toleransi masih tidak mencukupi, kita seharusnya dapat memberikan sikap hormat dan memahami kepada para imigran baru,” Divisi Urusan Imigrasi yang berada di garda terdepan dalam memberikan pelayanan konseling bagi imigran baru, berharap melalui sikap pelayanan para petugas yang selalu mendengarkan dan menikmati kisah keluhan imigran baru, bisa membiaskan pandangan stereotip akan sikap warga terhadap para imigran baru  yang sebelumnya pernah ada.

“Sebenarnya dalam komunitas imigran baru banyak terdapat kalangan intelektual”. Chen Ai-mei, guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu di beberapa sekolah di Hsinchu, saat dirinya melanjutkan kuliah S2 jurusan Budaya Hakka, mengusung “Program Nasional Obor Imigran Baru” di tahun 2012, melalui ragam permainan di atas meja ia memperkenalkan ragam kebudayaan Asia Tenggara. Ia menggunakan permainan catur tradisional dari kampung halamannya, menerjemahkannya ke dalam bahasa Melayu, Indonesia, Vietnam, Myanmar, Filipina dan Mandarin, sehingga turut mendorong terjadinya pertukaran ragam budaya. Chen Ai-mei berharap masyarakat dapat melepaskan diri sejenak dari permainan online dan kembali kepada permainan di atas meja, untuk mendekatkan hubungan sesama anggota keluarga.

Linda Tjindiawati, seorang menantu Taiwan asal Indonesia yang sempat melanjutkan pendidikan S2 bidang manajemen di Inggris, kini juga menjadi guru Bahasa Inggris di beberapa sekolah. Selama 17 tahun ini, ia sangat mencintai pemandangan indah pulau Formosa. Berawal dari film Beyond Beauty – Taiwan from Above yang distrudarai oleh Chi Po-lin, dapat menggunakan kamera drone untuk mengabadikan keindahan Taiwan. Setelah program berhasil diajukan, proses pembelajaran dimulai dari awal. “Saat proses berlangsung, tentu penuh dengan kegelisahan,” karena lokasi yang hendak disyuting adalah Taman Nasional Yangminshan, di mana setiap kali pengambilan gambar perlu mengajukan izin terlebih dahulu, ditambah dengan kondisi cuaca yang tak menentu, kerap menguji kesabaran dan tekad diri yang ada. “Yang tersulit adalah proses editing akhir”, namun setiap kesulitan dapat dilalui. Saat hasil karya selesai, Linda beserta keluarga tersentak kagum, dengan rasa bangga, hendak segera membagikan keindahan Taiwan kepada sanak saudara di kampung halaman.
 

Linda asal Indonesia, selain bekerja sebagai guru bahasa di beberapa sekolah, juga turun menjadi sukarelawan NIA, memberikan pelayanan kepada sesama.

Linda asal Indonesia, selain bekerja sebagai guru bahasa di beberapa sekolah, juga turun menjadi sukarelawan NIA, memberikan pelayanan kepada sesama.
 

Usungan Penuh Inovasi

“Program membangun impian bagi imigran baru dan keturunannya” awalnya hanya terbagi menjadi 2 kategori, yakni perorangan dan keluarga, namun karena program yang diajukan semakin beragam, maka sejak periode ke-6, ditambah lagi dengan kategori sosial, sehingga turut memperluas cakupan yang ada, dengan materi yang lebih beragam dan penuh energi. Proses penilaian untuk setiap program yang diajukan sangatlah ketat, untuk lolos maju ke depan di antara dua ratusan pendaftar, maka harus melewati beragam lapis penilaian, dengan mengikutsertakan para pakar, perwakilan masyarakat yang rasional dan adil ke dalam keanggotaan dewan juri. Adapun kriteria penilaian meliputi tingkatan kemampuan pelaksanaan, inovasi, dampak pengaruh dan kesinambungan, dengan turut melakukan perbandingan yang seksama di antara setiap program yang diajukan, sehingga mampu mencapai target yang adil, transparansi dan terbuka. “Dalam masa 3 bulan pelaksanaan program, kami akan terus melakukan komunikasi dengan pengusung, memahami apakah menemukan kesulitan, apakah membutuhkan bantuan?” Usai proses pun, masih akan terus dipantau terkait perubahan yang terjadi.

“Perubahan besar yang ada dalam beberapa tahun terakhir adalah mereka yang awalnya berasal dari kalangan lemah dan sempat mendapatkan bantuan, perlahan berubah peran menjadi pemberi kontribusi”, ungkap Lee Ming-fang yang melihat perubahan tersebut sebagai bagian dari metamorfosis indah. Jiang Meng, imigran baru asal Daratan Tiongkok yang mengusung program bantuan bagi manula, bermula dari mertua yang harus masuk ke dalam panti jompo. Usai menyelesaikan kelas pelatihan tingkat D3 bidang “Instruktur olahraga cerdas bagi lansia”, ia memberikan bimbingan gratis kepada para peserta, sekaligus mengajarkan kerajinan tangan, agar para lansia dapat tetap aktif mengolah otak dan memperlambat penuaan. Di waktu yang bersamaan, ia membentuk tempat pelatihan pembuatan makanan, mengajarkan pembuatan bunga pudding, arak ramuan untuk kesehatan, kipas simpul Tiongkok dan lain sebagainya. Jiang Meng mengajarkan keterampilan kedua bagi para imigran baru, membimbing mereka untuk turut serta dalam tim perawatan jangka panjang. “Melihat para lansia dapat tersenyum, maka pertanda jika apa yang dilakukan adalah hal yang benar”, ujar Jiang Meng.

 

Nalar Kebahagiaan

Pengusung “Program membangun impian bagi imigran baru dan keturunannya” datang dari 16 negara, ada Asia Tenggara, Eropa, Amerika, Mesir, Meksiko, Daratan Tiongkok, semuanya adalah objek yang diperhatikan. “Kami tidak hanya peduli dengan imigran baru generasi pertama, kini juga telah meliputi keturunan dan keluarganya”. Guna meningkatkan kemampuan pemahaman dari generasi keturunan terhadap kebudayaan negara asal orang tuanya, yang kini telah tercatat berjumlah lebih dari 430 ribu orang, sehingga dapat membangun identitas diri, mewujudkan “Teori Perancah” melalui dana bantuan yang diberikan. Dengan menggunakan berbagai sumber daya yang diberikan, dapat meningkatkan kemampuan pembelajaran. Berharap dalam mata yang penuh dengan rasa percaya diri, tidak ada lagi kebimbangan, menjadikan dua latar belakang kebudayaan yang dimiliki sebagai keragaman yang terus berkembang.

Tari dan musik adalah platform pertukaran lintas negara. Lin Xiao-ting yang memiliki ibu asal Indonesia, terpikat dengan tarian tradisional pulau Bali. Ia menggunakan dana bantuan untuk membeli busana dan aksesoris tradisional Bali, dengan bangga memperkenalkan keragaman budaya Indonesia di dalam berbagai kegiatan sosial. Meina yang memiliki ibu asal Vietnam dan Liao Jian-hao yang memiliki ibu asal Filipina, menggunakan tulisan untuk dapat berjalan ke luar dari kabut pengembaraan, mengubah kesepian dan kehilangan, dan menemukan kembali diri sendiri. Huang Xiao-yun yang memiliki ibu asal Vietnam, menggunakan video animasi dan buku ilustrasi berjudul “Percaya pada diri sendiri”, memperkenalkan kepercayaan dirinya dalam turut serta mengubah dunia.

Tata boga adalah langkah termudah dalam mendekatkan jarak yang ada. Shan Shu-juan asal Myanmar, selain menggunakan masakan kampung halaman untuk melakukan pertukaran, turut mengajak putranya untuk bergabung, membangun kelas Islam, agar masyarakat dalam negeri lebih memahami kebudayaan Islam. Su Li-lien yang berasal dari Indonesia, menggunakan penanaman ragam rempah-rempah, selain menganyam kembali memori masa kecil, juga sekaligus menebarkan aroma kampung halaman di Taiwan.

“Kebahagiaan terus bertambah, dan ada bukti pendataan yang mendukung”, situs NIA yang sarat akan informasi juga menunjukkan kepedulian tinggi pemerintah terhadap keberadaan para imigran baru. Mulai dari beasiswa imigran baru, hingga “Proyek Obor Imigran Baru” di tahun 2012, “Program membangun impian bagi imigran baru dan keturunannya” sejak 2015, “Program pelatihan keturunan imigran di luar negeri”, “Kamp inovasi ragam budaya bagi keturunan imigran”, serangkaian kegiatan kepedulian yang mendalam, telah turut berperan sebagai sandaran jiwa para imigran baru, menenangkan hati para pengembara yang melintas samudra datang ke Taiwan.

Beberapa tahun terakhir, imigran baru yang berhasil menerima bantuan dari program tersebut, juga telah ikut serta menjadi anggota dewan New Immigrants Development Fund, mewakili para imigran baru untuk bersuara. Pemenang program periode ke-6, Huang Xiao-yun, juga terpilih sebagai Anggota Dewan Konseling Generasi Muda periode ke-3 Yuan Eksekutif. Selama 7 tahun, setiap program adalah kisah nyata yang dituliskan oleh para imigran baru yang datang dari berbagai pelosok dunia, membangun impiannya di Taiwan, dengan penuh percaya diri membangun kehidupan baru di Taiwan.

 

MORE

Wujudkan Impian di Negeri Orang “Program Membangun Impian bagi Imigran Baru dan Keturunannya”