Peribahasa “Kesejahteraan tidak kembali datang, kesusahan bisa hadir beruntun” sangat sesuai untuk mendeskripsikan kondisi tahun 2020.
Peribahasa “Kesejahteraan tidak kembali datang, kesusahan bisa hadir beruntun” sangat sesuai untuk mendeskripsikan kondisi tahun 2020.
Di Taiwan, ada sebagian anak-anak yang sempat diasuh oleh pengasuh asal Asia Tenggara saat masih kecil. Walau ada kendala bahasa dan perbedaan kebudayaan, namun hubungan yang terjalin dalam kurun waktu yang cukup panjang, mampu membangun hubungan batin layaknya dengan anggota keluarga. Jalinan ini tidak terputus walau sang pengasuh telah meninggalkan Taiwan.
Bagaimana pengucapan untuk kata “teh” dalam budaya Anda? Apakah disebut “cha” atau “teh”? Seorang pemandu wisata “Jalan-jalan di Formosa” (Walk in Taiwan), James Shih sering kali mengunakan pertanyaan ini sebagai pengantar ketika memberi penjelasan kepada pengunjung asing, ia menjelaskan budaya teh yang dimulai dari kalangan masyarakat Tionghoa, lalu disebarluaskan hingga ke seluruh penjuru dunia.
Hsinchu County Highway 122 yang membentang dari Zhudong hingga ke Kawasan Rekreasi Hutan Nasional Guanwu (Guanwu National Forest Recreation Area) menjadi saksi sejarah hutan Guanwu yang mengintegrasikan budaya Hakka, kediaman Chang Hsueh-liang dan Guanwu. Dari kejauhan dapat terlihat panorama menakjubkan “Holy Ridge” (pegunungan suci) barisan pegunungan Xue, ini merupakan rute perjalanan wisata yang sarat akan unsur alami dan humaniora.
Apakah benar bahwa bangunan bersejarah yang lebih tua akan lebih bernilai? Belum tentu.Banyak orang tidak tahu, bahwa selain kelenteng dan taman bercorak budaya Tionghoa tradisional serta gedung pemerintah dan rumah kayu peninggalan era pendudukan Jepang, Taiwan juga memiliki banyak bangunan bersejarah yang dibangun dengan bantuan Amerika Serikat (AS) pasca Perang Dunia II.
Pemandangan alam yang indah dan keramahtamahan penduduk adalah aset Taiwan yang sangat istimewa, terlebih-lebih boga lezat ala Formosa yang tidak bisa dilewatkan. Sebenarnya untuk menjadi tuan rumah yang baik, bagi kami sungguh tidak mudah! Karena begitu beragam budaya etnik di Taiwan seperti suku Minnan, Hakka, penduduk asli hingga imigran baru, dari kawasan segar pegunungan hingga kuliner laut yang lezat.
Birunya langit, putihnya awan, dan terik matahari yang menerpa Semenanjung Hengchun mewarnai jadwal wisata yang cenderung menjauhi keramaian dan hiruk-pikuk ini. Bersama dengan mitra kawasan setempat seperti “Lide”, “Sheding” dan “Yongjing”; generasi muda lulusan dari Departemen Kehutanan National Pingtung University of Science and Technology (NPUST), membentuk “Lishan Eco Company”.
Sistem ekonomi sirkuler yang menekankan pengembangan sumber daya alam secara berkesinambungan, mungkin bisa menjadi sebuah solusi dalam menghadapi keterbatasan sumber daya global secara keseluruhan. Jasa penyewaan wadah “Good to Go” dan platform jasa penyewaan peralatan listrik rumah tangga “Homeapp123”, mencoba merangkul semua ide baik, untuk menciptakan sebuah sistem model ekonomi yang inovatif, sehingga dapat mendekatkan masyarakat dengan sistem ekonomi sirkuler.
Banyak masalah bermunculan setelah industri gaya busana mencapai titik klimaks akibat penggalakkan promosi konsumsi dan produksi yang terus menerus, misalnya pakaian bekas melimpah ruah, pencemaran lingkungan dan hak asasi buruh. Masalah tersebut membuat industri fesyen beberapa tahun terakhir mulai memandang serius isu fesyen berkelanjutan, dengan memproduksi baju baru dari bahan kain daur ulang, juga membuat peralatan baru yang terbuat dari bahan limbah.
Bersepeda dari Yilan ke Lishan di Provincial Highway 7A dan setelah melewati Siyuan Pass, kami pun memasuki kawasan Taichung dari Yilan. Hujan lebat mengguyur dari kilometer 46, suhu menjadi lembap dan dingin. Setelah tiba di kilometer 49, langit cerah pun menyambut kami. Dari yang awalnya dingin menusuk tulang hingga pancaran matahari yang menghangatkan, semuanya terjadi dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Perjalanan kali ini bagai mengarungi bahtera kehidupan yang penuh gejolak.